Kerajaan Allah
Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga (istilah di dalam Injil Matius) merupakan inti pengajaran Yesus Kristus sebagaimana dicatat di dalam Injil Sinoptik. Meskipun demikian, tidak berarti ketiga injil menampilkan gambaran Kerajaan Allah yang sama. Ada perbedaan-perbedaan yang menjadi ciri khas masing-masing Injil.
Latar Belakang di dalam Perjanjian Lama
suntingkerajaan Allah ada sebelum terciptanya langit dan bumi, bahkan jauh sebelum adanya alam semesta, Kerajaan Allah merupakan konsep yang berakar dalam Perjanjian Lama, yang kemudian ditekankan oleh Yohanes Pembaptis dan penggenapan melalui Yesus Kristus dalam zaman Perjanjian Baru.[1] Di dalam Perjanjian Lama, ada beberapa nas yang berbicara mengenai perkataan yang searti dengan Kerajaan atau Pemerintahan Allah (dalam bahasa Yunani: Basileia) yaitu: Mazmur 22:29, 103:19, 145:13; Daniel 4:3,25; Obaja 21; 1 Tawarikh 29:11.[1] Di beberapa bagian Alkitab lainnya, Allah juga disapa sebagai Raja, terutama di dalam kitab Mazmur dan Nabi-nabi.[1] Di dalam konsep tersebut ada aspek ke-akan-an atau aspek sorgawi, dan juga ada aspek duniawi atau aspek ke-kini-an. Di dalam perkembangan selanjutnya, aspek sorgawi dikembangkan oleh komunitas Qumran, sedangkan aspek duniawi dianut oleh Kaum Zelot yang berjuang menghadirkan Kerajaan Allah secara politik.[2]
Selain itu, dikenal juga beberapa Mazmur yang disebut juga Mazmur-Mazmur Raja, seperti Mazmur 47, 93, 96, 97, dan 99. Pada dasarnya Mazmur-Mazmur ini menggambarkan pengharapan Israel akan penyataan yang terakhir dan definitif dari Yahweh sebagai Raja, yang manifestasi kuasa-Nya telah mulai tampak di dalam sejarah keselamatan.[1]
Di dalam kesusastraan pseudopigrafa, juga mulai dikenal istilah "Kerajaan Allah", meskipun belum memiliki makna yang sentral seperti dalam Perjanjian Baru.[1] Istilah tersebut dipakai dalam dua arti:
- (1) ketaatan pada hukum Taurat, dan
- (2) penyataan pemerintahan Allah yang akan datang atas seluruh dunia apabila segala bangsa telah ditaklukkan kepada-Nya.[1]