Hati, liver, atau hepar, adalah organ utama yang hanya ditemukan pada vertebrata yang melakukan banyak fungsi biologis detoksifikasi organisme, dan sintesis protein serta biokimia yang diperlukan untuk pencernaan dan pertumbuhan[2] Hati terletak dalam rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Hati juga termasuk sebagai alat ekskresi karena membantu fungsi ginjal dengan memecah beberapa senyawa bersifat racun dan menghasilkan amonia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino. Proses pemecahan senyawa racun oleh hati disebut proses detoksifikasi.

Hati
Hati manusia
Gambar organ dalam manusia, hati (bahasa Inggris: liver) terletak di tengah.
Rincian
Sarafceliac ganglia, vagus[1]
Pengidentifikasi
Bahasa Latinjecur, iecer
MeSHD008099
TA98A05.8.01.001
TA23023
FMA7197
Daftar istilah anatomi

Lobus hati terbentuk dari sel parenkimal dan juga sel non-parenkimal.[3] Sel parenkimal pada hati disebut hepatosit, menempati sekitar 80% volume hati dan melakukan berbagai fungsi utama hati. Sebanyak 40% sel hati terdapat pada lobus sinusoidal. Hepatosit merupakan sel endodermal yang terstimulasi oleh jaringan mesenkimal secara terus-menerus pada saat embrio hingga berkembang menjadi sel parenkimal.[4] Selama masa tersebut, terjadi peningkatan transkripsi mRNA albumin sebagai stimulan proliferasi dan diferensiasi sel endodermal menjadi hepatosit.[5]

Lumen lobus terbentuk dari SEC dan ditempati oleh 3 jenis sel lain, seperti sel Kupffer, sel Ito, limfosit intrahepatik seperti sel pit. Sel non-parenkimal menempati sekitar 6,5% volume hati dan memproduksi berbagai substansi yang mengendalikan banyak fungsi hepatosit.

Filtrasi merupakan salah satu fungsi dari lumen-lobus sinusoidal yang memisahkan bagian permukaan hepatosit dari darah, SEC memiliki kapasitas endositosis yang sangat besar dengan berbagai ligan seperti glikoprotein, kompleks imun, transferin dan seruloplasmin. "SEC" juga berfungsi sebagai sel presenter antigen yang menyediakan ekspresi MHC I dan MHC II bagi sel T. Sekresi yang terjadi meliputi berbagai sitokina, eikosanoid seperti prostanoid dan leukotriena, endotelin-1, nitrogen monoksida dan beberapa komponen ECM.

Sel Ito berada pada jaringan perisinusoidal, merupakan sel dengan banyak vesikel lemak di dalam sitoplasma yang mengikat SEC sangat kuat hingga memberikan lapisan ganda pada lumen lobus sinusoidal. Saat hati berada pada kondisi normal, sel Ito menyimpan vitamin A guna mengendalikan kelenturan matriks ekstraselular yang dibentuk dengan SEC, yang juga merupakan kelenturan dari lumen sinusoid.

Sel Kupffer berada pada jaringan intrasinusoidal, merupakan makrofaga dengan kemampuan endositik dan fagositik yang mencengangkan. Sel Kupffer sehari-hari berinteraksi dengan material yang berasal saluran pencernaan yang mengandung larutan bakterial, dan mencegah aktivasi efek toksin senyawa tersebut ke dalam hati. Paparan larutan bakterial yang tinggi, terutama paparan LPS, membuat sel Kupffer melakukan sekresi berbagai sitokina yang memicu proses peradangan dan dapat mengakibatkan cedera pada hati. Sekresi antara lain meliputi spesi oksigen reaktif, eikosanoid, nitrogen monoksida, karbon monoksida, TNF-α, IL-10, sebagai respon dari sistem imun bawaan dalam fase infeksi primer.

Sel pit merupakan limfosit dengan granula besar, seperti sel NK yang bermukim di hati. Sel pit dapat menginduksi kematian seketika pada sel tumor tanpa bergantung pada ekspresi antigen pada kompleks histokompatibilitas utama. Aktivitas sel pit dapat ditingkatkan dengan stimulasi interferon-γ.

Selain itu, pada hati masih terdapat beberapa sel, diantaranya yaitu:

Sel punca

sunting

Selain hepatosit dan sel non-parenkimal, pada hati masih terdapat jenis sel lain yaitu sel intra-hepatik yang sering disebut sel oval,[6] dan hepatosit duktular.[7] Regenerasi hati setelah hepatektomi parsial, umumnya tidak melibatkan sel progenitor intra-hepatik dan sel punca ekstra-hepatik (hemopoietik), dan bergantung hanya kepada proliferasi hepatosit. Namun dalam kondisi saat proliferasi hepatosit terhambat atau tertunda, sel oval yang berada di area periportal akan mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi hepatosit dewasa.[6][8] Sel oval merupakan bentuk diferensiasi dari sel progenitor yang berada pada area portal dan periportal, atau kanal Hering,[9] dan hanya ditemukan saat hati mengalami cedera.[10] Proliferasi yang terjadi pada sel oval akan membentuk saluran ekskresi yang menghubungkan area parenkima tempat terjadinya kerusakan hati dengan saluran empedu. Epimorfin, sebuah morfogen yang banyak ditemukan berperan pada banyak organ epitelial, tampaknya juga berperan pada pembentukan saluran empedu oleh sel punca hepatik.[11] Setelah itu sel oval akan terdiferensiasi menjadi hepatosit duktular. Hepatosit duktular dianggap merupakan sel transisi yang terkait antara lain dengan:[12]

tergantung pada jenis gangguan yang menyerang hati.

Pada model tikus dengan 70% hepatektomi, dan induksi regenerasi hepatik dengan asetilaminofluorena-2, ditemukan bahwa sel punca yang berasal dari sumsum tulang belakang dapat terdiferensiasi menjadi hepatosit,[13][14] dengan mediasi hormon G-CSF sebagai kemokina dan mitogen.[15] Regenerasi juga dapat dipicu dengan D-galaktosamina.[16]

Sel imunologis

sunting

Hati juga berperan dalam sistem kekebalan dengan banyaknya sel imunologis pada sistem retikuendotelial yang berfungsi sebagai tapis antigen yang terbawa ke hati melalui sistem portal hati. Perpindahan fase infeksi dari fase primer menjadi fase akut, ditandai oleh hati dengan menurunkan sekresi albumin dan menaikkan sekresi fibrinogen. Fasa akut yang berkepanjangan akan berakibat pada simtoma hipoalbuminemia dan hiperfibrinogenemia.[17]

Pada saat hati cedera, sel darah putih akan distimulasi untuk bermigrasi menuju hati dan bersama dengan sel Kupffer mensekresi sitokina yang membuat modulasi perilaku sel Ito.[18] Sel TH1 memproduksi sitokina yang meningkatkan respon kekebalan seluler seperti IFN-gamma, TNF, dan IL-2. Sel TH2 sebaliknnya akan memproduksi sitokina yang meningkatkan respon kekebalan humoral seperti IL-4, IL-5, IL-6, IL-13 dan meningkatkan respon fibrosis. Sitokina yang disekresi oleh sel TH1 akan menghambat diferensiasi sel T menjadi sel TH2, sebaliknya sitokina sekresi TH2 akan menghambat proliferasi sel TH1. Oleh sebab itu respon kekebalan sering dikatakan terpolarisasi ke respon kekebalan seluler atau humoral, namun belum pernah keduanya.

