Gunung Kunlun (mitologi)
- Artikel ini mengenai gunung mitologis dalam kepercayaan tradisional Tiongkok. Untuk pegunungan yang benar-benar ada di Tiongkok, lihat Pegunungan Kunlun.
Gunung Kunlun[note 1] (Hanzi Tradisional: 崑崙山; Hanzi Sederhana: 昆仑山; Pinyin: Kūnlún shān), atau dikenal hanya dengan nama Kunlun, Kuen-lun, Kwenlun, dan berbagai transkripsi lainnya, adalah sebuah gunung mitologis yang penting dalam mitologi Tiongkok. Gunung Kunlun mitologis ini sebaiknya tidak dicampur aduk dengan Pegunungan Kunlun yang diketahui lokasinya secara geografis. Berberapa lokasi Gunung Kunlun telah disebutkan dalam berbagai legenda, mitos, dan catatan semi-historis. Berbagai cerita tersebut mendeskripsikan Gunung Kunlun sebagai tempat tinggal berbagai dewa dan dewi beserta berbagai tanaman serta makluk menakjubkan lainnya. Banyak kejadian penting dalam mitologi Tiongkok berlokasi di Gunung Kunlun.[1]
Perkembangan sejarah
[sunting | sunting sumber]Dengan berkembangannya mitologi yang berhubungan dengan Gunung Kunlun, dan juga akibat pengaruh masuknya kepercayaan mengenai axis mundi yang berasal dari kosmologi India, Gunung Kunlun menjadi diidentifikasikan dengan (atau mengambil beberapa atribut dari) Gunung Semeru. Perkembangan lainnya (yang juga disebabkan oleh pengaruh dari India) adalah Gunung Kunlun yang semula hanya dianggap sebagai sumber aliran air Sungai Kuning, selanjutnya dianggap menjadi sumber aliran empat sungai besar yang mengalir ke empat penjuru mata angin.[2]
Perkembangan sejarah mitologis Gunung Kunlun juga dipengaruhi perkembangan dalam tradisi Taoisme sendiri, sehingga gunung ini menjadi lebih mirip surga dibandingkan sebelumnya, yaitu belantara yang berbahaya.[2] Baru-baru ini, sebuah penelitian mengemukakan bahwa seiring berjalannya waktu, terjadi penggabungan berbagai tradisi yang menyebabkan perubahan hubungan antar surga duniawi, yaitu Surga Timur (yang diidentifikasikan dengan Gunung Penglai) dengan Surga Barat (Gunung Kunlun). Awalnya, sistem mitologi menyebutkan Guixu ("Gunung Kembali") sebagai kutub yang berkebalikan dengan Penglai, tetapi proses penggabungan menyebabkan berbagai material mitologis Guixu bergabung dengan Kunlun.[1]
Nama
[sunting | sunting sumber]Nama Kunlun 崑崙 (or 崐崘) ditulis menggunakan aksara yang menggabungkan "radikal gunung" 山 dengan fonetik kun 昆 dan lun 侖. Nama alternatif lain untuk Kunlun shan adalah Kunling 崑陵 (dengan "bukit") dan Kunqiu 崑丘 (dengan "anak bukit").
