Martin Luther
Martin Luther | |
---|---|
Lahir | Eisleben, Sachsen, Kekaisaran Romawi Suci | 10 November 1483
Meninggal | 18 Februari 1546 Eisleben, Sachsen, Kekaisaran Romawi Suci | (umur 62)
Pendidikan | Universitas Erfurt |
Pekerjaan | |
Karya terkenal | |
Suami/istri | Katharina von Bora |
Anak | |
Kiprah di bidang teologi | |
Era | Reformasi Protestan |
Tradisi atau gerakan | Lutheranisme |
Tanda tangan | |
Martin Luther, O.S.A. (Jerman: [ˈmaɐ̯tiːn ˈlʊtɐ] ⓘ; 10 November 1483 – 18 Februari 1546)[1] adalah seorang profesor teologi, komponis, imam, dan rahib[2] berkebangsaan Jerman, serta seorang tokoh berpengaruh dalam Reformasi Protestan.
Luther menjadi penentang beberapa ajaran dan praktik dalam Gereja Katolik Roma. Ia sangat membantah pandangan Katolik mengenai indulgensi sebagaimana yang ia pahami, bahwa kebebasan dari hukuman akibat dosa dapat dibeli dengan uang. Luther mengusulkan suatu diskusi akademis seputar praktik dan keefektifan indulgensi dalam 95 Tesis karyanya tahun 1517. Penolakannya untuk menarik kembali semua ajaran dalam tulisan-tulisannya atas permintaan Paus Leo X pada 1520 dan Kaisar Romawi Suci Karl V pada 1521 di Sidang Worms mengakibatkan ekskomunikasinya oleh sang paus serta pemakluman dirinya sebagai seorang pelanggar hukum oleh sang kaisar.
Luther mengajarkan bahwa keselamatan dan, konsekuensinya, kehidupan kekal tidak diperoleh dengan perbuatan-perbuatan baik, namun diterima oleh orang percaya semata-mata sebagai anugerah bebas dari rahmat Allah melalui iman dalam Yesus Kristus sebagai penebus dari dosa. Teologinya menantang otoritas dan jabatan kepausan dengan mengajarkan bahwa Alkitab adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang diwahyukan secara ilahiah dari Allah[3] serta menentang sakerdotalisme dengan memandang semua orang Kristen sebagai imam yang kudus.[4] Mereka yang mengidentifikasi diri dengan hal-hal tersebut, dan semua ajaran Luther yang lebih luas, disebut Lutheran, kendati Luther bersikeras dengan Kristen ataupun Injili semata sebagai nama-nama yang dapat diterima untuk menyebut individu yang mengakui Kristus.
Penerjemahan Alkitab yang dilakukannya ke dalam bahasa vernakular Jerman (bukan bahasa Latin) menjadikan Alkitab lebih mudah diakses oleh kaum awam, sehingga menghasilkan dampak yang luar biasa pada gereja maupun budaya Jerman. Hal tersebut membantu perkembangan dari versi baku bahasa Jerman, menambahkan sejumlah prinsip bagi seni penerjemahan,[5] dan memengaruhi penulisan dari suatu terjemahan bahasa Inggris, yaitu Alkitab Tyndale.[6] Himne-himne karyanya memengaruhi perkembangan nyanyian dalam gereja-gereja Protestan.[7] Perkawinannya dengan Katharina von Bora, seorang mantan biarawati, menjadi model bagi praktik perkawinan klerikal, yang memungkinkan kaum rohaniwan Protestan untuk menikah.[8]
Dalam dua karya tulis terakhirnya, Luther mengekspresikan pandangan-pandangan antagonistis terhadap kaum Yahudi, menulis bahwa rumah-rumah dan sinagoge-sinagoge Yahudi seharusnya dihancurkan, uang mereka disita, dan kebebasan mereka dibatasi. Dikecam oleh hampir semua denominasi Lutheran, pernyataan-pernyataan tersebut dan pengaruhnya terhadap antisemitisme memberikan kontribusi pada status kontroversialnya.[9]
Masa muda
Kelahiran dan pendidikan
Martin Luther lahir dari pasangan Hans Luder (atau Ludher, kelak Luther)[10] dan Margarethe (née Lindemann) istrinya pada 10 November 1483 di Eisleben, Sachsen, yang kala itu merupakan bagian dari Kekaisaran Romawi Suci. Ia dibaptis keesokan harinya pada pesta peringatan St. Martinus dari Tours. Keluarganya pindah ke Mansfeld pada 1484, tempat ayahnya menjadi penyewa usaha sejumlah tempat peleburan dan tambang tembaga[11] serta menjabat sebagai salah seorang dari empat perwakilan warga dalam dewan setempat. Hans Luther terpilih sebagai anggota dewan kota pada 1492.[10][12] Martin Marty, seorang akademisi religi, mendeskripsikan ibu Luther sebagai seorang wanita pekerja keras dari kelas menengah dan keturunan peniaga serta berpendapat bahwa para seteru Luther di kemudian hari secara keliru mendeskripsikan ibunya sebagai seorang pelacur dan pelayan tempat pemandian.[10]
Ia memiliki sejumlah saudara laki-laki dan perempuan, dan diketahui dekat dengan salah seorang di antaranya, Jacob.[13] Hans Luther memiliki ambisi bagi dirinya sendiri dan keluarganya, serta bertekad untuk menyaksikan Martin, putra tertuanya, menjadi seorang pengacara. Ia mengirim Martin ke sekolah-sekolah Latin di Mansfeld, kemudian Magdeburg pada 1497, tempat ia memasuki satu sekolah yang dikelola oleh sekolompok awam yang disebut Persaudaraan Hidup Bersama, dan Eisenach pada 1498.[14] Ketiga sekolah itu berfokus pada apa yang disebut "trivium": tata bahasa, retorika, dan logika. Luther kemudian membandingkan pendidikannya di sana dengan purgatorium dan neraka.[15]
Pada 1501, ketika usianya 17 tahun, ia memasuki Universitas Erfurt, yang kemudian ia deskripsikan sebagai rumah bir dan tempat pelacuran.[16] Ia harus bangun setiap pukul empat pagi untuk apa yang digambarkannya sebagai "hari belajar hafalan dan acap kali latihan-latihan rohani yang melelahkan".[16] Ia mendapatkan gelar magisternya pada 1505.[17]
Selaras dengan keinginan ayahnya, Luther mendaftarkan diri pada sekolah hukum di universitas yang sama tahun itu namun tidak lama kemudian ia putus kuliah, dengan keyakinan bahwa hukum merepresentasikan ketidakpastian.[17] Luther mencari jaminan akan kehidupan serta merasa tertarik dengan teologi dan filsafat, mengekspresikan ketertarikan khusus pada Aristoteles, William dari Ockham, dan Gabriel Biel.[17] Ia mendapat banyak pengaruh dari dua tutornya, Bartholomaeus Arnoldi von Usingen dan Jodocus Trutfetter, yang mengajarinya untuk bersikap curiga, bahkan terhadap para pemikir terbesar,[17] dan untuk menguji sendiri segala sesuatu berdasarkan pengalaman.[18]
Filsafat terbukti tidak memuaskan, karena menurutnya menawarkan jaminan seputar penggunaan akal atau daya pikir tanpa menyinggung tentang mencintai Allah, yang bagi Luther adalah lebih penting. Ia merasa bahwa akal tidak dapat menuntun manusia kepada Allah, dan ia kemudian mengembangkan suatu hubungan cinta-benci secara simultan dengan Aristoteles karena penekanannya pada akal.[18] Bagi Luther, akal dapat digunakan untuk mempertanyakan hal-hal terkait manusia dan institusi, tetapi bukan Allah. Ia meyakini bahwa manusia dapat belajar tentang Allah hanya melalui wahyu ilahi, dan karenanya Kitab Suci menjadi semakin penting baginya.[18]
