Dewan Uskup atau Kolegium Uskup adalah istilah yang digunakan oleh Katolik untuk merujuk pada para Uskup, sebagai penerus para rasul, di dalam suatu kesatuan dengan Sri Paus, yang adalah Uskup Roma, sebagai satu tubuh yang tidak terpisahkan. Bersama-sama dengan Sri Paus, dewan ini berbagi tugas-tugas pelayanan dan pemerintahan Gereja Katolik Roma.

Kolegium para Uskup yang dikepalai Paus dan beranggotakan para Uskup berdasarkan tahbisan sakramental dan persekutuan hirarkis dengan kepala dan para anggota, dan dimana senantiasa menetap badan apostolik, bersama dengan kepalanya, dan tak pernah tanpa kepala itu, adalah juga subyek kuasa tertinggi dan penuh dalam seluruh Gereja.[1]

Sri Paus berhak untuk menentukan bagaimana Dewan Uskup melaksanakan kekuasaannya tersebut. Biasanya hal ini dilakukan melalui sebuah konsili ekumenikal.[2]

Doktrin ini tidak dimaksudkan untuk menggambarkan seakan-akan dewan ini lebih berkuasa daripada Sri Paus. Sebaliknya, sudah menjadi tradisi bahwa Sri Paus memiliki hal tunggal untuk mengadakan, membubarkan atau mengurangi sebuah dewan dan untuk menyetujui keputusan-keputusan yang dibuat oleh dewan tersebut.

Hanya terdapat sedikit dokumen mengenai topik ini sebelum Konsili Vatikan II. Sepanjang abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20, pendapat ultramontanis - yaitu pandangan yang menekankan pada kekuasaan dan has prerogatif Sri Paus di atas segalanya - umumnya diterima; yakni, bahwa Sri Paus adalah suatu Monarki Absolut yang dibimbing oleh Roh Kudus. Pandangan ini secara jelas diajarkan oleh Konsili Vatikan II di dalam keputusan Lumen Gentium.

Di dalam Gereja Katolik, pandangan terhadap Dewan Uskup pernah menyebabkan beberapa kontroversi. Bahkan, Paus Paulus VI. yang menyetujui Lumen Gentium, merasa berkewajiban untuk mensahkan penambahan Nota Praevia atau komentar penjelasan, pada dokumen-dokumen Konsili (dan bukannya pada teks Lumen Gentium itu sendiri).

Lihat Juga

sunting
  1. ^ KHK 1983 Kan. 336
  2. ^ 1983 CIC Can. 338

Pranala luar

sunting