Filsafat hasrat: Perbedaan antara revisi
k perubahan sumber |
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5 |
||
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Filsafat}} |
{{Filsafat}} |
||
{{Psikoanalisis|expanded=Sekolah}} |
{{Psikoanalisis|expanded=Sekolah}} |
||
'''Hasrat''' ({{lang-en|desire}}) telah diidentifikasi sebagai masalah filosofis sejak zaman purba. Dalam ''Republik Plato'', Sokrates berpendapat bahwa hasrat individu harus ditunda atas nama cita-cita yang lebih tinggi. Dalam ajaran [[Buddhisme]], hasrat dianggap sebagai penyebab semua penderitaan. Dengan menghilangkan hasrat, seseorang dipercaya bisa mencapai kebahagiaan tertinggi, atau Nirwana.<ref name=":0">{{cite news|url=https://www.accesstoinsight.org/lib/authors/thanissaro/wings/part2.html#part2-c|title="The Wings to Awakening"|newspaper=www.accesstoinsight.org|language=en|access-date=2017-10-25}}</ref> |
'''Hasrat''' ({{lang-en|desire}}) telah diidentifikasi sebagai masalah filosofis sejak zaman purba. Dalam ''Republik Plato'', Sokrates berpendapat bahwa hasrat individu harus ditunda atas nama cita-cita yang lebih tinggi. Dalam ajaran [[Buddhisme]], hasrat dianggap sebagai penyebab semua penderitaan. Dengan menghilangkan hasrat, seseorang dipercaya bisa mencapai kebahagiaan tertinggi, atau Nirwana.<ref name=":0">{{cite news|url=https://www.accesstoinsight.org/lib/authors/thanissaro/wings/part2.html#part2-c|title="The Wings to Awakening"|newspaper=www.accesstoinsight.org|language=en|access-date=2017-10-25|archive-date=2023-04-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20230405002856/https://www.accesstoinsight.org/lib/authors/thanissaro/wings/part2.html#part2-c|dead-url=no}}</ref> |
||
== Sejarah == |
== Sejarah == |
||
=== Psikoanalisis === |
=== Psikoanalisis === |
||
Istilah 'hasrat' sudah muncul dalam pemikiran [[Sigmund Freud|Freud]]. Freud mengasosiasikan hasrat sebagai harapan atau keinginan yang bersifat tidak disadari. Freud melihat hasrat berhubungan dengan “kepenuhan” dan tersimpan dalam wilayah tidak-sadar, serta menjadi daya pendorong bagi tindakan seseorang dalam mencari pemenuhan atas hasratnya. Freud juga menyebutkan bahwa mimpi adalah realisasi dari hasrat. "Hasrat" dalam pemikiran Freud dipahami sebagai 'hasrat seksual'.<ref name=":1">{{cite book|title=Proses Pembentukan Subjek: Antropologi Jacques Lacan|last1=Lukman|first1=Lisa.|year=2011|publisher=Penerbit Kanisius|location=Yogyakarta|isbn=9789792130317|ref=harv}}</ref> Kemudian [[Jacques Lacan]] memahami "hasrat" dalam pemikiran Freud, yang juga dipengaruhi filsafat [[Hegel]], melalui kuliah yang diberikan oleh [[Alexandre Kojéve]]. Pengertian "hasrat" dalam filsafat Hegel berbeda dari apa yang dipahami oleh Freud. Hegel memahami "hasrat" sebagai 'hasrat akan pengakuan'. Hal ini dijelaskan dengan [[dialektik]]a tuan-budak. Seseorang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari sesamanya karena dengan cara demikianlah orang tersebut mendapatkan kepastian dirinya. Proses pengakuan ini terjadi secara seimbang dan bersifat timbal balik, di mana pengakuan diberikan seseorang, sepadan dengan orang yang diakui. Hegel beranggapan bahwa kepastian diri terbentuk dari proses [[dialektika]] antara hasrat dengan pemenuhannya. Kepastian diri inilah yang diperjuangkan oleh manusia karena dengan memiliki kepastian diri manusia seakan menemukan posisinya dalam dunia, dan membawa manusia kepada kebebasan. |