Ia kemudian mengaitkan keputusannya dengan suatu peristiwa: pada 2 Juli 1505, ia kembali ke universitas dengan menunggang kuda setelah menempuh perjalanan pulang ke rumah. Ketika terjadi hujan badai, petir menyambar di dekatnya. Ia menjerit, "Tolong! Santa Anna, aku akan menjadi seorang rahib!", lalu ia bercerita kepada ayahnya bahwa ia takut akan kematian dan penghakiman ilahi.[19][20] Ia tersadar kalau jeritannya minta tolong merupakan suatu kaul yang tidak pernah dapat ia langgar. Ia meninggalkan sekolah hukum, menjual buku-bukunya, dan masuk Biara St. Agustinus di Erfurt pada 17 Juli 1505.[21] Seorang teman menghubungkan keputusan itu dengan kesedihan Luther akibat kemangkatan dua orang temannya. Luther sendiri tampak bersedih hati atas keputusannya untuk pergi. Mereka yang menghadiri makan malam perpisahan mengantarnya ke pintu Klausura Hitam tujuannya. "Hari ini kamu melihatku, dan di kemudian hari takkan pernah lagi," katanya.[18] Ayahnya sangat marah atas apa yang dilihatnya sebagai suatu pemborosan telah memberikan Luther pendidikan.[22]
Kehidupan awal dan akademis
Luther mendedikasikan dirinya pada tarekat Agustinian, mengabdikan diri dalam laku puasa, doa selama berjam-jam, ziarah, dan pengakuan dosa secara berkala.[23] Luther mendeskripsikan periode hidupnya ini sebagai salah satu keputusasaan rohani. Ia berkata, "Aku kehilangan kontak dengan Kristus Sang Juruselamat dan Penghibur, serta menjadikan-Nya sipir dan algojo jiwaku yang malang."[24] Johann von Staupitz, superiornya, berupaya mengalihkan pikiran Luther dari perenungan secara terus-menerus atas dosa-dosanya kepada jasa-jasa Kristus. Ia mengajarkan bahwa pertobatan sejati bukan mengenai hukuman dan penyilihan swakarsa, melainkan suatu perubahan hati.[25]
Pada 3 April 1507, Jerome Scultetus, Uskup Brandenburg, menahbiskan Luther di Katedral Erfurt. Pada 1508, von Staupitz, dekan pertama Universitas Wittenberg yang baru didirikan, memanggil Luther untuk mengajar teologi.[26][27] Ia mendapatkan gelar sarjana dalam bidang studi Alkitab pada 9 Maret 1508, dan gelar sarjana lainnya dalam bidang studi Sententiae karya Petrus Lombardus pada 1509.[28]
Pada 19 Oktober 1512, ia dianugerahi gelar Doktor Teologi, dan, pada 21 Oktober 1512, ia diterima dalam senat fakultas teologi di Universitas Wittenberg,[29] menggantikan jabatan Staupitz sebagai profesor teologi.[30] Ia menghabiskan sisa kariernya dalam posisi ini di Universitas Wittenberg.
Ia ditunjuk menjadi vikaris provinsial Sachsen dan Thüringen oleh tarekat religiusnya pada 1515. Ini berarti ia perlu mengunjungi dan mengawasi kesebelas biara di provinsinya.[31]
Permulaan Reformasi Protestan
Pada 1516, Johann Tetzel, seorang frater Dominikan dan komisioner kepausan untuk indulgensi, diutus ke Jerman oleh Gereja Katolik Roma untuk menjual indulgensi guna mengumpulkan uang dalam rangka membangun kembali Basilika Santo Petrus di Roma.[32] Pengalaman Tetzel sebagai seorang pengkhotbah indulgensi, terutama antara tahun 1503 dan 1510, menyebabkan penunjukannya sebagai komisioner umum oleh Albrecht von Brandenburg, Uskup Agung Mainz, yang perlu memberikan kontribusi yang cukup besar guna pembangunan kembali Basilika St. Petrus di Roma kendati sangat berkewajiban untuk membayar kembali akumulasi manfaat yang besar yang telah ia terima. Sang uskup mendapat izin dari Paus Leo X untuk mengadakan penjualan suatu indulgensi penuh (yakni penghapusan sepenuhnya hukuman temporal akibat dosa) yang khusus, separuh dari hasil yang didapat Albrecht diklaim untuk membayar biaya-biaya dari manfaat tersebut.
Pada 31 Oktober 1517, Luther menulis surat kepada uskupnya, Albrecht von Brandenburg, memprotes penjualan indulgensi. Ia melampirkan dalam suratnya satu salinan Perdebatan Martin Luther tentang Kuasa dan Kefektifan Indulgensi karyanya, yang kemudian dikenal sebagai 95 Tesis. Hans Hillerbrand menuliskan bahwa Luther tidak berniat untuk menentang Gereja, namun memandang perdebatannya sebagai suatu keberatan keilmuan terhadap praktik-praktik Gereja, dan karena itu nada penulisannya bersifat "mencari", bukan dogmatis.[33] Hillerbrand menuliskan bahwa meski demikian terdapat suatu implikasi tantangan dalam sejumlah tesisnya, terutama dalam Tesis 86, yang menanyakan: "Mengapa paus, yang kekayaannya saat ini lebih besar daripada kekayaan Crassus yang terkaya, membangun basilika St. Petrus dengan uang orang-orang percaya yang miskin dan bukan dengan uangnya sendiri?"[33]
Luther berkeberatan dengan satu pernyataan yang dikaitkan dengan Johann Tetzel bahwa "Begitu koin dalam peti uang berdenting, jiwa dari purgatorium (juga dinyatakan sebagai 'ke surga') keluar."[34] Ia bersikeras bahwa, karena pengampunan dianugerahkan dari Allah semata, mereka yang mengklaim kalau indulgensi membebaskan para pembeli dari semua hukuman dan menganugerahkan mereka keselamatan adalah keliru. Umat Kristen, menurutnya, tidak boleh kendur dalam mengikuti Kristus lantaran jaminan palsu semacam itu.
Bagaimanapun, ucapan Tetzel yang kerap disitir tersebut dipandang sama sekali tidak merepresentasikan ajaran Katolik kala itu mengenai indulgensi, namun merupakan satu cerminan kapasitas Tetzel yang membesar-besarkannya. Namun, kendati Tetzel melebih-lebihkan hal itu sehubungan dengan indulgensi bagi mereka yang telah meninggal dunia, ajarannya mengenai indulgensi bagi mereka yang masih hidup di dunia ini sejalan dengan dogma Katolik yang telah berlaku pada zamannya.[35]
Menurut satu laporan, Luther memakukan 95 Tesis karyanya di pintu Gereja Semua Orang Kudus di Wittenberg pada 31 Oktober 1517. Para akademisi seperti Walter Krämer, Götz Trenkler, Gerhard Ritter, dan Gerhard Prause berpendapat bahwa kisah pemublikasian di pintu itu hanya memiliki sedikit landasan kebenaran, meski telah menetap sebagai salah satu pilar sejarah.[36][37][38] Kisah itu didasarkan pada komentar yang dibuat Philipp Melanchthon, meskipun diperkirakan kalau ia sendiri tidak berada di Wittenberg pada saat tersebut.[39]
Tesis berbahasa Latin tersebut dicetak di beberapa lokasi di Jerman pada 1517. Pada Januari 1518, teman-teman Luther menerjemahkan 95 Tesis dari bahasa Latin ke dalam bahasa Jerman.[40] Dikatakan bahwa salinan-salinan 95 Tesis telah menyebar ke seluruh Jerman dalam waktu dua minggu dan penyebarannya telah mencapai seluruh Eropa dalam waktu dua bulan.