Fungsi hati

sunting
 
Hati dilihat dari bagian atas

Berbagai jenis tugas yang dijalankan oleh hati, dilakukan oleh hepatosit. Hingga saat ini belum ditemukan organ lain atau organ buatan atau peralatan yang mampu menggantikan semua fungsi hati. Beberapa fungsi hati dapat digantikan dengan proses dialisis hati, namun teknologi ini masih terus dikembangkan untuk perawatan penderita gagal hati.

Sebagai kelenjar, hati menghasilkan:

Selain melakukan proses glikolisis dan siklus asam sitrat seperti sel pada umumnya, hati juga berperan dalam metabolisme karbohidrat yang lain:

dan pada lintasan katabolisme:

Hati juga mencadangkan beberapa substansi, selain glikogen:

Regenerasi sel hati

sunting

Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi merupakan suatu proses yang sangat penting agar hati dapat pulih dari kerusakan yang ditimbulkan dari proses detoksifikasi dan imunologis. Regenerasi tercapai dengan interaksi yang sangat kompleks antara sel yang terdapat dalam hati, antara lain hepatosit, sel Kupffer, sel endotelial sinusoidal, sel Ito dan sel punca; dengan organ ekstra-hepatik, seperti kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, pankreas, duodenum, hipotalamus.[22]

Hepatosit, adalah sel yang sangat unik. Potensi hepatosit untuk melakukan proliferasi, muncul pada saat-saat terjadi kehilangan massa sel,[23] yang disebut fase prima atau fase kompetensi replikatif[24] yang umumnya dipicu oleh sel Kupffer melalui sekresi sitokina IL-6 dan TNF-α. Pada fase ini, hepatosit memasuki siklus sel dari fase G0 ke fase G1.

TNF-α dapat memberikan efek proliferatif atau apoptotik, bergantung pada spesi oksigen reaktif dan glutathion, minimal 4 faktor transkripsi diaktivasi sebelum hepatosit masuk ke dalam fase proliferasi, yaitu NF-κB, STAT-3, AP-1 dan C/EBP-beta.[25]

Proliferasi hepatosit diinduksi oleh stimulasi sitokina HGF dan TGF-α, dan EGF[25] dengan dua lintasan. HGF, TGF-α, dan EGF merupakan faktor pertumbuhan yang berasal dari substrat serina dan protein logam[26] yang menginduksi sintesis DNA.[24] Lintasan pertama adalah lintasan IL-6/STAT-3 yang berperan dalam siklus sel melalui siklin D1/p21 dan perlindungan sel dengan peningkatan rasio FLIP, Bcl-2, Bcl-xL, Ref1, dan MnSOD. Lintasan kedua adalah lintasan PI3-K/PDK-1/Akt yang mengendalikan ukuran sel melalui molekul mTOR, selain sebagai zat anti-apoptosis dan antioksidan.

Hormon tri-iodotironina, selain menurunkan kadar kolesterol pada hati,[27] juga memiliki kapasitas dalam proliferasi hepatosit sebagai mitogen yang berperan pada siklin D1,[28] mempercepat konsumsi O2 oleh mitokondria dengan mengaktivasi transkripsi pada gen pernafasen hingga meningkatkan produksi spesi oksigen reaktif.[29] Sekresi ROS ke dalam sitoplasma hepatosit akan mengaktivasi faktor transkripsi NF-κB.[30] Pada sel Kupffer, ROS dalam sitoplasma, akan mengaktivasi sekresi sitokina TNF-α, IL-6 dan IL-1 untuk disekresi. Ikatan yang terjadi antara ketiga sitokina ini dengan hepatosit akan menginduksi ekspresi pencerap enzim antioksidan, seperti mangan superoksida dismutase, i-nitrogen monoksida sintase, protein anti-apoptosis Bcl-2, haptoglobin dan fibrinogen-β yang diperlukan hepatosit dalam proliferasi.[31] Stres oksidatif yang dapat ditimbulkan oleh ROS maupun kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh berbagai sitokina, dapat dilenyapkan dengan asupan tosoferol (100 mg/kg) atau senyawa penghambat gadolinium klorida (10 mg/kg) seperti yang dimiliki oleh sel Kupffer, sebelum stimulasi hormon tri-iodotironina,[32] sedangkan laju proliferasi hepatosit dikendalikan oleh kadar etanolamina sebagai faktor hepatotrofik humoral.[33]

Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi telah diketahui semenjak zaman Yunani kuno dari cerita mitos tentang seorang titan yang bernama Prometheus.[34] Kemampuan ini dapat sirna, hingga hepatosit tidak dapat masuk ke dalam siklus sel, walaupun kehilangan sebagian massanya, apabila terjadi fibrosis hati. Lintasan fibrosis yang tidak segera mendapat perawatan, lambat laun akan berkembang menjadi sirosis hati[35] dan mengharuskan penderitanya untuk menjalani transplantasi hati atau hepatektomi demi kelangsungan hidupnya.

Regenerasi hati setelah hepatektomi parsial merupakan proses yang sangat rumit di bawah pengaruh perubahan hemodinamika, modulasi sitokina, hormon faktor pertumbuhan dan aktivasi faktor transkripsi, yang mengarah pada proses mitosis. Hormon PRL yang disekresi oleh kelenjar hipofisis menginduksi respon hepatotrofik sebagai mitogen yang berperan dalam proses proliferasi dan diferensiasi.[36] PRL memberi pengaruh kepada peningkatan aktivitas faktor transkripsi yang berperan dalam proliferasi sel, seperti AP-1, c-Jun dan STAT-3; dan diferensiasi dan terpeliharanya metabolisme, seperti C/EBP-alfa, HNF-1, HNF-4 dan HNF-3. c-Jun merupakan salah satu protein penyusun AP-1.[37] Induksi NF-κB pada fase ini diperlukan untuk mencegah apoptosis dan memicu derap siklus sel yang wajar.[38] Pada masa ini, peran retinil asetat menjadi sangat vital, karena fungsinya yang menambah massa DNA dan protein yang dikandungnya.[39]

