Darmasiksa atau Prabu Sanghyang Wisnu adalah raja Kerajaan Sunda Galuh bersatu yang memerintah antara tahun 1175 hingga 1297 di Pakuan, Bogor. Sebelumnya didahului oleh ayahnya, Prabu Darmakusuma (1157-1175) M.

Sanghyang Wisnu
Prabu Guru Kerajaan Sunda Galuh
Berkuasa1175 - 1297
PendahuluPrabu Darmakusuma
PenerusPrabu Ragasuci
KelahiranSaunggalah, Sunda
Kematian1297
Pakwan, Sunda
Nama takhta
Sang Rakéyan Darmasiksa, Pangupatiyan Sanghiyang Wisnu, Inya Nu Nyieun Sanghiyang Binayapanti, Nu Ngajadikeun Para Kabuyutan Ti Sang Rama, Ti Sang Resi, Ti Sang Disri, Ti Sang Tarahan, Tina Parahiyangan
DinastiSiliwangi
IbuDewi Ratna Wisesa

Biografi

sunting

Prabu Darmasiksa putra Prabu Darmakusuma Cucu Batari Hyang Janapati dari Kerajaan Galunggung. Ibunya Ratna Wisesa putri Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155-1157) penguasa Kerajaan Sunda Galuh. Prabu Darmasiksa mempunyai 3 orang isteri, yaitu:

  • Puteri Saungggalah, memperoleh putera Raja Purana, lahir tahun 1168 Masehi;
  • Puteri Darmageng, memperoleh putera, di antaranya Ragasuci yang bergelar Rahiyang Saunggalah;
  • Puteri Dewi Suprabha (Sriwijaya), memperoleh putera, Rahiyang Jayagiri atau Rahiyang Jayadarma.

Pemerintahannya

sunting

Sang Darmasiksa, tahun 1175 Masehi, menggantikan tahta ayahnya, dengan nama nobat: Prabu Guru Darmasiksa Paramarta Sang Mahapurusa atau Sang Prabu Sanghyang Wisnu. la memerintah Kerajaan Sunda (termasuk Galuh dan Galunggung), beribu kota di Saunggalah I, Kuningan (persisnya sekarang di desa Ciherang,Kadugede, Kuningan, Kec. Kadugede, Kuningan, Kabupaten Kuningan selama beberapa tahun) yang selanjutnya diserahkan kepada puteranya dari istrinya yang berasal dari Darma Agung, yang bernama Prabu Purana.

Kemudian Prabuguru Darmasiksa pindah ke Saunggalah II (sekarang daerah Mangunreja di kaki Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya), yang nantinya kerajaan diserahkan kepada putranya yang bernama Prabu Ragasuci. Adapun Prabuguru Darmasiksa diangkat menjadi Raja di Kerajaan Sunda (Pakuan) dan kedudukan pusat pemerintahan Kerajaan Sunda Galuh tahun 1187 Masehi, pindah ke Pakuan, Bogor sampai akhir hayatnya.[1]

Amanat Galunggung

sunting

Setelah ditelusuri, ternyata Prabuguru Darmasiksa adalah tokoh yang meletakkan dasar-dasar Pandangan Hidup/Visi ajaran hidup secara tertulis berupa nasihat. Naskahnya disebut sebagai Amanat Galunggung, disebut juga sebagai Naskah Ciburuy (nama tempat di Garut Selatan tempat ditemukan naskah Galunggung tsb) atau disebut pula Kropak No.632, ditulis pada daun nipah sebanyak 6 lembar yang terdiri atas 12 halaman; menggunakan aksara Sunda Kuno.

Dalam naskah Amanat dari Galunggung diharapkan dapat menyebutnya sebagai Amanat Pabu Guru Darmasiksa yang hanya terdiri dari 6 lembar daun nipah. Di dalam amanat ini tersirat secara lengkap apa visi hidup yang harus dijadikan pegangan masyarakat dan menjadi citra jatidiri orang Sukapura Tasikmalaya, lebih makronya lagi bagi orang Sunda yang kemudian mungkin berkontribusi bagi kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berwawasaan Nusantara.

