Lompat ke isi

Pengelolaan sampah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Manajemen sampah)
Fasilitas pengolahan ulang material

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, mendaur ulang dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan, atau estetika. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam (resources recovery). Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif dengan metode dan keterampilan khusus untuk masing-masing jenis zat.

Praktik pengelolaan sampah berbeda beda antara negara maju dan negara berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan dan antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yang tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.

Metode pengelolaan sampah berbeda-beda tergantung banyak hal, di antaranya tipe zat sampah, lahan yang digunakan untuk mengolah, dan ketersediaan lahan.

Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan dua tujuan:

  • mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis (pemanfaatan sampah), atau
  • mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup.

Metode Pembuangan

[sunting | sunting sumber]

Penimbunan darat

[sunting | sunting sumber]
Penimbunan darat sampah di Hawaii.

Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yang tidak terpakai, lubang bekas pertambangan, atau lubang-lubang dalam. Sebuah lahan penimbunan darat yang dirancang dan dikelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang higienis dan murah. Sedangkan penimbunan darat yang tidak dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan, di antaranya angin yang berbau sampah, menarik berkumpulnya hama, dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah adalah gas metana dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya.

Kendaraan pemadat sampah penimbunan darat.

Karakteristik desain dari penimbunan darat yang modern di antaranya adalah metode pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat atau plastik pelapis. Sampah biasanya dipadatkan untuk mengurangi volume dan menambah kestabilannya, dan ditutup untuk tidak menarik hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan sampah mempunyai sistem pengekstrasi gas yang dipasang untuk mengambil gas yang terjadi. Gas yang terkumpul akan dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di menara pembakar atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk membangkitkan listrik.

Daur ulang (recyle)

[sunting | sunting sumber]

Proses pemilahan sampah yang masih memiliki nilai secara materiil untuk digunakan kembali disebut sebagai daur ulang (recyle). Ada beberapa cara daur ulang, pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil energi dari bahan yang bisa dibakar untuk membangkitkan listrik.

Pengolahan kembali secara fisik

[sunting | sunting sumber]
Baja yang dibuang, dan kemudian dipilah di fasilitas Central European Waste Management, Eropa.

Metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang, yaitu mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang dibuang, contohnya botol bekas pakai yang dikumpulkan untuk digunakan kembali. Pengumpulan bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah/kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur.

Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum aluminium, kaleng baja makanan/minuman, Botol HDPE dan PET, botol kaca, kertas karton, koran, majalah, dan kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa didaur ulang. Daur ulang dari produk yang kompleks seperti komputer atau mobil lebih susah, karena bagian-bagiannya harus diurai dan dikelompokkan menurut jenis bahannya.

Pengolahan biologis

[sunting | sunting sumber]
Pengkomposan.

Material sampah organik, seperti residu tanaman, sampah makanan, atau kertas, bisa diolah dengan menggunakan proses biologis menjadi kompos, atau dikenal dengan istilah pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagai pupuk dan gas metana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.

Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah Green Bin Program di Toronto, Kanada,[1] di mana sampah organik rumah tangga, seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di kantong khusus untuk dikomposkan.

Pemulihan energi

[sunting | sunting sumber]

Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara mengolahnya menjadi bahan bakar tipe lain. Daur ulang melalui cara perlakuan panas bervariasi mulai dari menggunakannya sebagai bahan bakar memasak atau pemanas, sampai penggunaannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisis dan gasifikasi adalah dua bentuk perlakuan panas yang saling terkait, ketika sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan anaerobik. Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat, gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif. Gasifikasi dan gasifikasi busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material organik langsung menjadi gas sintetis (campuran antara karbon monoksida dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan uap.

Metode pencegahan dan pengurangan

[sunting | sunting sumber]

Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah pencegahan zat sampah terbentuk, atau dikenal juga dengan "pencegahan sampah". Metode pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai, memperbaiki barang yang rusak, mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali (seperti tas belanja katun menggantikan tas plastik), mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan barang sekali pakai (contohnya kertas tisu), dan mendesain produk yang menggunakan bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh, pengurangan bobot kaleng minuman[2]).

Konsep pengelolaan sampah

[sunting | sunting sumber]

Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam penggunaannya, antara negara-negara atau daerah. Beberapa yang paling umum, multikonsep yang digunakan adalah:

Diagram dari hirarki limbah.
  • Hierarki sampah - hierarki sampah merujuk kepada " 3 M " mengurangi sampah, menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan dari segi minimalisasi sampah. Hierarki limbah yang tetap menjadi dasar dari sebagian besar strategi minimalisasi sampah. Tujuan hierarki sampah adalah untuk mengambil keuntungan maksimum dari produk-produk praktis dan untuk menghasilkan jumlah minimum limbah.
  • Perpanjangan tanggung jawab penghasil sampah (Extended Producer Responsibility). EPR adalah suatu strategi yang dirancang untuk mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produk-produk para produsen di seluruh siklus hidup produk tersebut ke dalam pasar harga produk. EPR dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh siklus hidup produk dan kemasan yang dibawa ke pasar. Ini berarti perusahaan yang membuat, mengimpor dan/atau menjual produk diminta untuk bertanggung jawab atas produk mereka sejak manufaktur hingga akhir dari masa penggunaannya.
  • Prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana pihak pencemar membayar dampak dari aktivitasnya ke lingkungan. Sehubungan dengan pengelolaan limbah, umumnya merujuk kepada penghasil sampah untuk membayar sesuai dengan volume dan jenis sampah yang dibuang.

Bencana sampah yang tidak dikelola dengan baik

[sunting | sunting sumber]

Longsor tumpukan sampah

[sunting | sunting sumber]

Metode paling mudah dan murah untuk mengelola sampah adalah melakukan penimbunan di sebuah lokasi/lahan terbuka. Sampah ditumpuk-tumpuk menjadi tinggi seperti bukit. Harusnya tidak sampai terlalu tinggi bila dikelola dengan baik, karena bila tidak maka akan menjadi bencana longsor.

Sumber penyakit

[sunting | sunting sumber]

Sampah yang tidak dikelola dengan baik, akan menarik banyak kuman dan hama seperti tikus, kecoak, semut, lalat dan lainnya. Mereka membawa kuman-kuman penyakit yang berbahaya bila pembawa kuman ini bergerak ke pemukiman.

Pencemaran lingkungan

[sunting | sunting sumber]

Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mencemari lingkungan baik lingkungan udara, darat dan air. Udara karena pencemaran bau, asap karena pembakaran yang serampangan. Air bila sampah/limbah langsung dibuang ke saluran air/sungai tanpa diolah kembali. Darat bila sampah hanya ditumpuk-tumpuk saja, tanpa ada tindakan lanjutan.

Sampah yang berada di saluran air/sungai bila tidak dikelola dengan baik akan menyumbat jalannya air. Sehingga air berhenti menjadi tergenang dan lama-kelamaan bisa banjir. Padahal banjir yang ada sampahnya ini sangat berbahaya karena bisa membawa kuman-kuman penyakit.

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ [1]
  2. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-02-25. Diakses tanggal 2009-01-28. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]