Istilah 'hasrat' sudah muncul dalam pemikiran [[Sigmund Freud|Freud]]. Freud mengasosiasikan hasrat sebagai harapan atau keinginan yang bersifat tidak disadari. Freud melihat hasrat berhubungan dengan “kepenuhan” dan tersimpan dalam wilayah tidak-sadar, serta menjadi daya pendorong bagi tindakan seseorang dalam mencari pemenuhan atas hasratnya. Freud juga menyebutkan bahwa mimpi adalah realisasi dari hasrat. "Hasrat" dalam pemikiran Freud dipahami sebagai 'hasrat seksual'.<ref name=":1">{{cite book|title=Proses Pembentukan Subjek: Antropologi Jacques Lacan|last1=Lukman|first1=Lisa.|year=2011|publisher=Penerbit Kanisius|location=Yogyakarta|isbn=9789792130317|ref=harv}}</ref> Kemudian [[Jacques Lacan]] memahami "hasrat" dalam pemikiran Freud, yang juga dipengaruhi filsafat [[Hegel]], melalui kuliah yang diberikan oleh [[Alexandre Kojéve]]. Pengertian "hasrat" dalam filsafat Hegel berbeda dari apa yang dipahami oleh Freud. Hegel memahami "hasrat" sebagai 'hasrat akan pengakuan'. Hal ini dijelaskan dengan [[dialektik]]a tuan-budak. Seseorang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari sesamanya karena dengan cara demikianlah orang tersebut mendapatkan kepastian dirinya. Proses pengakuan ini terjadi secara seimbang dan bersifat timbal balik, di mana pengakuan diberikan seseorang, sepadan dengan orang yang diakui. Hegel beranggapan bahwa kepastian diri terbentuk dari proses [[dialektika]] antara hasrat dengan pemenuhannya. Kepastian diri inilah yang diperjuangkan oleh manusia karena dengan memiliki kepastian diri manusia seakan menemukan posisinya dalam dunia, dan membawa manusia kepada kebebasan. |
||
==== Tahap cermin dan objek hasrat ==== |
==== Tahap cermin dan objek hasrat ==== |
||
Manusia menyadari dirinya ketika pertama kali ia menyebut kata “Aku”. Hal ini terjadi melalui hasrat, ketika seseorang mengenali hasratnya sebagai dirinya, dan hasrat terlepas dari objeknya. Pemuasan hasrat membutuhkan bentuk penghancuran atau perubahan atas objek hasrat. Hasrat dan dorongan tidaklah sama. Hasrat bersifat lebih esensial daripada dorongan, dan hasrat adalah apa yang menggerakkan dorongan dalam diri manusia. Lacan menyebutkan bahwa hasrat adalah esensi manusia. Objek a juga dipahami sebagai 'agalma' dalam simposium Plato yang ditafsirkan oleh Lacan sebagai hasrat dari [[Sokrates]] sendiri akan sesuatu yang berharga, bersinar, bercahaya. 'Agalma' ini dipahami sebagai objek hasrat yang kita cari pada diri orang lain. Tugas seorang terapis adalah menyusun kembali hasrat tidak-sadar dari pasiennya melalui [[diskursus]] dengan hasrat sang terapis sendiri.<ref name=":1" /> |
Manusia menyadari dirinya ketika pertama kali ia menyebut kata “Aku”. Hal ini terjadi melalui hasrat, ketika seseorang mengenali hasratnya sebagai dirinya, dan hasrat terlepas dari objeknya. Pemuasan hasrat membutuhkan bentuk penghancuran atau perubahan atas objek hasrat. Hasrat dan dorongan tidaklah sama. Hasrat bersifat lebih esensial daripada dorongan, dan hasrat adalah apa yang menggerakkan dorongan dalam diri manusia. Lacan menyebutkan bahwa hasrat adalah esensi manusia. Objek a juga dipahami sebagai 'agalma' dalam simposium Plato yang ditafsirkan oleh Lacan sebagai hasrat dari [[Sokrates]] sendiri akan sesuatu yang berharga, bersinar, bercahaya. 'Agalma' ini dipahami sebagai objek hasrat yang kita cari pada diri orang lain. Tugas seorang terapis adalah menyusun kembali hasrat tidak-sadar dari pasiennya melalui [[diskursus]] dengan hasrat sang terapis sendiri.