Penyakit pada hati

sunting

Hati merupakan organ yang menopang kelangsungan hidup hampir seluruh organ lain di dalam tubuh. Oleh karena lokasi yang sangat strategis dan fungsi multi-dimensional, hati menjadi sangat rentan terhadap datangnya berbagai penyakit. Hati akan merespons berbagai penyakit tersebut dengan meradang, yang disebut hepatitis

Sering kali hepatitis dimulai dengan reaksi radang patobiokimiawi yang disebut fibrosis hati,[40] dengan simtoma paraklinis berupa peningkatan rasio plasma laminin, sebuah glikoprotein yang disekresi sel Ito, asam hialuronat dan sejenis aminopeptida yaitu prokolagen tipe III,[41] dan CEA.[42] Fibrosis hati dapat disebabkan oleh rendahnya rasio plasma HGF,[43][44] atau karena infeksi viral, seperti hepatitis B, patogen yang disebabkan oleh infeksi akut sejenis virus DNA yang memiliki fokus infeksi berupa templat transkripsi yang disebut cccDNA yang termetilasi,[45] atau hepatitis C, patogen serupa hepatitis B yang disebabkan oleh infeksi virus RNA dengan fokus infeksi berupa metilasi DNA, terutama melalui mekanisme ekspresi genetik berkas GADD45B, sehingga mengakibatkan siklus sel hepatosit menjadi tersendat-sendat.[46][47]

Fibrosis hati memerlukan penangan sedini mungkin, seperti pada model tikus, stimulasi proliferasi hepatosit akan meluruhkan fokus infeksi virus hepatitis B,[48] sebelum berkembang menjadi sirosis hati atau karsinoma hepatoselular. Setelah terjadi kanker hati, senyawa siklosporina yang memiliki potensi untuk memicu proliferasi hepatosit, justru akan mempercepat perkembangan sel kanker,[49] oleh karena sel kanker mengalami hiperplasia hepatik, yaitu proliferasi yang tidak disertai aktivasi faktor transkripsi genetik. Hal ini dapat diinduksi dengan stimulasi timbal nitrat (LN, 100 mikromol/kg), siproteron asetat (CPA, 60 mg/kg), dan nafenopin (NAF, 200 mg/kg).[50]

Hepatitis juga dapat dimulai dengan defisiensi mitokondria di dalam hepatosit, yang disebut steatohepatitis. Disfungsi mitokondria akan berdampak pada homeostasis senyawa lipid dan peningkatan rasio spesi oksigen reaktif yang menginduksi TNF-α.[51] Hal ini akan berlanjut pada pengendapan lemak, stres oksidatif dan peroksidasi lipid,[52] serta membuat mitokondria menjadi rentan terhadap kematian oleh nekrosis akibat rendahnya rasio ATP dalam matrik mitokondria, atau oleh apoptosis melalui pembentukan apoptosom dan peningkatan permeabilitas membran mitokondria dengan mekanisme Fas/TNF-α. Permintaan energi yang tinggi pada kondisi ini menyebabkan mitokondria tidak dapat memulihkan cadangan ATP hingga dapat memicu sirosis hati,[52] sedangkan peroksidasi lipid akan menyebabkan kerusakan pada DNA mitokondria dan membran mitokondria sisi dalam yang disebut sardiolipin, dengan peningkatan laju oksidasi-beta asam lemak, akan terjadi akumulasi elektron pada respiratory chain kompleks I dan III yang menurunkan kadar antioksidan.[51]

Sel hepatosit apoptotik akan dicerna oleh sel Ito menjadi fibrinogen dengan reaksi fibrogenesis setelah diaktivasi oleh produk dari peroksidasi lipid dan rasio leptin yang tinggi. Apoptosis kronis kemudian dikompensasi dengan peningkatan laju proliferasi hepatosit, disertai DNA yang rusak oleh disfungsi mitokondria, dan menyebabkan mutasi genetik dan kanker.

Pada model tikus, melatonin merupakan senyawa yang menurunkan fibrosis hati,[53] sedang pada model kelinci, kurkumin merupakan senyawa organik yang menurunkan paraklinis steatohepatitis,[54] sedang hormon serotonin[55] dan kurangnya asupan metionina dan kolina[56] memberikan efek sebaliknya dengan resistansi adiponektin.[57]

Disfungsi mitokondria juga ditemukan pada seluruh patogenesis hati, dari kasus radang hingga kanker dan transplantasi.[58] Pada kolestasis kronik, asam ursodeoksikolat bersama dengan GSH bersinergis sebagai antioksidan yang melindungi sardiolipin dan fosfatidil serina hingga mencegah terjadinya sirosis hati.[59]

Pengaruh alkohol

sunting

Alkohol dikenal memiliki fungsi immunosupresif terhadap sistem kekebalan tubuh, termasuk meredam ekspresi kluster diferensiasi CD4+ dan CD8+ yang diperlukan dalam pertahanan hati terhadap infeksi viral, terutama HCV.[60] Alkohol juga meredam rasio kemokina IFN pada lintasan transduksi sinyal seluler, selain meningkatkan risiko terjadinya fibrosis.[61]

Banyak lintasan metabolisme memberikan kontribusi terhadap alkohol untuk menginduksi stres oksidatif.[62] Salah satu lintasan metabolisme yang sering diaktivasi oleh etanol adalah induksi enzim sitokrom P450 2E1. Enzim ini menimbulkan spesi oksigen reaktif seperti radikal anion superoksida dan hidrogen peroksida, serta mengaktivasi subtrat toksik termasuk etanol menjadi produk yang lebih reaktif dan toksik. Sel dendritik tampaknya merupakan sel yang paling terpengaruh oleh kandungan etanol di dalam alkohol. Pada percobaan menggunakan model tikus, etanol meningkatkan rasio plasma IL-1β, IL-6, IL-8, TNF-α, AST, ALT, ADH, γ-GT, TG, MDA dan meredam rasio IL-10, GSH,[63] faktor transkripsi NF-κB dan AP-1.[64]

Pengaruh alkaloid

sunting

Kopi, salah satu kompleks senyawa alkaloid dari golongan purina xantina dengan asam klorogenat dan lignan,[65] pada studi epidemiologis, disimpulkan sebagai salah satu faktor penurun risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2,[66][67] penyakit Parkinson, sirosis hati dan karsinoma hepatoselular,[68] dan perbaikan toleransi glukosa.[65] Konsumsi kopi secara kronis terbukti tidak menyebabkan tekanan darah tinggi namun secara akut mengakibatkan peningkatan tekanan darah sementara dalam selang waktu singkat,[69] dan plasma homosisteina[68] sehingga dapat menjadi ancaman bagi penderita gangguan kardiovaskular.[66]