Istilah "Kunlun" secara teoretis memiliki semantik yang berhubungan dengan istilah Hundun atau hundun (bahasa Tionghoa: 混沌; Pinyin: hùndùn; Wade-Giles: hun-t'un; arti harfiah: "kekacauan primal" atau "carut marut""), terkadang dipersonifikasikan sebagai makluk hidup: dan juga secara semantis berhubungan dengan istilah kongdong (bahasa Tionghoa: 空洞; Pinyin: kōngdòng; Wade-Giles: k'ung-t'ung; arti harfiah: "gua kehampaan"). Gua-surgawi secara tradisional diasosiasikan dengan pegunungan, sebagai lubang atau gua yang berlokasi pada gunung-gunung tertentu. Istilah "Gunung Kunlun" dapat diterjemahkan sebagai "Gunung bergua": sehingga Gunung Kunlun mitologis dipandang sebagai sebuah gunung berlubang (berlokasi tepat di bawah bintang kutub.[3]
Edward H. Schafer (1985:46) mengutip deskripsi Kitab Tua Tang bahwa Kunlun 崑崙 semenjak lama telah digunakan untuk menerjemahkan penduduk selatan yang disebut Gurong, yang menjadi budak di Tiongkok. "Mereka juga disebut Kurung. Mereka masyarakat barbar yang tinggal di kepulauan, besar maupun kecil, di Lautan Selatan. Mereka sangat hitam dan telanjang. Mereka dapat menjinakkan dan menaklukkan binatang-binatang buas, badak, gajah, dan sejeniusnya." Schafer juga mencatat bahwa selain Kunlun 崑崙, penduduk selatan ini terkadang ditulis Gulong 古龍 atau Gulun 骨論.[4]
Julie Wilensky menuliskan bahwa istilah kunlun (崑崙) merupakan suatu "kata misterius dan sulit dipahami yang awalnya digunakan untuk menyebut masyarakat Tiongkok berkulit gelap dan selanjutnya berkembang seiring waktu mencangkup berbagai pengertian, semuanya memiliki konotasi kulit gelap." Namun, ia selanjutnya menulis "Penggunaan Kunlun untuk hal tersebut tidak berhubungan dengan nama Pegunungan Kunlun." Dan pada catatan kaki ditambahkan, "Chang Hsing-Iang menulis bahwa kawasan Gunung Kunlun 'telah sangat familiar bagi masyarakat Tiongkok semenjak awal waktu, dan tidak ada karya Tiongkok yang mendeskripsikan penghuninya berkulit hitam.'" Selanjutnya, Wilensky melanjutkan bagaimana "Kunlun" digunakan untuk menyebut sebuah pulau atau kepulauan di Asia Tenggara.[5]
Lokasi
[sunting | sunting sumber]Banyak gagasan yang telah dikemukakan mengenai lokasi gunung mitologis Kunlun: bab sebelas Shanhaijing mendeskripsikannya berada di barat laut, bab enam belas menyebutnya di selatan Laut Barat, dan sumber-sumber lain menempatkannya di pusat dunia.[1] Beberapa orang meyakini lokasi Kunlun berada "jauh" di barat, dalam kasus ini lokasi yang dimaksud dilokasikan ulang semakin jauh ke barat seiring perkembangan pengetahuan geografis.[2] E. T. C. Werner mengidentifikasikan Kunlun dengan Pegunungan Hindu Kush.[6]
Pada akhirnya, gunung mitologis Kunlun dicampuradukkan dengan Pegunungan Kunlun modern serta dengan Kurung (atau Kurung Bnam, dalam bahasa Khmer kuno (sekarang disebut Kamboja kuno) kemungkinan berarti "Raja-raja Gunung", yang juga sepadan dengan Sanskerta Śailarāja yang juga berarti "Raja-raja Gunung", merujuk pada suatu gunung suci kosmis. Kurung (Kunlun) mengalami perkembangan pada masa Dinasti Tang dan sepertinya memiliki hubungan duta besar dengan pengadilan istana Tang pada masa Li He (790–816), yang mencatat sebuah kunjungan dalam salah satu puisinya. Meskipun secara geografis lokasi negara Kunlun masih tidak jelas, negara ini diasosiasikan dengan India trans-Gangga, kemungkinan Semenanjung Malaya atau wilayah yang dikuasai thalasokrasi Sailendra.[4]
Deskripsi
[sunting | sunting sumber]Gunung Kunlun telah dideskripsikan dalam berbagai naskah maupun digambarkan dalam berbagai kesenian. Terkadang, Kunlun ditampilkan sebagai pilar langit (atau bumi), terkadang tersusun atas berbagai tingkatan. Lihui Yang, et al., (2005:160) lebih menekankan pada kesamaan deskripsi gunung ini, yaitu "misteri, megah, atau luar biasa".[1] Dasar Gunung Kunlun dikatakan menembus jauh ke dalam bumi, sebagaimana puncaknya jauh menembus langit.[2] Secara umum, berbagai catatan menekankan sulitnya akses untuk menuju ke gunung dan lebih sulit lagi menuju tempat-tempat keramatnya karena dikelilingi air dan tebing terjal yang sangat tinggi. Kunlun juga acapkali memiliki asosiasi kuat dengan berbagai cara untuk mencapai keabadian atau umur panjang. Deskripsi dalam puisi cenderung membumbui Kunlun dengan detail surgawi: bebatuan yang seperti permata dan jurang jasper atau giok yang tinggi, tanaman permata yang eksotik, jamur ajaib yang memiliki bentuk dan warna yang aneh, berbagai burung dan hewan-hewan lainnya, bersama dengan para manusia abadi. Terkadang Delapan Dewa hadir mengunjungi Xi Wangmu untuk menunjukkan penghormatan mereka, mungkin juga karena diundang dalam perjamuan para para manusia abadi. Peristiwa tersebut menjadi motif yang sering digambar, diukir, atau ditampilkan dalam berbagai kesenian lain.