Di bawah rangkuman amanat-amanat Prabuguru Darmasiksa dari setiap halaman (yang diberi nomor di bawah ini:[2]

Sistematika rangkuman tersebut terbagi dalam 4 point:

  • Amanat yang bersifat pegangan hidup /cecekelan hirup.
  • Amanat yang bersifat perilaku yang negatif (non etis) ditandai dengan kata penafian “ulah” (jangan).
  • Amanat yang bersifat perilaku yang positif (etis) ditandai dengan kata imperatif “kudu” (harus).
  • Kandungan nilai, sebagai interpretasi penulis.

Halaman 1 Pegangan Hidup: Prabu Darmasiksa menyebutkan lebih dulu 9 nama-nama raja leluhurnya. Darmasiksa memberi amanat ini adalah sebagai nasihat kepada: anak, cucu, umpi (turunan ke-3), cicip (ke-4), muning (ke-5), anggasantana (ke-6), kulasantana (ke-7), pretisantana (ke-8), wit wekas ( ke-9, hilang jejak), sanak saudara, dan semuanya.

Kandungan Nilai: Mengisyaratkan kepada kita bahwa harus menghormati/mengetahui siapa para leluhur kita. Ini kesadaran akan sejarah diri. Mengisyaratkan pula kesadaran untuk menjaga kualitas (SDM) keturunannya dan seluruh insan-insan masyarakatnya.

Halaman 2 Pegangan Hidup: Perlu mempunyai kewaspadaan akan kemungkinan dapat direbutnya kemuliaan (kewibawaan dan kekuasaan) serta kejayaan bangsa sendiri oleh orang asing.

Perilaku Yang Negatif: Jangan merasa diri yang paling benar, paling jujur, paling lurus; Jangan menikah dengan saudara; Jangan membunuh yang tidak berdosa; Jangan merampas hak orang lain; Jangan menyakiti orang yang tidak bersalah; Jangan saling mencurigai.

Kandungan Nilai: Sebagai suatu bangsa (Sunda) harus tetap waspada, tidak boleh lengah jangan sampai kekuasaan dan kemuliaan kita/Sunda direbut/didominasi oleh orang asing. Kebenaran bukan untuk diperdebatkan tapi untuk diaktualisasikan. Pernikahan dengan saudara dekat tidak sehat. Segala sesuatu harus mengandung nilai moral.

Halaman 3 Pegangan Hidup: Harus dijaga kemungkinan orang asing dapat merebut kabuyutan (tanah yang disakralkan). Siapa saja yang dapat menduduki tanah yang disakralkan (Galunggung), akan beroleh kesaktian, unggul perang, berjaya, bisa mewariskan kekayaan sampai turun temurun. Bila terjadi perang, pertahankanlah kabuyutan yang disucikan itu. Cegahlah kabuyutan (tanah yang disucikan) jangan sampai dikuasai orang asing. Lebih berharga kulit lasun (musang) yang berada di tempat sampah daripada raja putra yang tidak bisa mempertahankan kabuyutan/tanah airnya.

Perilaku Yang Negatif: Jangan memarahi orang yang tidak bersalah. Jangan tidak berbakti kepada leluhur yang telah mampu mempertahankan tanahnya (kabuyutannya) pada jamannya.

Kandungan Nilai: Tanah kabuyutan, tanah yang disakralkan, bisa dikonotasikan sebagai tanah air (lemah cai, ibu pertiwi). Untuk orang Sunda adalah Tatar Sunda-lah tanah yang disucikannya (kabuyutannya). Untuk orang Sukapura/Tasikmalaya ya wilayahnya itulah tanah yang disucikannya. Siapa yang bisa menjaga tanah airnya akan hidup bahagia. Pertahankanlah eksistensi tanah air kita itu. Jangan sampai dikuasai orang asing. Alangkah hinanya seorang anak bangsa, jauh lebih hina dan menjijikan dibandingkan dengan kulit musang (yang berbau busuk) yang tercampak di tempat sampah (tempat hina dan berbau busuk), bila anak bangsa tsb tidak mampu mempertahankan tanah airnya. Hidup harus mempunyai etika.