Konsumsi kopi secara teratur dapat menurunkan rasio enzim ALT serta aktivitas enzimatik pada lintasan metabolisme hati,[70] yang sering disebabkan oleh[71] infeksi viral, induksi obat-obatan, keracunan, kondisi iskemik, steatosis (akibat alkohol, diabetes, obesitas), penyakit otoimun,[72] dan resistansi insulin, sindrom metabolisme,[73] dan kelebihan zat besi.[74] Selain ALT, kopi juga menurunkan enzim hati yang lain, yaitu gamma-GT dan alkalina fosfatase.[75] dan memberikan efek antioksidan dan detoksifikasi fase II oleh karena senyawa diterpena, kafestol dan kahweol,[76] sehingga mencegah terjadinya proses karsinogenesis.[77][78] Proses tersebut disertai dengan gamma-GT sebagai indikator utama.[79]

Pengaruh kegemukan, trigeliserida tinggi dan diabetes

sunting

Kegemukan, trigliserida tinggi (hipertrigliseridemia) dan diabetes dapat menyebabkan pelemakan hati dan kalau dibiarkan akan menjadi sirosis hati. 10-15 orang dari 100 orang dengan pelemakan hati dapat menderita sirosis, sedangkan 30 orang dari 100 orang dengan peradangan hati kronis akibat virus (biasanya Hepatitis B) dapat menderita sirosis. Pelemakan hati dapat diperiksa di laboratorium klinik menggunakan tes bio kimia atau secara visual menggunakan USG.[80]

Transplantasi hati

sunting

Teknologi transplantasi hati merupakan hasil yang dikembangkan dari penelitian pada beberapa bidang studi kedokteran. Pada tahun 1953, Billingham, Brent, dan Medawar menemukan bahwa toleransi kimerisme[81] dapat diinduksi oleh infus sel hematolimfopoietik donor pada model tikus.[82]

Pada tahun 1958 studi canine mengembangkan suatu teori mengenai molekul hepatotrofik pada portal pembuluh balik pada hati dan menemukan hormon insulin sebagai faktor hepatotrofik utama dari beberapa faktor lain yang ada.[83] Pada saat yang hampir bersamaan teori mengenai transplantasi multiviseral dan hati juga berkembang dari studi imunosupresi yang mempelajari algoritme empiris dari pengenalan pola dan respon terapis. Pada awal 1960, dibuktikan bahwa canine dan allograft manusia memiliki toleransi kimersime yang dapat terinduksi otomatis dengan bantuan imunosupresi, hingga pada akhir 1962 disimpulkan dengan keliru, bahwa transplantasi melibatkan dua sistem kekebalan yang berbeda. Konsekuensi kesimpulan tersebut menjadi dogma bahwa tolerogenisitas hati, pada dasarnya, berbeda, tidak hanya dengan sumsum tulang belakang, tetapi dengan seluruh organ tubuh yang lain.[82] Kekeliruan ini tidak terkoreksi dengan baik hingga tahun 1990.[81]

Transplantasi hati yang pertama dilakukan di Denver pada tahun 1963,[84] keberhasilan pertama tercatat pada tahun 1967 dengan azatioprina, prednison dan globulin anti-limfoid, oleh Thomas E. Starzl dari Amerika Serikat, disusul oleh keberhasilan transplantasi sumsum tulang belakang manusia pada tahun 1968.[81] Rentang waktu antara 1967 hingga 1979 mencatat 84 kali transplantasi hati pada anak dengan 30% daya tahan hidup hingga 2 tahun.[84]

Perkembangan studi imunosupresi kemudian memberikan perbaikan dan harapan hidup lebih panjang bagi pasien, antara lain dengan pergantian azatioprina dengan siklosporina pada tahun 1979, lalu tergantikan dengan takrolimus pada tahun 1989.[83]

Pada tahun 1992, dikembangkan teori mikrokimerisme leukosit donor[85] dengan cakupan donor dari silsilah berlainan, yang memberikan harapan hidup yang sangat panjang bagi penerima donor organ, setelah diketahui hubungan antara aspek imunologis dari transplantasi, infeksi, toleransi oleh sumsum tulang belakang, neoplasma dan kelainan otoimun, yang disebut sebagai mekanisme seminal. Respon kekebalan dan toleransi kekebalan antara organ donor dan tubuh ditemukan merupakan fungsi dari migrasi dan lokalisasi leukosit.[82] Salah satu temuan adalah aktivasi sistem kekebalan turunan oleh sel NK dan interferon-γ segera setelah transplantasi selesai dilakukan.[86] Pada model tikus, sel hepatosit donor ditemukan bersifat sangat antigenik sehingga memicu respon penolakan, yang dapat dilakukan secara mandiri atau bersama-sama antara sel T CD4 dan sel T CD8.[87]

Untuk itu diperlukan terapi imunosupresif yang intensif sebelum transplantasi dilakukan, yang disebut preparative regimen atau conditioning untuk mencegah penolakan organ donor oleh sistem kekebalan inang.[88] Terapi imunosupresif tersebut ditujukan untuk menekan sel T dan sel NK inang guna memberikan ruang di dalam sumsum tulang belakang untuk transplantasi sel punca hematopoietik dari organ donor melalui terapi mielosupresif, untuk keseimbangan repopulasi sel donor dengan sel hasil diferensiasi dari sel punca inang.

Dewasa ini, transplantasi hati dilakukan hanya pada saat hati telah memasuki jenjang akhir suatu penyakit, atau telah terjadi disfungsi akut yang disebut fulminant hepatic failure. Kasus transplantasi hati pada manusia umumnya disebabkan oleh sirosis hati akibat dari hepatitis C kronis, ketergantungan alkohol, hepatitis otoimun dll.

Teknik umum yang digunakan adalah transplantasi ortotopik, yaitu penempatan organ donor pada posisi anatomik yang sama dengan posisi awal organ sebelumnya. Transplantasi hati berpotensi dapat diterapkan, hanya jika penerima organ donor tidak memiliki kondisi lain yang memberatkan, seperti kanker metastatis di luar organ hati, ketergantungan pada obat-obatan atau alkohol. Beberapa ahli berpedoman pada kriteria Milan untuk seleksi pasien transplantasi hati.

Organ donor, disebut allograft, biasanya berasal dari manusia lain yang baru saja meninggal dunia akibat cedera otak traumatik (kadaverik). Teknik transplantasi lain menggunakan organ manusia yang masih hidup, operasi hepatektomi mengangkat 20% hati pada segmen Coinaud 2 dan 3 dari orang dewasa untuk didonorkan kepada seorang anak, pada tahun 1989.