<ref name=":1" /> [[Rene Girard]] memperkenalkan konsepnya tentang hipotesis [[mimesis]]. Menurut hipotesis ini, kendali total [[ego]] atas hasrat adalah [[ilusi]]. Manusia adalah makhluk yang tidak tahu apa yang harus dihasrati dan karenanya berpaling ke orang lain untuk menentukan pilihan. Hasrat tidak muncul dari imperatif ego, melainkan peniruan hasrat orang lain. Kesimpulan Girard tentang hasrat adalah bahwa hasrat tidak divalidasi oleh properti yang terkandung dalam objek yang dihasrati, namun sesungguhnya didorong oleh rasa berkekurangan yang perlu dipenuhi; dalam hal ini, seseorang menghasrati objek bukan karena kualitas objek itu sendiri, melainkan karena orang lain menghasrati objek itu dan mendapatkan keutuhan ontologis darinya. Itulah sesungguhnya yang diincar dalam menghasrati objek, yaitu menjadi seperti orang lain.<ref name=":2">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/167430821|title=Menggeledah Hasrat : Sebuah Pendekatan Multi Perspektif|last1=Alfathri.|first1=Adlin,|date=2006|publisher=Jalasutra|isbn=979368450X|edition=Cet. 1|location=Yogyakarta|oclc=167430821}}</ref> |
||
<br /> |
<br /> |
||
Baris 19: | Baris 19: | ||
* {{commons category-inline|Desire|Filsafat hasrat}} |
* {{commons category-inline|Desire|Filsafat hasrat}} |
||
* {{Wikisource-inline|Desire|Filsafat hasrat}} |
* {{Wikisource-inline|Desire|Filsafat hasrat}} |
||
⚫ | |||
{{portal bar|Agama|Bahasa|Budaya|Filsafat|Psikologi}} |
{{portal bar|Agama|Bahasa|Budaya|Filsafat|Psikologi}} |
||
{{Authority control}} |
{{Authority control}} |
||
⚫ | |||
[[Kategori:Filsafat budi]] |
[[Kategori:Filsafat budi]] |
||
[[Kategori:Metafisika]] |
[[Kategori:Metafisika]] |
Revisi terkini sejak 21 Juli 2023 17.15
Filsafat |
---|
Cabang |
Tradisi |
Zaman |
Kepustakaan |
Filsuf |
Daftar |
Portal Filsafat |
Bagian ini adalah seri artikel tentang |
Psikoanalisis |
---|
Hasrat (bahasa Inggris: desire) telah diidentifikasi sebagai masalah filosofis sejak zaman purba. Dalam Republik Plato, Sokrates berpendapat bahwa hasrat individu harus ditunda atas nama cita-cita yang lebih tinggi. Dalam ajaran Buddhisme, hasrat dianggap sebagai penyebab semua penderitaan. Dengan menghilangkan hasrat, seseorang dipercaya bisa mencapai kebahagiaan tertinggi, atau Nirwana.[1]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Psikoanalisis
[sunting | sunting sumber]Istilah 'hasrat' sudah muncul dalam pemikiran Freud. Freud mengasosiasikan hasrat sebagai harapan atau keinginan yang bersifat tidak disadari. Freud melihat hasrat berhubungan dengan “kepenuhan” dan tersimpan dalam wilayah tidak-sadar, serta menjadi daya pendorong bagi tindakan seseorang dalam mencari pemenuhan atas hasratnya. Freud juga menyebutkan bahwa mimpi adalah realisasi dari hasrat. "Hasrat" dalam pemikiran Freud dipahami sebagai 'hasrat seksual'.[2] Kemudian Jacques Lacan memahami "hasrat" dalam pemikiran Freud, yang juga dipengaruhi filsafat Hegel, melalui kuliah yang diberikan oleh Alexandre Kojéve. Pengertian "hasrat" dalam filsafat Hegel berbeda dari apa yang dipahami oleh Freud. Hegel memahami "hasrat" sebagai 'hasrat akan pengakuan'. Hal ini dijelaskan dengan dialektika tuan-budak. Seseorang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari sesamanya karena dengan cara demikianlah orang tersebut mendapatkan kepastian dirinya. Proses pengakuan ini terjadi secara seimbang dan bersifat timbal balik, di mana pengakuan diberikan seseorang, sepadan dengan orang yang diakui. Hegel beranggapan bahwa kepastian diri terbentuk dari proses dialektika antara hasrat dengan pemenuhannya. Kepastian diri inilah yang diperjuangkan oleh manusia karena dengan memiliki kepastian diri manusia seakan menemukan posisinya dalam dunia, dan membawa manusia kepada kebebasan.