Halaman 4 Pegangan Hidup: Hindarilah sikap tidak mengindahkan aturan, termasuk melanggar pantangan diri sendiri. Orang yang melanggar aturan, tidak tahu batas, tidak menyadari akan nasihat para leluhurnya, sulit untuk diobati sebab diserang musuh yang halus. Orang yang keras kepala, yaitu orang yang ingin menang sendiri, tidak mau mendengar nasihat ayah-bunda, tidak mengindahkan ajaran moral (patikrama). Ibarat pucuk alang-alang yang memenuhi tegal.

Kandungan Nilai: Hidup harus tunduk kepada aturan, termasuk mentaati “pantangan” diri sendiri. Ini menyiratkan bahwa manusia harus sadar hukum, bermoral; tahu batas dan dapat mengendalikan dirinya sendiri. Orang yang moralnya rusak sulit diperbaiki, sebab terserang penyakit batin (hawa nafsunya), termasuk orang yang keras kepala.

Halaman 5 Pegangan Hidup: Orang yang mendengarkan nasihat leluhurnya akan tenteram hidupnya, berjaya. Orang yang tetap hati seibarat telah sampai di puncak gunung. Bila kita tidak saling bertengkar dan tidak merasa diri paling lurus dan paling benar, maka manusia di seluruh dunia akan tenteram, ibarat gunung yang tegak abadi, seperti telaga yang bening airnya; seperti kita kembali ke kampung halaman tempat berteduh. Peliharalah kesempurnaan agama, pegangan hidup kita semua. Jangan kosong (tidak mengetahui) dan jangan merasa bingung dengan ajaran keutamaan dari leluhur. Semua yang dinasihatkan bagi kita semua ini adalah amanat dari Rakeyan Darmasiksa.

Kandungan Nilai: Manusia harus rendah hati jangan angkuh. Agama sebagai pegangan hidup harus ditegakkan. Pengetahuan akan nilai-nilai peninggalan para leluhur harus didengar dan dilaksanakan.

Halaman 6 Pegangan Hidup: Sang Raja Purana merasa bangga dengan ayahandanya (Rakeyan Darmasiksa), yang telah membuat ajaran/pegangan hidup yang lengkap dan sempurna. Bila ajaran Darmasiksa ini tetap dipelihara dan dilaksanakan maka akan terjadi:

  • Raja pun akan tenteram dalam menjalankan tugasnya;
  • Keluarga/tokoh masyarakat akan lancar mengumpulkan bahan makanan.
  • Ahli strategi akan unggul perangnya.
  • Pertanian akan subur

Akhir Kekuasaan dan Wasiat

sunting

Prabuguru Darmasiksa memiliki kesempatan menyaksikan lahirnya Kerajaan Majapahit (1293 M). Ia meninggal tahun 1297 M. Prabuguru Darmasiksa pernah memberikan peupeujeuh (nasihat) kepada cucunya, yakni Raden Wijaya, pendiri Majapahit, sebagai berikut:

Haywa ta sira kedo athawamerep ngalindih Bhumi Sunda mapan wus kinaliliran ring ki sanak ira dlaha yan ngku wus angemasi. Hetunya nagaramu wu agheng jaya santosa wruh ngawang kottman ri puyut kalisayan mwang jayacatrumu, ngke pinaka mahaprabhu. Ika hana ta daksina sakeng Hyang Tunggal mwang dumadi seratanya. Ikang sayogyanya rajyaa Jawa rajya Sunda paras paropasarpana atuntunan tangan silih asih pantara ning padulur. Yatanyan tan pratibandeng nyakrawartti rajya sowangsong. Yatanyan siddha hitasukha. Yan rajya Sunda duhkantara. Wilwatika sakopayanya maweh caranya: mangkana juga rajya Sunda ring Wilwatika.[3].[4]

Inti dari nasihatnya adalah menjelaskan tentang larangan untuk tidak menyerang Sunda karena mereka bersaudara. Jika masing-masing memerintah sesuai dengan haknya maka akan mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang sempurna.

Referensi

sunting

Daftar Pustaka

sunting
  • Naskah Wangsakerta
  • Sejarah Kerajaan di Tatar Sunda
Didahului oleh:
Darmakusuma
Raja Kerajaan Sunda Galuh
(11751297)
Diteruskan oleh:
Ragasuci