Referensi

sunting
  1. ^ Physiology at MCG 6/6ch2/s6ch2_30
  2. ^ https://web.archive.org/web/20150626110554/http://www.cancer.ca/en/cancer-information/cancer-type/liver/anatomy-and-physiology/?region=on
  3. ^ (Inggris) "Cooperation of liver cells in health and disease". Medical University of Gdansk, Department of Histology and Immunology; Kmieć Z. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-04-13. Diakses tanggal 2010-07-30. 
  4. ^ (Inggris) "An experimental analysis of liver development". Douarin NM. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-02. Diakses tanggal 2010-10-11. 
  5. ^ (Inggris) "Hepatocyte differentiation initiates during endodermal-mesenchymal interactions prior to liver formation". Section of Biochemistry, Brown University; Cascio S, Zaret KS. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2010-10-11. 
  6. ^ a b (Inggris) "The role of hepatocytes and oval cells in liver regeneration and repopulation". Department of Pathology, University of Washington; Fausto N, Campbell JS. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  7. ^ (Inggris) "Ductular hepatocytes". Medical College of Virginia, Virginia Commonwealth University; Sirica AE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  8. ^ (Inggris) "Stem cells, cell transplantation and liver repopulation". Marion Bessin Liver Research Center, Division of Hepatology, Department of Medicine, Albert Einstein College of Medicine of Yeshiva University; Oertel M, Shafritz DA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-08-13. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  9. ^ (Inggris) "Hepatic progenitor cells, stem cells, and AFP expression in models of liver injury". Division of Radiooncology, Deutsches Krebsforschungszentrum; Kuhlmann WD, Peschke P. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-08-05. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  10. ^ (Inggris) "Hepatic stem cells: a review". Department of Anatomical Pathology, University of Cape Town; Vessey CJ, de la Hall PM. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  11. ^ (Inggris) "Epimorphin regulates bile duct formation via effects on mitosis orientation in rat liver epithelial stem-like cells". Stem Cell and Regenerative Medicine Lab, Beijing Institute of Transfusion Medicine; Zhou J, Zhao L, Qin L, Wang J, Jia Y, Yao H, Sang C, Hu Q, Shi S, Nan X, Yue W, Zhuang F, Yang C, Wang Y, Pei X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-16. Diakses tanggal 2010-10-11. 
  12. ^ (Inggris) "Ductular hepatocytes". Medical College of Virginia, Virginia Commonwealth University; Sirica AE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  13. ^ (Inggris) "Bone marrow-derived hepatic oval cells differentiate into hepatocytes in 2-acetylaminofluorene/partial hepatectomy-induced liver regeneration". Department of Pathology, Immunology and Laboratory Medicine, University of Florida College of Medicine,; Oh SH, Witek RP, Bae SH, Zheng D, Jung Y, Piscaglia AC, Petersen BE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  14. ^ (Inggris) "Bone marrow as a potential source of hepatic oval cells". Department of Pathology, School of Medicine, University of Pittsburgh; Petersen BE, Bowen WC, Patrene KD, Mars WM, Sullivan AK, Murase N, Boggs SS, Greenberger JS, Goff JP. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-15. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  15. ^ (Inggris) "Granulocyte-colony stimulating factor promotes liver repair and induces oval cell migration and proliferation in rats". Department of Pathology, Immunology and Laboratory Medicine, College of Medicine, University of Florida; Piscaglia AC, Shupe TD, Oh SH, Gasbarrini A, Petersen BE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  16. ^ (Inggris) "Activation, proliferation, and differentiation of progenitor cells into hepatocytes in the D-galactosamine model of liver regeneration". Marion Bessin Liver Research Center, Albert Einstein College of Medicine; Dabeva MD, Shafritz DA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-07. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  17. ^ (Inggris) "The effect of prednisolone and a protein-deficient diet on plasma albumin and fibrinogen in a turpentine-induced acute-phase reaction in rats". Department of Internal Medicine, University of Berne; Ballmer PE, Studer H. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-02. Diakses tanggal 2010-08-02. 
  18. ^ (Inggris) "Hepatic Stellate Cell in Fibrosis: Stellate Cell Activation". Division of Liver Diseases, Mount Sinai School of Medicine; Scott L. Friedman. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-17. Diakses tanggal 2010-10-16. 
  19. ^ (Inggris) "Insulin Action in Hyperthyroidism: A Focus on Muscle and Adipose Tissue". Hellenic National Center for Research, Prevention, and Treatment of Diabetes Mellitus and Its Complications, et al; Mitrou P, Raptis SA, Dimitriadis G. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-03. Diakses tanggal 2010-08-07. 
  20. ^ (Inggris) "Glucagon deficiency reduces hepatic glucose production and improves glucose tolerance in adult mice". Department of Pathology and Laboratory Medicine, Children's Hospital of Philadelphia; Hancock AS, Du A, Liu J, Miller M, May CL. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-02. Diakses tanggal 2010-08-07. 
  21. ^ (Inggris) "Hypothalamic integration of portal glucose signals and control of food intake and insulin sensitivity". Inserm U855, Institut national de la santé et de la recherche médicale, faculté de médecine Laennec; Delaere F, Magnan C, Mithieux G. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-04. Diakses tanggal 2010-08-07. 
  22. ^ (Inggris) "Molecular mechanisms of liver regeneration and protection for treatment of liver dysfunction and diseases". Department of General Surgery, Hokkaido University School of Medicine; Fujiyoshi M, Ozaki M. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-17. Diakses tanggal 2010-07-30. 
  23. ^ (Inggris) "The role of cytokines in liver failure and regeneration: potential new molecular therapies". The Goldyne Savad Institute for Gene Therapy, Hadassah Hebrew University Hospital,; Galun E, Axelrod JH. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-07. Diakses tanggal 2010-07-30. 
  24. ^ a b (Inggris) "Liver regeneration. 2. Role of growth factors and cytokines in hepatic regeneration". Department of Pathology and Laboratory Medicine, Brown University,; Fausto N, Laird AD, Webber EM. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-16. Diakses tanggal 2010-07-30. 
  25. ^ a b (Inggris) "Liver regeneration". Department of Pathology, University of Washington School of Medicine; Fausto N. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-05. Diakses tanggal 2010-07-30. 
  26. ^ (Inggris) "A molecular view of liver regeneration". Department of Pathology, FMRP, USP, Brazil.; Tarlá MR, Ramalho FS, Ramalho LN, Silva Tde C, Brandão DF, Ferreira J, Silva Ode C, Zucoloto S. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-17. Diakses tanggal 2010-07-30. 