Tulisan-tulisan Luther beredar luas, bahkan mencapai Prancis, Inggris, dan Italia pada 1519.[butuh klarifikasi] Para mahasiswa dikabarkan memadati Wittenberg untuk mendengar Luther berbicara. Ia memublikasikan suatu ulasan singkat tentang Surat Galatia dan Karya tentang Kitab Mazmur tulisannya. Bagian awal karier Luther ini merupakan salah satu periode yang paling kreatif dan produktif dalam masa hidupnya.[41] Tiga karyanya yang paling dikenal diterbitkan pada 1520: Kepada Bangsawan Kristen dari Negara Jerman, Tentang Pembuangan Gereja ke Babel, dan Tentang Kebebasan Seorang Kristen.
Pembenaran hanya oleh iman
Dari tahun 1510 sampai 1520, Luther menyajikan kuliah tentang Kitab Mazmur serta Surat Ibrani, Roma, dan Galatia. Ketika mempelajari bagian-bagian Alkitab tersebut, ia mendapat pemahaman atas penggunaan istilah-istilah seperti silih dan kebenaran (righteousness) oleh Gereja Katolik dengan cara-cara yang baru. Ia sampai pada keyakinan bahwa Gereja korup dalam jalannya dan telah hilang penglihatan atas apa yang ia anggap sebagai beberapa kebenaran sentral Kekristenan. Yang terpenting bagi Luther adalah doktrin pembenaran – tindakan Allah menyatakan benar seorang berdosa – oleh iman saja melalui kasih karunia atau rahmat Allah. Ia mulai mengajarkan bahwa keselamatan ataupun penebusan adalah suatu anugerah dari rahmat Allah, yang dapat dicapai melalui iman semata dalam Yesus sebagai Mesias.[42] "Batu karang yang satu dan kukuh ini, yang kita sebut doktrin pembenaran", tulisnya, "adalah pasal utama dari keseluruhan doktrin Kristen, yang mencakup pemahaman dari segala kesalehan."[43]
Luther sampai pada pemahaman bahwa pembenaran adalah karya Allah sepenuhnya. Ajaran Luther ini diekspresikan secara jelas dalam publikasinya tahun 1525, De Servo Arbitrio (Tentang Keterbelengguan Kehendak), yang ditulis sebagai tanggapan atas De libero arbitrio diatribe sive collatio (Tentang kehendak bebas: Diskursus atau Perbandingan) karya Desiderius Erasmus (1524). Luther mendasarkan posisinya pada doktrin predestinasi dalam Efesus 2:8–10 seturut pemahamannya. Menentang ajaran Katolik yang memandang tindakan-tindakan benar orang percaya dilakukan dalam kerja sama dengan Allah, Luther menuliskan bahwa umat Kristen menerima sepenuhnya kebenaran tersebut dari luar diri mereka. Menurutnya, kebenaran demikian bukan sekadar berasal dari Kristus tetapi sebenarnya adalah kebenaran Kristus, diperhitungkan kepada umat Kristen (bukan ditanamkan ke dalam diri mereka) melalui iman.[44]
"Itulah sebabnya mengapa iman semata menjadikan seseorang benar dan memenuhi hukum [Taurat]," tulisnya. "Iman adalah yang membawa Roh Kudus melalui jasa-jasa Kristus."[45] Bagi Luther, iman adalah suatu anugerah atau karunia dari Allah; pengalaman dibenarkan oleh iman adalah "seolah-olah aku telah dilahirkan kembali". Masuknya Ia ke dalam Firdaus tidak lain adalah penemuan tentang "kebenaran Allah" – suatu penemuan bahwa "orang benar" yang dibicarakan dalam Alkitab (seperti dalam Roma 1:17) hidup oleh iman.[46] Ia menjelaskan konsepnya tentang "pembenaran" dalam Pasal-Pasal Schmalkalden:
Pasal yang pertama dan utama adalah ini: Yesus Kristus, Allah dan Tuhan kita, mati untuk dosa-dosa kita dan dibangkitkan kembali untuk pembenaran kita (Roma 3:24–25). Ia sendiri adalah Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia (Yohanes 1:29), dan Allah telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita semua (Yesaya 53:6). Semua orang telah berdosa dan dibenarkan secara cuma-cuma, tanpa perbuatan-perbuatan dan jasa-jasa mereka sendiri, oleh kasih karunia-Nya, melalui penebusan yang terdapat dalam Kristus Yesus, dalam darah-Nya (Roma 3:23–25). Ini perlu diyakini. Ini tidak dapat diperoleh atau dicapai dengan perbuatan, hukum, atau jasa apa saja. Karenanya jelas dan pasti bahwa iman ini saja membenarkan kita ... Tidak ada sesuatupun dari pasal ini dapat dilepaskan atau ditaklukkan, sekalipun langit dan bumi jatuh (Markus 13:31).[47]
Penemuan kembali Luther atas "Kristus dan keselamatan-Nya" merupakan yang pertama dari dua poin yang menjadi landasan bagi Reformasi Protestan. Protesnya menentang penjualan indulgensi didasarkan pada hal tersebut.[48]
Perpecahan dengan kepausan
Albrecht, Uskup Agung Mainz dan Magdeburg, tidak membalas surat Luther yang berisikan 95 Tesis. Ia mengadakan pemeriksaan tesis tersebut untuk melihat kemungkinan adanya penyesatan, dan, pada Desember 1517, meneruskannya ke Roma.[49] Ia dikabarkan membutuhkan pendapatan dari indulgensi untuk memenuhi kewajibannya terkait suatu dispensasi kepausan atas jabatannya yang meliputi lebih dari satu keuskupan. Luther belakangan menulis, "paus juga terlibat, karena separuhnya mengalir ke pembangunan Gereja Santo Petrus di Roma".[50]
Paus Leo X terbiasa menghadapi para reformator dan penganut bidat,[51] dan ia menanggapi "dengan sangat hati-hati sebagaimana mestinya".[52] Selama tiga tahun berikutnya, ia mengirim serangkaian representasi dan teolog kepausan dalam rangka menentang Luther, yang hanya semakin memperkeras teologi anti kepausan yang dianut sang reformis. Utusan pertama, seorang teolog Dominikan yang bernama Silvestro Mazzolini, mengkonsep satu kasus bidat terhadap Luther, yang kemudian dipanggil sang paus ke Roma. Friedrich III, Elektor Sachsen, meyakinkan sang paus supaya Luther diperiksa di Augsburg, tempat Sidang Imperial diadakan.[53]
Di sana, selama periode tiga hari pada Oktober 1518, Luther melakukan pembelaan diri ketika menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan legatus kepausan, Kardinal Kayetanus. Hak paus untuk mempermaklumkan indulgensi merupakan pokok perdebatan antara kedua orang tersebut.[54][55] Keadaan dalam acara dengar pendapat tersebut berubah menjadi panas. Alih-alih sekadar menulis tesisnya, konfrontasi Luther dengan Gereja menjadikannya sebagai seorang musuh paus.[56] Instruksi awal yang diterima Kayetanus adalah menahan Luther apabila ia tidak mau menarik kembali ajarannya, tetapi sang legatus tidak melakukannya.[57] Luther menyelinap pergi meninggalkan kota pada malam hari, tanpa sepengetahuan Kayetanus.[58]