Penghuni
[sunting | sunting sumber]Kunlun disebut sebagai rumah dari berbagai dewa, termasuk Xi Wangmu (Ratu Barat) dan Yu Shi (Pemilik hujan).
Xi Wangmu
[sunting | sunting sumber]Meskipun aslinya dideskripsikan bertempat tinggal di Gunung Giok yang berlokasi di utara Kunlun (sebelah barat Pasir Bergerak), Xi Wangmu (Ibu Ratu Surga Barat) selanjutnya direlokasi pada sebuah istana yang dilindungi oleh benteng emas. Istana tersebut merupakan tempat berlangsungnya perjamuan kaum abadi, tempat para (xian) disuguhi hidangan cakar beruang, bibir monyet, dan hati naga yang disajikan di ujung Danau Permata. Buah persik yang memberi keabadian bagi yang memakannya disajikan setiap 6000 tahun sekali, kecuali pada saat Sun Wukong mencurinya. Xi Wangmu awalnya dideskripsikan sebagai dewi wabah yang memiliki gigi harimau dan ekor macan tutul, tetapi selanjutnya dirinya digambarkan berwujud cantik dan bertata krama baik yang bertugas menjaga herbal keabadian.[2]
Yu Shi
[sunting | sunting sumber]Yu Shi, sesosok roh atau dewa hujan, juga dikenal sebagai "Tuan Hujan" atau "Pemimpin Hujan", dianggap tinggal di lereng Kunlun. Pada masa pemerintahan Shennong, seorang Chisongzi (Tuan Pinus Merah) mengadakan upacara membuat hujan yang berhasil mengakhiri kekeringan yang mengerikan, sehingga membuatnya diangkat menjadi "Yu Shi", "Tuan Hujan".[2]
Dewa Maha Kuasa
[sunting | sunting sumber]Kunlun dipercaya menjadi rumah duniawi Tai Di. Menurut beberapa sumber, kediaman tersebut berada di lapisan puncak Kunlun dan dikenal sebagai "Istana Surga". Sebagaimana Kunlun yang terkadang dianggap sebagai salah satu pilar penahan langit, menjaganya agar tetap terpisah dari bumi, beberapa versi menempatkan puncak Kunlun berada di surga daripada menempatkannya sebagai bagian dari bumi. Dalam hal ini, kediaman Dewa Tertinggi di puncak Kunlun adalah benar-benar di surga serta Kunlun berfungsi sebagai semacam tangga yang dapat digunakan untuk bepergian antara bumi dan surga. Oleh karena itu, setiap manusia yang berhasil mendaki hingga ke puncak Kunlun akan secara ajaib berubah menjadi sesosok roh abadi[1]
Shaman
[sunting | sunting sumber]Berdasarkan Shan Hai Jing, puncak Kunlun merupakan tempat tinggal para shaman. Terdapat penggambarkan Wu Peng yang memegang herbal keabadian dengan ditemani lima praktisi shamanisme lainnya.[7]
Xian
[sunting | sunting sumber]Pada tradisi yang lebih baru, Kunlun digambarkan sebagai surga para Taois, tempat tinggal para Xian yang dikepalai Xi Wangmu. Para Xian sering dipandang sebagai penghuni tidak tetap, yang berkunjung ke Kunlun dengan mengendarai seekor burung jenjang ajaib atau naga.