Tahap cermin dan objek hasrat
[sunting | sunting sumber]Manusia menyadari dirinya ketika pertama kali ia menyebut kata “Aku”. Hal ini terjadi melalui hasrat, ketika seseorang mengenali hasratnya sebagai dirinya, dan hasrat terlepas dari objeknya. Pemuasan hasrat membutuhkan bentuk penghancuran atau perubahan atas objek hasrat. Hasrat dan dorongan tidaklah sama. Hasrat bersifat lebih esensial daripada dorongan, dan hasrat adalah apa yang menggerakkan dorongan dalam diri manusia. Lacan menyebutkan bahwa hasrat adalah esensi manusia. Objek a juga dipahami sebagai 'agalma' dalam simposium Plato yang ditafsirkan oleh Lacan sebagai hasrat dari Sokrates sendiri akan sesuatu yang berharga, bersinar, bercahaya. 'Agalma' ini dipahami sebagai objek hasrat yang kita cari pada diri orang lain. Tugas seorang terapis adalah menyusun kembali hasrat tidak-sadar dari pasiennya melalui diskursus dengan hasrat sang terapis sendiri.[2] Rene Girard memperkenalkan konsepnya tentang hipotesis mimesis. Menurut hipotesis ini, kendali total ego atas hasrat adalah ilusi. Manusia adalah makhluk yang tidak tahu apa yang harus dihasrati dan karenanya berpaling ke orang lain untuk menentukan pilihan. Hasrat tidak muncul dari imperatif ego, melainkan peniruan hasrat orang lain. Kesimpulan Girard tentang hasrat adalah bahwa hasrat tidak divalidasi oleh properti yang terkandung dalam objek yang dihasrati, namun sesungguhnya didorong oleh rasa berkekurangan yang perlu dipenuhi; dalam hal ini, seseorang menghasrati objek bukan karena kualitas objek itu sendiri, melainkan karena orang lain menghasrati objek itu dan mendapatkan keutuhan ontologis darinya. Itulah sesungguhnya yang diincar dalam menghasrati objek, yaitu menjadi seperti orang lain.[3]
Catatan
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ ""The Wings to Awakening"". www.accesstoinsight.org (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 2017-10-25.
- ^ a b Lukman, Lisa. (2011). Proses Pembentukan Subjek: Antropologi Jacques Lacan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ISBN 9789792130317.
- ^ Alfathri., Adlin, (2006). Menggeledah Hasrat : Sebuah Pendekatan Multi Perspektif (edisi ke-Cet. 1). Yogyakarta: Jalasutra. ISBN 979368450X. OCLC 167430821.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]Sumber pustaka mengenai Filsafat hasrat |
- Kutipan tentang Filsafat hasrat di Wikikutip
- Media tentang Filsafat hasrat di Wikimedia Commons
- Karya yang berkaitan dengan Filsafat hasrat di Wikisource