Pada Januari 1519, di Altenburg, Sachsen, Karl von Miltitz selaku nunsius kepausan mengadopsi suatu pendekatan yang lebih mendamaikan. Luther memberikan sejumlah konsesi kepada sang nunsius, yang adalah kerabat dari Elektor Friedrich III, dan berjanji untuk tetap diam jika para seterunya juga melakukannya.[59] Namun, seorang teolog bernama Johann Eck bertekad untuk mengekspos doktrin Luther dalam suatu forum publik. Pada Juni dan Juli 1519, ia mengadakan suatu acara debat di Leipzig dengan kolega Luther, Andreas Karlstadt, dan mengundang Luther untuk berbicara.[60]
Penegasan Luther yang paling berani dalam perdebatan tersebut adalah bahwa Matius 16:18 tidak memberi hak kepada paus untuk secara eksklusif menafsirkan kitab suci, dan karenanya tidak ada paus ataupun konsili Gereja yang tidak dapat salah.[61] Akibatnya, Eck memberi Luther stigma seorang Jan Hus baru, mengacu pada penganut bidat dan reformator Ceko yang dihukum bakar pada 1415. Sejak saat itu, ia mengabdikan diri untuk mengalahkan Luther.[62]
Ekskomunikasi
Pada 15 Juni 1520, Paus Leo X memperingatkan Luther dengan bulla kepausan Exsurge Domine bahwa ia akan dikenakan sanksi ekskomunikasi apabila tidak menarik kembali 41 kalimat dari tulisan-tulisannya, termasuk 95 Tesis, dalam waktu 60 hari. Pada musim gugur tahun itu, Johann Eck mempermaklumkan bulla tersebut di Meissen dan kota-kota lainnya. Karl von Miltitz, seorang nunsius kepausan, berupaya menengahi dengan suatu solusi, tetapi Luther, yang telah mengirimkan salinan Tentang Kebebasan Seorang Kristen kepada sang paus pada bulan Oktober, membakar dekretal-dekretal dan bulla tersebut di hadapan publik di Wittenberg pada 10 Desember 1520,[63] suatu tindakan yang ia bela dalam tulisan-tulisannya, Mengapa Paus dan Buku Terbarunya Dibakar dan Penegasan-Penegasan tentang Semua Pasal. Sebagai konsekuensinya, Luther diekskomunikasi oleh Paus Leo X pada 3 Januari 1521, melalui bulla Decet Romanum Pontificem.[64]
Sidang Worms
Penegakan larangan terhadap 95 Tesis jatuh ke tangan otoritas sekuler. Pada 18 April 1521, Luther tampil sebagaimana diperintahkan kepadanya di hadapan Sidang Worms. Ini merupakan suatu majelis umum para perwakilan wilayah dalam Kekaisaran Romawi Suci yang berlangsung di Worms, suatu kota di tepi barat Sungai Rhein. Sidang Worms diselenggarakan dari 28 Januari sampai dengan 25 Mei 1521, di bawah pimpinan Kaisar Karl V (Charles V). Pangeran Friedrich III, Elektor Sachsen, beroleh suatu pas bagi Luther untuk melintas dengan aman menuju dan meninggalkan pertemuan tersebut.
Johann Eck, yang berbicara atas nama Kekaisaran sebagai asisten Uskup Agung Trier, memperlihatkan kepada Luther salinan-salinan dari tulisan-tulisannya yang diletakkan di atas meja dan menanyakan apakah buku-buku tersebut miliknya, dan apakah ia berpegang teguh pada isinya. Luther mengonfirmasikan bahwa ia adalah pengarang kesemuanya, namun ia meminta waktu untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan kedua. Ia dilaporkan berdoa, berkonsultasi dengan teman-temannya, dan memberikan tanggapannya esok hari:
Kecuali saya diyakinkan dengan kesaksian dari Kitab Suci ataupun dengan alasan yang jelas (sebab saya tidak percaya pada paus ataupun konsili-konsili saja, karena diketahui bahwa mereka kerap keliru dan saling bertentangan), saya terikat dengan Kitab Suci yang telah saya kutip dan nurani saya ditawan dengan Firman Allah. Saya tidak dapat dan tidak akan menarik kembali apapun, karena tidaklah tenteram ataupun benar melawan nurani. Semoga Allah menolong saya. Amin.[65]
Di akhir perkataannya, Luther mengangkat tangannya "dengan salut tradisional seorang kesatria yang memenangkan suatu pertarungan." Michael Mullett menganggap kata-katanya itu sebagai suatu "klasik dunia dari pidato yang impresif".[66]
Eck memberi tahu Luther bahwa ia berlaku seperti seorang penganut bidah:
"'Martin,' katanya, 'tidak ada satu pun orang sesat yang telah mengoyak pangkuan Gereja, yang tidak beroleh sumbernya dari berbagai penafsiran Kitab Suci. Alkitab sendiri merupakan rangkaian sumber daya yang darinya masing-masing inovator telah menarik argumen-argumennya yang memperdaya. Adalah dengan teks-teks Alkitab Pelagius dan Arius mempertahankan doktrin-doktrin mereka. Arius, misalnya, mendapati negasi dari kekekalan Sang Firman—suatu kekekalan yang Anda akui, dalam ayat Perjanjian Baru ini—[Yusuf] tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki; dan ia mengatakan, dengan cara yang sama seperti yang Anda katakan, bahwa bagian ini mengikat dirinya. Ketika para bapa Konsili Konstanz mengecam proposisi Jan Hus ini—Gereja Yesus Kristus hanyalah himpunan dari yang terpilih, mereka mengecam suatu kekeliruan; karena Gereja, sebagaimana seorang ibu yang baik, merangkul dalam pelukannya semua yang memikul nama Kristen, semua yang dipanggil untuk menikmati kebahagiaan surgawi.'"[67]
Luther menolak untuk menarik kembali tulisan-tulisannya. Ia kadang-kadang juga disitir mengatakan: "Di sini saya berdiri. Saya tidak dapat berbuat lain". Para akademisi belakangan ini menganggap bahwa bukti untuk kata-kata tersebut tidak dapat dipercaya, karena disisipkan sebelum "Semoga Allah menolong saya" hanya dalam versi-versi pidato di kemudian hari dan tidak tercatat dalam laporan-laporan saksi mata persidangan.[68] Bagaimanapun, Mullet mengemukakan bahwa mengingat sifat Luther, "kita bebas untuk percaya kalau Luther cenderung untuk memilih bentuk kata-kata yang lebih dramatis."[66]
Selama lima hari berikutnya, diadakan pertemuan-pertemuan privat untuk menentukan nasib Luther. Sang kaisar menyajikan draf akhir Maklumat Worms pada 25 Mei 1521, yang menyatakan Luther sebagai seorang pelanggar hukum, melarang peredaran karya-karya tulisnya, dan menghendaki penangkapan dirinya: "Kami ingin ia ditangkap dan dihukum sebagai seorang penganut bidah dengan reputasi buruk."[69] Dinyatakan juga bahwa adalah suatu kejahatan bagi siapa saja di Jerman yang memberikan Luther makanan ataupun perlindungan, dan siapa saja dapat membunuh Luther tanpa konsekuensi hukum.