  27. ^ (Inggris) "Regulation of thyroid hormone activation via the liver X-receptor/retinoid X-receptor pathway". Human and Natural Sciences Center, Federal University of ABC; Christoffolete MA, Doleschall M, Egri P, Liposits Z, Zavacki AM, Bianco AC, Gereben B. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-05-05. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  28. ^ (Inggris) "Triiodothyronine stimulates hepatocyte proliferation in two models of impaired liver regeneration". Department of Toxicology, Oncology and Molecular Pathology Unit, University of Cagliari,; Columbano A, Simbula M, Pibiri M, Perra A, Deidda M, Locker J, Pisanu A, Uccheddu A, Ledda-Columbano GM. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  29. ^ (Inggris) "Hormetic responses of thyroid hormone calorigenesis in the liver: Association with oxidative stress". Molecular and Clinical Pharmacology Program, Institute of Biomedical Sciences, Faculty of Medicine, University of Chile; Videla LA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2010-08-19. 
  30. ^ (Inggris) "Thyroid hormone-induced oxidative stress triggers nuclear factor-kappaB activation and cytokine gene expression in rat liver". Programa de Farmacologíca Molecular y Clínica, Instituto de Ciencias Biomédicas, Universidad de Chile; Tapia G, Fernández V, Varela P, Cornejo P, Guerrero J, Videla LA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-16. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  31. ^ (Inggris) "Hormetic responses of thyroid hormone calorigenesis in the liver: Association with oxidative stress". Molecular and Clinical Pharmacology Program, Institute of Biomedical Sciences, Faculty of Medicine, University of Chile; Videla LA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  32. ^ (Inggris) "Redox regulation of thyroid hormone-induced Kupffer cell-dependent IkappaB-alpha phosphorylation in relation to inducible nitric oxide synthase expression". Molecular and Clinical Pharmacology Program, Institute of Biomedical Sciences, Faculty of Medicine, University of Chile; Fernández V, Tapia G, Varela P, Videla LA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-01. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  33. ^ (Inggris) "Ethanolamine modulates the rate of rat hepatocyte proliferation in vitro and in vivo". Meiji Institute of Health Sciences; Sasaki H, Kume H, Nemoto A, Narisawa S, Takahashi N. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-01. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  34. ^ (Inggris) "The myth of Prometheus and the liver". Department of Pathology, East Orange Veterans Affairs Medical Center; T S Chen dan P S Chen. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-11-11. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  35. ^ (Inggris) "Reversal of liver fibrosis". Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology at King Fahad Hospital of the University; Ismail MH, Pinzani M. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-08-27. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  36. ^ (Inggris) "Prolactin's role in the early stages of liver regeneration in rats". Departamento de Biología Molecular, Facultad de Ciencias C-V, Universidad Autónoma de Madrid; Olazabal IM, Muñoz JA, Rodríguez-Navas C, Alvarez L, Delgado-Baeza E, García-Ruiz JP. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-02-17. Diakses tanggal 2010-08-04. 
  37. ^ (Inggris) "Signal transduction during liver regeneration". Department of Medicine, University of North Carolina at Chapel Hill; Brenner DA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-09-17. Diakses tanggal 2010-08-04. 
  38. ^ (Inggris) "NFkappaB prevents apoptosis and liver dysfunction during liver regeneration". Department of Medicine, The University of North Carolina at Chapel Hill,; Iimuro Y, Nishiura T, Hellerbrand C, Behrns KE, Schoonhoven R, Grisham JW, Brenner DA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-16. Diakses tanggal 2010-08-04. 
  39. ^ (Inggris) "Effect of Depletion of Vitamin A, followed by Supplementation with Retinyl Acetate or Retinoic Acid, on Regeneration of Rat Liver" (PDF). Department of Biochemistry, Indian Institute of Science; M. JAYARAM, K. SARADA dan J. GANGULY. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-11-04. Diakses tanggal 2010-12-08. Although the rates of increase in the DNA and protein contents reflected the rates of regeneration in all the groups, the RNA values followed a rather different pattern, in that they showed a striking increase immediately after supplementation with retinyl acetate (after the surgery), 
  40. ^ (Inggris) "Non-invasive assessment of liver fibrosis in chronic liver diseases: Implementation in clinical practice and decisional algorithms". Department of Digestive Diseases, Hepatology and Clinical Nutrition, Dell’Angelo Hospital; Giada Sebastiani. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-28. Diakses tanggal 2010-10-09. Formation and accumulation of fibrosis in the liver is the common pathway that leads to an evolutive liver disease 
  41. ^ (Inggris) "Biochemical markers of hepatic fibrosis". Department of Clinical Biochemistry, University of Padova; Plebani M, Burlina A. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2010-08-02. 
  42. ^ (Inggris) "Evaluation of the behavior of carcinoembryonic antigen in cirrhotic patients". Service of Internal Medicine, Hospital de Galdacano; Collazos J, Genollà J, Ruibal A. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-15. Diakses tanggal 2010-08-02. 
  43. ^ (Inggris) "Hepatocyte growth factor: a regenerative drug for acute hepatitis and liver cirrhosis". Division of Molecular Regenerative Medicine, Department of Biochemistry and Molecular Biology, Osaka University Graduate School of Medicine; Mizuno S, Nakamura T. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-11. Diakses tanggal 2010-07-28. 
  44. ^ (Inggris) "Growth inhibition and apoptosis in liver myofibroblasts promoted by hepatocyte growth factor leads to resolution from liver cirrhosis". Division of Molecular Regenerative Medicine, Course of Advanced Medicine, Osaka University Graduate School of Medicine; Kim WH, Matsumoto K, Bessho K, Nakamura T. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-01. Diakses tanggal 2010-07-28. 
  45. ^ (Inggris) "Evidence that methylation of hepatitis B virus covalently closed circular DNA in liver tissues of patients with chronic hepatitis B modulates HBV replication". State Key Laboratory of Cancer Biology, Department of Pharmacogenomics, School of Pharmacy, The Fourth Military Medical University; Guo Y, Li Y, Mu S, Zhang J, Yan Z. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-07. Diakses tanggal 2010-08-02. 
  46. ^ (Inggris) "Downregulation of Gadd45beta expression by hepatitis C virus leads to defective cell cycle arrest". Institut National de la Santé et de la Recherche Médicale U955; Higgs MR, Lerat H, Pawlotsky JM. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-15. Diakses tanggal 2010-08-02. 