Hewan-hewan
[sunting | sunting sumber]Kunlun memiliki berbagai bestiari yang terdiri atas berbagai binatang serta burung yang fantastis. Seringkali harimau atau makluk yang menyerupai harimau diasosiasikan dengan Kunlun, karena harimau merupakan simbol dari arah barat[2] Makluk-makluk yang melambangkan keabadian juga sering kali terlihat atau dideskripsikan dalam penggambaran Kunlun, seperti rusa dan burung jenjang. Xi Wangmu sering diidentifikasikan memiliki seekor kijang berbintik sebagai peliharaan. Selain burung jenjang yang menurut tradisi dianggap sebagai tunggangan atau transformasi kaum abadi, burung lain yang sering datang dan pergi dari gunung ini sebagai utusan Xi Wangmu adalah burung qingniao miliknya yang berwarna biru atau hijau. Terkadang para penyair menyatakan bahwa mereka memperoleh inspirasi kebahagiaan karena dikunjungi oleh salah satu dari burung ini yang membawa pesan dari Xi Wangmu.
Tanaman
[sunting | sunting sumber]Berbagai flora di Kunlun dan lingkungannya juga memiliki kualitas supernatural, misalnya pepohonan mutiara dan giok, Pohon Keabadian, dan Pohon Biji-bijian. Pohon yang terakhir memiliki ketinggian 40 kaki dan ketebalan sebesar lima rentangan lengan.[1] Persik sering kali diasosiasikan dengan Xi Wangmu.[8] Buku-buku klasik Zhou dan dinasti Han awal menyebut langgan (Hanzi Tradisional: 琅 (variantly 瑯玕; Hanzi Sederhana: 琅玕; Pinyin: lánggān; Wade-Giles: lang-kan) sebagai sebuah pohon permata berwarna biru atau hijau yang konon tumbuh di Kunlun.[4] Dalam Legenda Siluman Ular Putih, Bai Suzhen mencari herbal keabadian di Gunung Kunlun untuk membangkitkan kembali suaminya yang tewas ketakutan akibat melihat wujudnya yang asli.[1]
Tempat-tempat
[sunting | sunting sumber]Kunlun digambarkan memiliki berbagai bangunan, wilayah, atau fitur yang signifikan, baik yang terdapat di gunung tersebut maupun di sekitarnya. Istana Xi Wangmu terkadang digambarkan memiliki benteng emas, tempat kaum yang terberkahi ikut serta dalam perjamuan buah keabadian.[2] Seringkali istananya digambarkan memiliki taman atau kebun gantung yang berbatasan dengan Kolam Jasper
Berbagai peristiwa
[sunting | sunting sumber]Gunung Kunlun menjadi latar belakang berbagai peristiwa dalam berbagai legenda, baik yang diceritakan dalam literatur mitologi, legenda, atau religius.
Pernikahan Nüwa dan Fuxi
[sunting | sunting sumber]Pernikahan Fuxi dan Nuwa bertempat di Gunung Kunlun. Mereka diceritakan sebagai saudara dan saudari yang menjadi manusia terakhir yang selamat setelah bencana bajir besar. Pernikahan mereka tidak menjadi tabu karena para makluk suci telah menyetujui pernikahan mereka dengan cara memberi tanda pada saat mereka berdoa. Dengan demikian, mereka dapat mengisi kembali dunia dengan populasi manusia.
Mu, Putra Surga
[sunting | sunting sumber]Mu sang putra Surga merupakan salah satu pengunjung Gunung Kunlun. Dalam perjalanannya, ia diangkut delapan tunggangan yang luar biasa, yang digambarkan dalam kesenian sebagai "aneh dan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata".[4]
Kultur populer
[sunting | sunting sumber]Novel
[sunting | sunting sumber]Gunung Kunlun muncul dalam beberapa novel seperti Fengshen Yanyi, Legenda Siluman Ular Putih, Kisah Raja Mu, Putra Surga, Kunlun Nu, dan Perjalanan ke Barat.