Di Kastel Wartburg
Hilangnya Luther saat ia kembali ke Wittenberg telah direncanakan. Friedrich III mengatur skenario pencegatan di hutan dekat Wittenberg dalam perjalanan pulangnya Luther, oleh para penunggang kuda bertopeng yang meniru para perampok jalanan. Mereka membawa Luther masuk ke dalam pengamanan Kastel Wartburg di Eisenach.[70] Selama berada di Wartburg, yang disebutnya sebagai "Patmos saya",[71] Luther menerjemahkan Perjanjian Baru dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Jerman serta menghasilkan tulisan-tulisan doktrinal dan polemik. Di antara karya tulisnya terdapat satu serangan baru terhadap Uskup Agung Albertus dari Mainz, yang ia buat merasa bersalah sehingga menghentikan penjualan indulgensi dalam keuskupan-keuskupannya,[72] dan "Sanggahan atas Argumen Latomus," yang di dalamnya ia memaparkan prinsip pembenaran kepada Jacobus Latomus, seorang teolog ortodoks dari Leuven.[73]
Dalam karya tulis tersebut, salah satu pernyataannya yang paling tegas terkait iman, ia berargumen bahwa setiap perbuatan baik yang dimaksudkan untuk menarik hati Allah adalah dosa.[74] Pada hakikatnya semua manusia adalah para pendosa, jelasnya, dan kasih karunia atau rahmat Allah semata dapat membuat mereka benar. Pada 1 Agustus 1521, Luther menulis kepada Melanchthon dengan tema yang sama: "Jadilah seorang berdosa, dan biarlah dosa-dosamu bertambah kuat, namun biarlah kepercayaanmu kepada Kristus bertambah lebih kuat, dan bersukacitalah dalam Kristus yang adalah pemenang atas dosa, kematian, dan dunia. Kita akan berbuat dosa selagi kita berada di sini, karena hidup ini bukanlah suatu tempat keadilan berada."[75]
Pada musim panas tahun 1521, Luther memperluas sasarannya dari kesalehan-kesalehan individual, seperti indulgensi dan ziarah, hingga meliputi doktrin-doktrin di jantung praktik Gereja. Dalam Tentang Penghapusan Misa Privat, ia mengecam sebagai penyembahan berhala gagasan bahwa misa merupakan suatu pengurbanan, seraya menyatakan bahwa misa merupakan suatu anugerah atau pemberian, untuk diterima dengan ucapan syukur oleh seluruh jemaat.[76] Esainya yang berjudul Tentang Pengakuan, Apakah Paus Memiliki Kuasa untuk Mensyaratkannya menolak pengakuan wajib serta mendorong dilakukannya pengakuan dan absolusi privat, karena menurutnya "setiap orang Kristen adalah seorang pendengar pengakuan (beichtvater)".[77] Pada bulan November, Luther menulis Penghakiman Martin Luther tentang Kaul-Kaul Monastik. Ia meyakinkan para rahib dan biarawati kalau mereka dapat melanggar kaul-kaul (sumpah religius) mereka tanpa berdosa, karena ia beranggapan bahwa kaul merupakan suatu upaya yang haram dan sia-sia untuk memperoleh keselamatan.[78]
Pada 1521, Luther banyak menyinggung nubuat, yang di dalamnya ia memperluas dasar-dasar Reformasi Protestan, menempatkan dasar-dasar itu pada iman profetik. Minat utamanya berpusat pada nubuat Tanduk Kecil dalam Daniel 8:9–12, 23–25. Antikristus dalam 2 Tesalonika 2 diidentifikasinya sebagai kuasa kepausan. Tanduk Kecil dalam Daniel 7, yang ia tafsirkan timbul dalam wilayah Kekaisaran Romawi yang terbagi-bagi, dilihatnya sebagai Kekaisaran Turki ataupun kepausan.[79][80]
Luther membuat pernyataan-pernyataannya dari Wartburg sehubungan dengan perkembangan pesat di Wittenberg, situasi yang tetap ia pantau sepenuhnya. Andreas Karlstadt, yang didukung oleh seorang mantan anggota tarekat Agustinian bernama Gabriel Zwilling, memulai suatu program reformasi radikal di sana pada Juni 1521, melampaui apa yang dapat dibayangkan oleh Luther. Reformasi-reformasi tersebut memicu pergolakan, termasuk suatu pemberontakan oleh para frater Agustinian melawan prior mereka, penghancuran patung-patung dan gambar-gambar di berbagai gereja, serta pengecaman secara terbuka terhadap jabatan pemerintahan (magistrat). Setelah mengunjungi Wittenberg secara diam-diam pada awal Desember 1521, Luther menulis Suatu Peringatan yang Tulus oleh Martin Luther kepada Semua Orang Kristen untuk Waspada terhadap Kerusuhan dan Pemberontakan.[81] Wittenberg menjadi semakin tidak stabil setelah Natal ketika sekolompok orang fanatik dan visioner, yang disebut nabi-nabi Zwickau, tiba untuk mengajarkan doktrin-doktrin revolusioner seperti kesetaraan absolut manusia dalam kepemilikan bersama, baptisan dewasa, dan kedatangan Kristus dalam waktu dekat.[82] Saat dewan kota meminta Luther untuk kembali, ia memutuskan bahwa adalah tugasnya untuk bertindak.[83]
Kembali ke Wittenberg dan Perang Petani
Luther kembali secara diam-diam ke Wittenberg pada 6 Maret 1522. Ia menulis kepada sang elektor: "Selama ketidakhadiran saya. Setan telah memasuki kandang domba saya, dan melakukan tindakan-tindakan penghancuran yang tidak dapat saya perbaiki dengan menulis, selain dengan firman hidup dan kehadiran pribadi saya semata."[84] Selama delapan hari dalam masa Prapaskah, dimulai pada Minggu Invocavit tanggal 9 Maret, Luther menyampaikan delapan khotbah, yang kemudian dikenal sebagai "Khotbah-Khotbah Invocavit". Dalam khotbah-khotbah tersebut, ia menekankan yang dipandangnya sebagai keutamaan dari nilai-nilai inti Kristen seperti kasih, kesabaran, karya amal, dan kebebasan, serta mengingatkan warga untuk memercayai firman Allah dan bukan melakukan kekerasan untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan.[85]
Tahukah kamu apa yang dipikirkan Iblis ketika ia melihat manusia menggunakan kekerasan untuk menyebarkan Injil? Ia duduk dengan tangan terlipat di balik api neraka, serta berkata dengan tatapan ganas dan seringai mengerikan: "Ah, betapa bijaksananya orang-orang gila ini memainkan permainanku! Biarlah mereka melanjutkannya; aku akan menuai keuntungannya. Kubersuka dalamnya." Tetapi ketika ia melihat Firman berlari dan bergulat sendirian di medan pertempuran, maka ia bergidik dan gentar karena ketakutan.[86]
Dampak dari campur tangan Luther segera dirasakan. Setelah khotbah keenam, Jerome Schrurf, yuris Wittenberg, menulis kepada sang elektor: "Oh, sukacita apa yang telah disebarkan Dr. Martin di antara kita! Kata-katanya, melalui belas kasih ilahi, sedang membawa kembali orang-orang yang tersesat setiap hari ke jalan kebenaran."[86]
Luther selanjutnya mulai menghapuskan ataupun memodifikasi praktik-praktik jemaatnya yang baru. Dengan bekerja bersama pihak berwenang untuk memulihkan ketertiban umum, ia mengisyaratkan penemuannya kembali sebagai suatu kekuatan konservatif dalam Reformasi Protestan.[87] Setelah menghalau para nabi Zwickau, ia menghadapi suatu pertarungan yang berlangsung tidak hanya dengan Gereja yang resmi, tetapi juga dengan para reformis radikal yang dikatakan mengancam tatanan barunya dengan menggerakkan kekerasan dan kerusuhan sosial.[88]