  47. ^ (Inggris) "Hypermethylation of growth arrest DNA damage-inducible gene 45 beta promoter in human hepatocellular carcinoma". Department of Medical Oncology and Therapeutic Research, City of Hope National Medical Center; Qiu W, Zhou B, Zou H, Liu X, Chu PG, Lopez R, Shih J, Chung C, Yen Y. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-02-22. Diakses tanggal 2010-08-02. 
  48. ^ (Inggris) "In vivo proliferation of hepadnavirus-infected hepatocytes induces loss of covalently closed circular DNA in mice". Department of Medicine, University Medical Center Hamburg-Eppendorf,; Lutgehetmann M, Volz T, Köpke A, Broja T, Tigges E, Lohse AW, Fuchs E, Murray JM, Petersen J, Dandri M. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-23. Diakses tanggal 2010-08-02. 
  49. ^ (Inggris) "Cyclosporine stimulates hepatocyte proliferation and accelerates development of hepatocellular carcinomas in rats". Department of Pathology, University of Pittsburgh School of Medicine,; Masuhara M, Ogasawara H, Katyal SL, Nakamura T, Shinozuka H. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-15. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  50. ^ (Inggris) "Liver cell proliferation induced by nafenopin and cyproterone acetate is not associated with increases in activation of transcription factors NF-kappaB and AP-1 or with expression of tumor necrosis factor alpha". Dipartimento di Biochimica, Università di Verona; Menegazzi M, Carcereri-De Prati A, Suzuki H, Shinozuka H, Pibiri M, Piga R, Columbano A, Ledda-Columbano GM. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2010-08-01. 
  51. ^ a b (Inggris) "Mitochondrial injury in steatohepatitis". Institut National de la Santé et de la Recherche Médicale (INSERM) Unité 481, Faculté de Médecine Xavier Bichat; Pessayre D, Fromenty B, Mansouri A. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-07-17. Diakses tanggal 2010-08-05. 
  52. ^ a b (Inggris) "Mitochondrial involvement in non-alcoholic steatohepatitis". Department of Medical and Occupational Sciences, University of Foggia; Serviddio G, Sastre J, Bellanti F, Viña J, Vendemiale G, Altomare E. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-22. Diakses tanggal 2010-08-05. 
  53. ^ (Inggris) "Melatonin ameliorates experimental hepatic fibrosis induced by carbon tetrachloride in rats". Department of Geriatrics Medicine, The First Affiliated Hospital of Anhui Medical University; Hong RT, Xu JM, Mei Q. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-16. Diakses tanggal 2010-08-05. 
  54. ^ (Inggris) "Curcumin ameliorates rabbits's steatohepatitis via respiratory chain, oxidative stress, and TNF-alpha". Department of Biochemistry and Molecular Biology II, 18071 University of Granada; Ramirez-Tortosa MC, Ramirez-Tortosa CL, Mesa MD, Granados S, Gil A, Quiles JL. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-07. Diakses tanggal 2010-08-05. 
  55. ^ (Inggris) "Serotonin mediates oxidative stress and mitochondrial toxicity in a murine model of nonalcoholic steatohepatitis". Swiss Hepato-Pancreato-Biliary Center, Department of Visceral and Transplantation Surgery, University Hospital Zurich; Nocito A, Dahm F, Jochum W, Jang JH, Georgiev P, Bader M, Renner EL, Clavien PA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2010-08-05. 
  56. ^ (Inggris) "Pentoxifylline attenuates steatohepatitis induced by the methionine choline deficient diet". Department of Medicine, Division of Hepatology, Feinberg School of Medicine, Northwestern University; Koppe SW, Sahai A, Malladi P, Whitington PF, Green RM. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-03. Diakses tanggal 2010-08-05. 
  57. ^ (Inggris) "MCD-induced steatohepatitis is associated with hepatic adiponectin resistance and adipogenic transformation of hepatocytes". ANU Medical School, Australian National University at The Canberra Hospital,; Larter CZ, Yeh MM, Williams J, Bell-Anderson KS, Farrell GC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-15. Diakses tanggal 2010-08-05. 
  58. ^ (Inggris) "Targeting Mitochondria: A New Promising Approach for the Treatment of Liver Diseases". Centre for the Study of Liver Diseases, Department of Medical and Occupational Sciences; Serviddio G, Bellanti F, Sastre J, Vendemiale G, Altomare E. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2010-08-05. 
  59. ^ (Inggris) "Ursodeoxycholic acid protects against secondary biliary cirrhosis in rats by preventing mitochondrial oxidative stress". Department of Medical and Occupational Sciences, University of Foggia; Serviddio G, Pereda J, Pallardó FV, Carretero J, Borras C, Cutrin J, Vendemiale G, Poli G, Viña J, Sastre J. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-01. Diakses tanggal 2010-08-05. 
  60. ^ (Inggris) "Hepatitis C Virus and Alcohol". Warren Alpert Medical School of Brown University; Larry Siu, Julie Foont, dan Jack R. Wands. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-28. Diakses tanggal 2010-10-09. 
  61. ^ (Inggris) "Hazardous drinking is associated with elevated aspartate aminotransferase to platelet ratio index in an urban HIV clinical cohort". Department of Medicine, Johns Hopkins University School of Medicine, Department of Epidemiology, Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health; Amina A. Chaudhry, Mark S. Sulkowski, Geetanjali Chander, dan Richard D. Moore. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-27. Diakses tanggal 2010-10-09. 
  62. ^ (Inggris) "CYP2E1 and Oxidative Liver Injury by Alcohol". Department of Pharmacology and Systems Therapeutics, Mount Sinai School of Medicine; Yongke Lu dan Arthur I. Cederbaum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-17. Diakses tanggal 2010-10-13. 
  63. ^ (Inggris) "Protective effects of quercetin on liver injury induced by ethanol". Institute of Medicinal Plant Development, Chinese Academy of Medical Sciences, Peking Union Medical College; Xi Chen. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-28. Diakses tanggal 2010-10-11. 
  64. ^ (Inggris) "Ethanol prevents development of destructive arthritis". Department of Rheumatology and Inflammation Research, Center for Bone Research at the Sahlgrenska Academy, Göteborg University, Section for Medical Inflammation Research, Lund University; Ing-Marie Jonsson, Margareta Verdrengh, Mikael Brisslert, Sofia Lindblad, Maria Bokarewa, Ulrika Islander, Hans Carlsten, Claes Ohlsson, Kutty Selva Nandakumar, Rikard Holmdahl, dan Andrej Tarkowski. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-27. Diakses tanggal 2010-10-11. 
  65. ^ a b (Inggris) "Coffee and type 2 diabetes: from beans to beta-cells". Department of Nutrition, Harvard School of Public Health; van Dam RM. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-07-21. Diakses tanggal 2010-10-12. 
  66. ^ a b (Inggris) "Coffee, diabetes, and weight control". Department of Health and Nutrition Sciences, Brooklyn College, City University of New York; Greenberg JA, Boozer CN, Geliebter A. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-07-06. Diakses tanggal 2010-10-12. 