Teater
[sunting | sunting sumber]Budak Kunlun merupakan karakter yang muncul dalam teater Tiongkok dan di Jepang dikenal dengan sebutan "Konron". Ia digambarkan memiliki penampilan eksotik dan memiliki kekuatan luar biasa. Mei Dingzuo (1549-1615) menulis naskah berjudul "Bagaimana Budak Kunlun Menjadi Seorang yang Abadi".
Puisi
[sunting | sunting sumber]Gunung Kunlun merupakan subyek dalam kiasan puisi semenjak puisi kuno "Li Sao" dan "Pertanyaan-pertanyaan Surgawi" oleh Qu Yuan, hingga {Puisi Tang|puisi Dinasti tang]] zaman pertengahan, dan Puisi Mao Zedong (1935) yang berjudul "Kunlun".
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Gunung Kunlun sebagai pilar langit: lampu mewakili kediaman Ibu Ratu Barat (Xi Wangmu) (abad 1-2 M).
-
Festival buah persik Ibu Ratu Barat, lukisan Dinasti Ming dari awal abad ke-17 oleh pelukis anonim. Dari Freer and Sackler Galleries di Washington D.C.
-
Lukisan Jepang menampilkan Kaisar Wudi dari Dinasti Han bertemu Xiwangmu, menurut catatan fiktif mengenai perjalanannya ke Gunung Kunlun.
-
Sebuah tahta yang dilengkapi sekat dari bengkel kerajaan di awal zaman Kaisar Kangxi (1662-1722). Sekat menampilkan lukisan Surga Barat yang terletak di Gunung Kunlun, dengan gambaran pegunungan, lembah, lautan, teras-teras, danau, dan istana. Ibu Ratu Barat terlihat mengendarai seekor fenghuang sementara Delapan dewa menunggu kehadirannya.
-
"Chiang Tzŭ-ya di K’un-lun"
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]- Chi (mitologi)
- Empat Gunung
- Gigaku
- Gunung Bulu
- Gunung Giok (mitologi),
- Gunung Buzhou
- Gunung Penglai
- Neijing Tu
- Persik keabadian
- Sungmo
- Yuanshi Tianzun
Catatan
[sunting | sunting sumber]- ^ Bahasa mandarin tidak membedakan antara bentuk singular dan plural sehingga Kūnlún shān bisa diterjemahkan sebagai Gunung atau Pegunungan Kunlun. Aksara 山 (shān) bisa berarti "gunung", "bukit", atau "gundukan/anak bukit". Meskipun demikian, sebagian besar deskripsi dan penggambarannya cenderung dalam wujud singular dan spektakuler sehingga penerjemahan menjadi "gunung" lebih sesuai. Anthony Christie menggunakan kata "anak bukit", tetapi istilah "gunung" lebih tidak ambigu jika digunakan
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f g Yang Lihui dkk (2005). Handbook of Chinese Mythology. New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-533263-6.
- ^ a b c d e f g h Anthony Christie (1968). Chinese Mythology. Feltham: Hamlyn Publishing. ISBN 0600006379.
- ^ Kristofer Schipper (Feb–Mei 1978). ""The Taoist Body", dalam History of Religions , Vol. 17, No. 3/4, Current Perspectives in the Study of Chinese Religions". Chicago: University of Chicago Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-12.
- ^ a b c d Schafer, Edward H. (1985). The Golden Peaches of Samarkand. Berkeley: University of California Press. ISBN 978-0-520-05462-2.
- ^ Wilensky, Julie (Juli 2002). ""The Magical Kunlun and 'Devil Slaves:' Chinese Perceptions of Dark-skinned People and Africa before 1500", dalam Sino-Platonic Papers 122" (PDF). Yale: New Haven. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-03-20.
- ^ Werner, E. T. C. (1994 [1922]). Myths and Legends of China. New York: Dover Publications. ISBN 0-486-28092-6.
- ^ Qu Yuan dkk., penerjemah: Hawkes, David (1985). The Songs of the South: An Ancient Chinese Anthology of Poems by Qu Yuan and Other Poets. London: Penguin Books. ISBN 978-0-14-044375-2.
- ^ Eberhard, Wolfram (2003 [1986]). A Dictionary of Chinese Symbols: Hidden Symbols in Chinese Life and Thought. London, New York: Routledge. ISBN 0-415-00228-1.