Terlepas dari keberhasilannya di Wittenberg, Luther tidak berhasil membendung radikalisme yang berkembang luas di daerah sekitarnya. Para pengkhotbah seperti nabi Zwickau Nikolaus Storch dan Thomas Müntzer mendapat dukungan di kalangan para petani dan penduduk-kota yang miskin antara tahun 1521 dan 1525. Sebelumnya, sejak abad ke-15, pernah terjadi beberapa pemberontakan berskala lebih kecil oleh kaum tani.[89] Pamflet-pamflet Luther yang menentang Gereja dan hierarki, yang sering kali diekspresikan dengan fraseologi "liberal", menyebabkan banyak petani percaya bahwa ia akan mendukung serangan terhadap kelas atas pada umumnya.[90] Berbagai pemberontakan pecah di Franken, Schwaben, dan Thüringen pada 1524, bahkan menarik dukungan dari para bangsawan yang tidak puas, banyak dari mereka yang terbelit utang. Karena mendapat momentum dalam kepemimpinan para tokoh radikal seperti Müntzer di Thüringen, serta Hipler dan Lotzer di wilayah barat daya, pemberontakan-pemberontakan tersebut berubah menjadi perang.[91]
Luther disebut bersimpati dengan beberapa keluhan kaum tani tersebut, seperti yang ia tunjukkan dalam tanggapannya terhadap Dua Belas Pasal pada Mei 1525, namun ia mengingatkan para pihak yang dirugikan untuk mematuhi otoritas sekuler.[92] Selama suatu kunjungan di Thüringen, ia menjadi sangat marah ketika menyaksikan aksi pembakaran yang meluas atas berbagai biara, kediaman uskup, dan perpustakaan. Dalam Melawan Gerombolan Petani Bernafsu Mencuri dan Membunuh, yang ditulis sekembalinya Luther ke Wittenberg, ia memberikan interpretasinya tentang ajaran Injil terkait kekayaan, mengecam kekerasan tersebut sebagai pekerjaan iblis, dan meminta para bangsawan untuk menundukkan para pemberontak layaknya "seseorang harus membunuh seekor anjing gila":[93]
Karena itu biarlah setiap orang yang bisa, menghantam, membunuh, dan menikam, secara sembunyi-sembunyi ataupun secara terbuka, mengingat bahwa tidak ada yang dapat lebih berbisa, menyakitkan, ataupun seperti iblis daripada seorang pemberontak ... Karena baptisan tidak membuat manusia bebas tubuhnya dan kepunyaannya, tetapi jiwanya; dan Injil tidak menjadikan barang-barang dimiliki bersama, kecuali dalam kasus orang-orang yang, dari kehendak bebas mereka sendiri, melakukan apa yang rasul-rasul dan murid-murid lakukan dalam Kisah 4 [:32–37]. Mereka tidak menuntut, seperti yang dilakukan para petani kita yang sinting dalam amukan mereka, agar barang orang-orang lain—dari Pilatus dan Herodes—mesti menjadi milik bersama, tetapi hanya barang mereka sendiri. Namun, para petani kita ingin menjadikan milik bersama barang orang-orang lain, dan menyimpan milik mereka bagi mereka sendiri. Orang-orang Kristen yang baik mereka! Kupikir tidak ada satu setan pun yang tertinggal di neraka; mereka semua telah pergi merasuk petani-petani itu. Omong kosong mereka telah kelewat batas.[94]
Luther membela penentangannya terhadap para pemberontak dengan tiga alasan. Pertama, dalam memilih kekerasan daripada ketaatan sesuai hukum pada pemerintah sekuler, mereka mengabaikan nasihat Kristus supaya "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar"; Rasul Paulus menulis dalam Roma 13:1–7 bahwa semua pemerintah ditetapkan oleh Allah dan karena itu tidak semestinya dilawan. Petunjuk dari Alkitab ini membentuk landasan bagi doktrin yang dikenal sebagai hak ilahi raja-raja, atau hak ilahi pangeran-pangeran dalam kasus Jerman. Kedua, tindakan-tindakan kekerasan memberontak, merampok, dan menjarah, menempatkan para petani "di luar hukum Allah dan Kekaisaran", sehingga mereka dianggapnya layak mengalami "kematian dalam tubuh dan jiwa, jika hanya menjadi para penyamun dan pembunuh". Terakhir, Luther menuduh para pemberontak melakukan penghujatan karena mereka menyebut diri "saudara-saudara Kristen" dan melakukan tindakan-tindakan berdosa di bawah panji Injil.[95]
Tanpa dukungan Luther dalam melakukan pemberontakan tersebut, banyak pemberontak yang meletakkan senjata mereka; yang lain lagi merasa dikhianati. Kekalahan mereka oleh Liga Schwäbischer di Pertempuran Frankenhausen pada 15 Mei 1525, yang diikuti dengan eksekusi Müntzer, mengantar tahap revolusioner Reformasi Protestan ke suatu akhir.[96] Setelah itu, radikalisme dikatakan menemukan satu tempat perlindungan dalam gerakan Anabaptis dan gerakan-gerakan keagamaan lainnya, sementara Reformasi Luther berkembang di bawah naungan kekuatan sekuler.[97] Pada 1526, Luther menulis: "Saya, Martin Luther, selama pemberontakan telah membunuh semua petani, karena sayalah yang memerintahkan mereka untuk dipukul mati."[98]
Perkawinan
Martin Luther menikahi Katharina von Bora, salah seorang di antara 12 biarawati yang ia bantu melarikan diri dari biara Sistersien Nimbschen pada bulan April 1523, ketika ia mengatur supaya mereka diselundupkan dengan tong-tong ikan haring.[99] "Tiba-tiba, dan selagi saya disibukkan dengan pikiran-pikiran yang jauh berbeda," tulisnya kepada Wenceslaus Link, "Tuhan menjerumuskan saya ke dalam perkawinan."[100] Pada waktu mereka menikah, Katharina berusia 26 tahun dan Luther berusia 41 tahun.
Pada 13 Juni 1525, pasangan tersebut bertunangan dengan Johannes Bugenhagen, Justus Jonas, Johannes Apel, Philipp Melanchthon, serta Lucas Cranach Tua dan istrinya sebagai para saksi.[101] Pada malam hari yang sama, pasangan tersebut dinikahkan oleh Bugenhagen.[101] Iring-iringan seremonial ke gereja dan pesta pernikahan baru dilakukan dua minggu kemudian pada tanggal 27 Juni.[101]
Beberapa imam dan mantan anggota tarekat religius telah terlebih dahulu menikah, termasuk Andreas Karlstadt dan Justus Jonas, namun pernikahan Luther menjadi suatu indikasi resmi perkawinan klerikal di kalangan rohaniwan Protestan.[102] Ia telah sejak lama mengecam kaul-kaul selibat dengan landasan biblis, namun keputusannya untuk menikah mengejutkan banyak orang, setidaknya Melanchthon, yang menyebutnya sembrono.[103] Luther pernah menulis surat kepada George Spalatin pada 30 November 1524, "Saya tidak akan pernah mengambil istri, sebagaimana saya rasakan saat ini. Bukan berarti saya tidak sadar akan seks atau kedagingan saya (karena saya bukan kayu ataupun batu); tetapi pikiran saya jelas tidak menyukai ikatan perkawinan karena saya setiap hari mengharapkan kematian seorang penganut bidah."[104] Sebelum menikah, Luther telah hidup dengan makanan yang paling sederhana, dan ia mengaku kalau tempat tidurnya yang berjamur tidak dibuat dengan benar selama berbulan-bulan pada suatu waktu.[105]