  67. ^ (Inggris) "Coffee consumption and risk for type 2 diabetes mellitus". Harvard School of Public Health, Channing Laboratory, Harvard Medical School, and Brigham and Women's Hospital; Salazar-Martinez E, Willett WC, Ascherio A, Manson JE, Leitzmann MF, Stampfer MJ, Hu FB. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-09-12. Diakses tanggal 2010-10-12. 
  68. ^ a b (Inggris) "Coffee and health: a review of recent human research". Linus Pauling Institute, Oregon State University; Higdon JV, Frei B. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-09-12. Diakses tanggal 2010-10-12. 
  69. ^ (Inggris) "Coffee and coronary heart disease: a review". Department of Medicine, University of Tennessee; Rosmarin PC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2010-10-12. 
  70. ^ (Inggris) "Coffee: good, bad, or just fun? A critical review of coffee's effects on liver enzymes". Division of Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition, Loyola University Medical Center; Homan DJ, Mobarhan S. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-08-08. Diakses tanggal 2010-10-13. 
  71. ^ (Inggris) "[Increase of aminotransferases]". Clinique médicale, CHU de Rouen; Trivalle C, Chassagne P, Doucet J, Perol MB, Landrin I, Manchon ND, Bourreille J, Bercoff E. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-03. Diakses tanggal 2010-10-13. 
  72. ^ (Inggris) "[Interpretation of hypertransaminasemia]". Service de médecine interne Hôpital Principal d'Instruction de Tunis; Othmani S, Bahri M, Bahri M. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-14. Diakses tanggal 2010-10-13. 
  73. ^ (Inggris) "Contribution of metabolic factors to alanine aminotransferase activity in persons with other causes of liver disease". Gastroenterology, Metabolism, Endocrinology and Nutrition, Department of Medicine, Veterans Affairs Puget Sound Health Care System; Ioannou GN, Weiss NS, Boyko EJ, Kahn SE, Lee SP. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-14. Diakses tanggal 2010-10-13. 
  74. ^ (Inggris) "Coffee and caffeine consumption reduce the risk of elevated serum alanine aminotransferase activity in the United States". Social & Scientific Systems Inc.,; Ruhl CE, Everhart JE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-01. Diakses tanggal 2010-10-13. 
  75. ^ (Inggris) "Unexpected effects of coffee consumption on liver enzymes". Istituto di Medicina Clinica, Università di Padova; Casiglia E, Spolaore P, Ginocchio G, Ambrosio GB. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-16. Diakses tanggal 2010-10-13. 
  76. ^ (Inggris) "Induction of cancer chemopreventive enzymes by coffee is mediated by transcription factor Nrf2. Evidence that the coffee-specific diterpenes cafestol and kahweol confer protection against acrolein". Biomedical Research Centre, Ninewells Hospital and Medical School, University of Dundee; Higgins LG, Cavin C, Itoh K, Yamamoto M, Hayes JD. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-03. Diakses tanggal 2010-10-13. 
  77. ^ (Inggris) "The multifaceted mechanisms for coffee's anti-tumorigenic effect on liver". Department of Hepatobiliary Surgery, Xijing Hospital, Fourth Military Medical University; Tao KS, Wang W, Wang L, Cao DY, Li YQ, Wu SX, Dou KF. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2010-10-13. 
  78. ^ (Inggris) "Influence of coffee drinking on subsequent risk of hepatocellular carcinoma: a prospective study in Japan". Epidemiology and Prevention Division, Research Center for Cancer Prevention and Screening, National Cancer Center; Inoue M, Yoshimi I, Sobue T, Tsugane S; JPHC Study Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-15. Diakses tanggal 2010-10-13. 
  79. ^ (Inggris) "Joint effects of coffee consumption and serum gamma-glutamyltransferase on the risk of liver cancer". Department of Public Health, University of Helsinki; Hu G, Tuomilehto J, Pukkala E, Hakulinen T, Antikainen R, Vartiainen E, Jousilahti P. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-01. Diakses tanggal 2010-10-13. 
  80. ^ Andy Pribadi (21 Juli 2014). "Waspadai Perlemakan Hati". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-28. Diakses tanggal 2014-07-21. 
  81. ^ a b c (Inggris) "History of clinical transplantation". Thomas E. Starzl Transplantation Institute, University of Pittsburgh Medical Center,; Starzl TE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2010-08-04. 
  82. ^ a b c (Inggris) "The mystique of hepatic tolerogenicity". Transplantation Institute, Departments of Surgery, Pathology, and Pediatrics, University of Pittsburgh Medical Center; Starzl TE, Murase N, Demetris A, Trucco M, Fung J. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-07. Diakses tanggal 2010-08-04. 
  83. ^ a b (Inggris) "History of clinical transplantation". Thomas E. Starzl Transplantation Institute, University of Pittsburgh; Starzl TE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-10-07. Diakses tanggal 2010-08-04. 
  84. ^ a b (Inggris) "History of pediatric liver transplantation. Where are we coming from? Where do we stand?". Department of Pediatric Surgery and Liver Transplantation, Université Catholique de Louvain; Otte JB. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-02. Diakses tanggal 2010-08-04. 
  85. ^ (Inggris) "The unfinished legacy of liver transplantation: emphasis on immunology". Transplantation Institute, Department of Surgery, University of Pittsburgh Medical Center; Starzl TE, Lakkis FG. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-23. Diakses tanggal 2010-08-04. 
  86. ^ (Inggris) "Activation of innate immunity (NK/IFN-gamma) in rat allogeneic liver transplantation: contribution to liver injury and suppression of hepatocyte proliferation". Department of Hepatobiliary Surgery, First Affiliated Hospital, Zhejiang University School of Medicine; Shen K, Zheng SS, Park O, Wang H, Sun Z, Gao B. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-14. Diakses tanggal 2010-08-04. 
  87. ^ (Inggris) "Unusual patterns of alloimmunity evoked by allogeneic liver parenchymal cells". The Ohio State University College of Medicine, Department of Surgery; Bumgardner GL, Orosz CG. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-15. Diakses tanggal 2010-08-04. 
  88. ^ (Inggris) Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum, Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.; Holland, James F.; Frei III, Emil. (2003). Holland-Frei Cancer medicine. Dana-Farber Cancer Institute, Harvard Medical School Boston, Department of Surgical Oncology, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Department of Radiation and Cellular Oncology, University of Chicago Hospital, Chicago Tumor Institute, University of Chicago Chicago, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Houston, American Cancer Society, Derald H Ruttenberg Cancer Center, Mount Sinai School of Medicine New York (edisi ke-6). Hamilton on BC Decker Inc.,. hlm. Engraftment of Allogeneic Hematopoietic Transplants. ISBN 1-55009-213-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-17. Diakses tanggal 2010-08-09. 

Pranala luar

sunting