Luther dan istrinya pindah ke suatu kediaman bekas biara, "Biara Hitam", hadiah pernikahan dari Johann, Elektor Sachsen yang baru (1525–32). Mereka mengawali apa yang tampaknya menjadi suatu pernikahan yang bahagia dan sukses, kendati sering kali kekurangan uang.[106] Katharina melahirkan enam orang anak (3 putra dan 3 putri): Hans – Juni 1526; Elisabeth – 10 Desember 1527, yang meninggal beberapa bulan kemudian; Magdalena – 1529, yang meninggal dalam pelukan Luther pada 1542; Martin – 1531; Paul – Januari 1533; serta Margaretha – 1534; dan ia membantu pasangan tersebut memperoleh nafkah dengan bertani sembari menerima orang-orang memondok.[107] Luther bercerita kepada Michael Stifel pada 11 Agustus 1526: "Katie-ku dalam segala hal begitu ringan tangan dan menyenangkanku sehingga aku tidak akan menukar kemiskinanku dengan kekayaan Croesus."[108]
Bagian dari seri tentang |
Gereja Lutheran |
---|
Portal Kristen |
Pengorganisasian gereja
Pada 1526, Luther mendapati dirinya semakin sibuk dalam mengorganisasi suatu gereja yang baru. Model jemaat-jemaat yang dibayangkannya berdasarkan Alkitab dengan cara memilih pastor atau pendeta mereka masing-masing telah terbukti tidak dapat dijalankan.[109] Menurut Bainton, "Dilema Luther adalah bahwa ia menginginkan suatu gereja konfesional berdasarkan pengalaman dan iman personal serta suatu gereja teritorial yang mencakup semua dalam suatu wilayah tertentu. Jika ia terpaksa memilih, ia akan berdiri tegak dengan orang banyak, dan ke arah inilah ia melangkah."[110]
Dari tahun 1525 sampai 1529, ia mendirikan suatu badan pengawas gereja, meletakkan satu bentuk baru dari pelayanan ibadah, dan menulis suatu ringkasan jelas keimanan barunya dalam bentuk dua katekismus. Pemikiran Luther dipandang revolusioner karena merupakan suatu teologi salib, negasi dari setiap afirmasi: selama salib berada di tengah, kenderungan pembangunan sistem daya pikir berada dalam pengawasan, dan pembangunan sistem tidak mengalami degenerasi menjadi Sistem.[111]
Untuk mencegah kebingungan dan kekecewaan orang-orang, Luther menghindari perubahan yang ekstrem. Ia juga tidak menghendaki penggantian satu sistem pengawasan dengan yang lain. Luther berkonsentrasi pada gereja di Elektorat Sachsen, hanya bertindak sebagai penasihat pada gereja-gereja di wilayah-wilayah baru, yang banyak di antaranya mengikuti model gerejanya di Sachsen. Ia bekerja sama dengan elektor barunya, Johann, kepada siapa ia berpaling demi kepemimpinan sekuler dan sokongan finansial atas nama suatu gereja yang pada dasarnya terputus aset dan pemasukannya setelah perpecahan dengan Roma.[112] Bagi Martin Brecht, biograf Luther, kemitraan tersebut "adalah permulaan dari suatu perkembangan yang dipertanyakan dan tidak direncanakan pada awalnya menuju suatu pemerintahan gereja di bawah penguasa sekuler".[113]
Sang elektor mengesahkan visitasi gereja, suatu kuasa yang sebelumnya dilaksanakan oleh para uskup.[114] Terkadang reformasi-reformasi praktis Luther tidak sesuai dengan pemakluman-pemakluman radikalnya yang terdahulu. Sebagai contoh, Instruksi-Instruksi untuk Para Visitor Pastor-Pastor Paroki di Elektorat Sachsen, yang dirancang oleh Melanchthon dengan persetujuan Luther, menekankan peranan pertobatan dalam pengampunan dosa, terlepas dari posisi Luther bahwa iman semata memastikan pembenaran.[115] Seorang reformator Eisleben bernama Johannes Agricola menantang kompromi tersebut, dan Luther mengecamnya karena ia mengajarkan bahwa iman terpisah dari perbuatan.[116] Instruksi dipandang sebagai satu dokumen problematik bagi mereka yang mencari suatu evolusi konsisten dalam pemikiran Luther dan praktiknya.[117]
Sebagai tanggapan atas adanya kebutuhan akan liturgi berbahasa Jerman, Luther menulis Deutsche Messe (Misa Jerman), yang ia publikasikan pada awal tahun 1526.[118] Ia tidak bermaksud menjadikannya sebagai pengganti dari adaptasi Misa Latin karyanya tahun 1523, tetapi sebagai satu alternatif bagi "orang-orang sederhana", suatu "stimulasi publik bagi orang-orang untuk percaya dan menjadi penganut Kristen."[119] Luther mendasarkan aturannya pada ibadah Katolik, namun menghilangkan "segala sesuatu yang berbau pengurbanan", dan Misa menjadi suatu perayaan yang di dalamnya setiap orang menerima roti maupun anggur.[120] Ia mempertahankan pengangkatan hosti (roti perjamuan) dan cawan, sementara perlengkapan seperti vestimentum, altar, dan lilin dijadikan opsional, memungkinkan kebebasan pelaksanaan upacara.[121]
Beberapa reformator, termasuk para pengikut Ulrich Zwingli, menganggap peribadahan Luther terlalu bersifat papistik, dan para akademisi modern melihat adanya konservatisme dalam alternatif misa Katolik susunannya.[122] Bagaimanapun, tata ibadah yang disusunnya mencakupi bernyanyi himne dan mazmur jemaat dalam bahasa Jerman, juga menyanyikan bagian-bagian dari liturgi, seperti komposisi Kredo secara unisono gubahan Luther.[123] Untuk menjangkau orang-orang sederhana dan kaum muda, Luther mengintegrasikan ajaran agama ke dalam ibadah-ibadah harian pada hari kerja dalam bentuk katekismus.[124] Ia juga menyediakan versi-versi yang disederhanakan dari layanan baptisan dan pernikahan.[125]
Luther dan rekan-rekannya memperkenalkan tata ibadah baru tersebut selama visitasi (kunjungan) mereka di Elektorat Sachsen, yang bermula pada tahun 1527.[126] Mereka juga melakukan penilaian standar pelayanan pastoral dan pendidikan Kristen di wilayah itu. "Allah yang penuh belah kasih, derita apa yang telah kulihat," tulis Luther, "orang-orang biasa tidak tahu doktrin Kristen sama sekali ... dan sayangnya banyak pastor yang hampir-hampir tidak terampil dan tidak mampu mengajar."[127]
Katekismus-katekismus
Luther merancang katekismus sebagai suatu metode untuk menyampaikan dasar-dasar Kekristenan kepada jemaat-jemaat. Pada 1529, ia menulis Katekismus Besar, satu manual bagi para pastor (pendeta) dan pengajar, serta Katekismus Kecil sebagai satu sinopsis untuk diingat oleh mereka.[128] Katekismus-katekismusnya menyajikan materi instruksional dan devosional tentang Sepuluh Perintah Allah, Kredo Para Rasul, Doa Bapa Kami, baptisan, dan Perjamuan Tuhan.[129] Luther menyertakan pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban di dalam katekismusnya sehingga dasar-dasar iman Kristen tidak menjadi sekadar hafalan, "cara monyet melakukannya", namun dipahami.[130]
Katekismusnya merupakan salah satu karya Luther yang paling personal. "Mengenai rencana untuk mengumpulkan tulisan-tulisan saya dalam rangkaian buku," tulisnya, "Saya cukup tidak antusias dan sama sekali tidak bersemangat atasnya karena, terinspirasi oleh nafsu makan Saturnian, saya lebih suka melihat semuanya itu dilahap. Sebab saya tidak mengakui satupun dari semuanya itu sebagai buku saya yang sesungguhnya, kecuali mungkin Keterbelengguan Kehendak dan Katekismus."[131] Katekismus Kecil telah mendapatkan reputasi sebagai suatu model pengajaran agama yang jelas.[132] Katekismus tersebut tetap digunakan hingga sekarang, bersama-sama dengan himne-himne dan terjemahan Alkitab karyanya.
Katekismus Kecil Luther dikatakan sangat efektif dalam membantu orang tua mengajar anak-anak mereka; seperti halnya Katekismus Besar efektif bagi para pendeta.[133] Dengan menggunakan bahasa vernakular Jerman, mereka mengekspresikan Kredo Para Rasul (Pengakuan Iman Rasuli) dalam bahasa Trinitarian yang lebih sederhana dan personal. Ia menulis ulang setiap pasal Kredo untuk mengekspresikan karakter Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Tujuan Luther adalah untuk memungkinkan para katekumen melihat diri mereka sendiri sebagai suatu objek personal dari karya tiga pribadi Tritunggal (Trinitas), yang masing-masingnya berkarya dalam kehidupan setiap katekumen.[134]
Dalam apa yang dilakukannya tersebut, Luther memerikan Tritunggal bukan sebagai suatu doktrin untuk dipelajari, namun sebagai pribadi-pribadi untuk dikenal. Bapa mencipta, Putra menebus, dan Roh menguduskan, satu kesatuan ilahi dengan pribadi-pribadi yang khas. Keselamatan berasal dari Bapa dan menarik orang untuk percaya kepada Bapa. Perlakuan Luther pada Kredo Para Rasul perlu dipahami dalam konteks Dekalog (Sepuluh Perintah Allah) dan Doa Bapa Kami, yang juga merupakan bagian dari ajaran kateketik Lutheran.[134]
Penerjemahan Alkitab
Luther telah memublikasikan terjemahan Perjanjian Baru berbahasa Jerman karyanya pada tahun 1522, sementara ia dan para kolaboratornya menyelesaikan terjemahan Perjanjian Lama berbahasa Jerman pada tahun 1534, ketika keseluruhan Alkitab karyanya dipublikasikan. Ia senantiasa berupaya untuk memperbaiki terjemahan tersebut sampai akhir hayatnya.[135] Telah ada orang-orang lain yang menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman, namun Luther menyesuaikan terjemahannya dengan doktrinnya sendiri.[136] Saat ia dikritik karena menyisipkan kata "saja" setelah kata "iman" dalam Roma 3:28,[137] ia berargumen di antaranya: "Teks itu sendiri dan signifikansi St. Paulus begitu memerlukan dan menuntutnya. Sebab dalam bagian itu secara khusus ia menyinggung pokok utama doktrin Kristen, yaitu, bahwa kita dibenarkan karena iman dalam Kristus tanpa perbuatan apa saja dari Hukum [Taurat]. ... Namun ketika perbuatan-perbuatan ditiadakan sama sekali – dan itu berarti bahwa iman saja membenarkan – siapa pun yang akan berbicara secara langsung dan jelas tentang peniadaan perbuatan-perbuatan ini akan harus mengatakan, 'Iman saja membenarkan kita, dan bukan perbuatan'."[138]
Hasil penerjemahan Luther menggunakan varian bahasa Jerman yang dituturkan di tempat kedudukan kanselir Sachsen, yang dapat dimengerti oleh orang-orang Jerman utara maupun selatan.[139] Ia bermaksud agar bahasa langsungnya yang kuat menjadikan Alkitab dapat diakses oleh orang Jerman pada umumnya, "karena kita sedang menghilangkan halangan-halangan dan kesulitan-kesulitan sehingga orang lain dapat membacanya tanpa hambatan."[140]
Diterbitkan pada saat meningkatnya permintaan akan publikasi-publikasi berbahasa Jerman, versi Luther dengan cepat menjadi suatu terjemahan Alkitab yang populer dan berpengaruh. Dengan demikian, karya tersebut memberi suatu kontribusi yang signifikan pada evolusi dari bahasa dan sastra Jerman.[141] Dilengkapi dengan berbagai catatan dan kata pengantar oleh Luther, serta dengan beragam cukil kayu oleh Lucas Cranach yang berisi citra anti kepausan, karyanya memainkan suatu peranan penting dalam penyebaran doktrin Luther di seluruh Jerman.[142] Alkitab Luther memengaruhi timbulnya terjemahan-terjemahan vernakular yang lain, seperti Alkitab berbahasa Inggris karya William Tyndale (1525 dan seterusnya), suatu pelopor dari Alkitab Versi Raja James (KJV).[143]
Penggubah himne
Luther adalah seorang himnodis yang produktif, yang menulis himne-himne seperti "Ein feste Burg ist unser Gott" ("Allahmu Benteng Yang Teguh"), berdasarkan Mazmur 46, dan "Vom Himmel hoch, da komm ich her" ("Jauh dari Sorga datangKu"), berdasarkan Lukas 2:11–12.[144] Luther mempertalikan seni tinggi dan musik rakyat, juga segenap kelas, rohaniwan dan awam, pria, wanita, dan anak-anak. Sarana pilihannya untuk pertalian ini adalah nyanyian himne-himne Jerman dalam kaitannya dengan ibadah, sekolah, rumah, dan bidang publik.[145] Ia sering kali mengiringi himne-himne yang dinyanyikan dengan sebuah kecapi, kelak diciptakan kembali sebagai waldzither yang menjadi suatu alat musik nasional Jerman pada abad ke-20.[146]
Himne-himne Luther kerap distimulasi oleh peristiwa-peristiwa tertentu dalam hidupnya dan Reformasi Protestan yang tengah berlangsung. Hal itu bermula sejak ia mendengar eksekusi Johann Esch dan Heinrich Voes, orang-orang pertama yang dieksekusi oleh Dewan Brabant karena menganut pandangan Lutheran, menggerakkan Luther untuk menulis himne "Ein neues Lied wir heben an", yang umumnya dikenal dalam bahasa Inggris melalui terjemahan John C. Messenger dengan judul dan baris pertamanya yang berbunyi "Flung to the Heedless Winds" serta dinyanyikan untuk lagu populer Ibstone yang digubah pada 1875 oleh Maria C. Tiddeman.[147]
Himne Luther tahun 1524, "Wir glauben all an einen Gott" ("Kita Semua Percaya pada Satu Allah Benar"), merupakan suatu pengakuan iman dalam tiga-stanza yang adalah versi awal penjelasan Kredo Para Rasul dalam tiga-bagian oleh Luther pada 1529 di dalam Katekismus Kecil. Himne Luther, yang diadaptasi dan diperluas dari suatu himne Jerman terdahulu yang bertemakan pengakuan iman, mulai digunakan secara luas dalam liturgi-liturgi vernakular Lutheran pada awal tahun 1525. Himnal-himnal (buku kumpulan himne) Lutheran abad ke-16 juga mencakup "Wir glauben all" di antara himne-himne kateketik, kendati himnal-himnal abad ke-18 lebih cenderung melabelkan himne tersebut Trinitarian daripadan kateketik, dan kalangan Lutheran abad ke-20 jarang menggunakan himne tersebut karena melodinya dianggap sulit.[145]
Himne Luther tahun 1538 yang bertema Doa Bapa Kami, "Vater unser im Himmelreich", bersesuaian secara tepat dengan penjelasan Luther tentang doa ini dalam Katekismus Kecil, dengan satu stanza untuk masing-masing dari ketujuh permohonan doa, ditambah stanza-stanza pembuka dan penutup. Himne tersebut berfungsi sebagai suatu komposisi liturgis Doa Bapa Kami dan sebagai suatu sarana untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan seputar pertanyaan-pertanyaan katekismus tertentu. Manuskrip yang masih terlestarikan menunjukkan adanya beberapa revisi, memperlihatkan perhatian Luther untuk mengklarifikasi serta memperkuat teks tersebut dan untuk menyediakan suatu lagu populer yang sesuai untuk berdoa. Gubahan-gubahan lain Doa Bapa Kami dari abad ke-16 dan ke-20 telah mengadopsi lagu Luther tersebut, kendati teks-teks modern jauh lebih pendek.[148]
Luther menulis "Aus tiefer Not schrei ich zu dir" ("Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu") pada tahun 1523 sebagai versi himne dari Mazmur 130 dan mengirimkannya sebagai satu contoh guna mendorong rekan-rekannya untuk menulis himne-mazmur demi penggunaan dalam ibadah Jerman. Dalam suatu kolaborasi dengan Paul Speratus, himne tersebut dan tujuh himne lainnya diterbitkan dalam Achtliederbuch, himnal Lutheran pertama. Pada 1524, Luther mengembangkan mazmur aslinya yang terdiri dari empat stanza, yang diparafrasakan ke dalam suatu himne Reformasi Protestan yang terdiri dari lima stanza dengan pengembangan tema "kasih karunia saja" secara lebih lengkap. Karena mengekspresikan doktrin penting Reformasi Protestan, versi "Aus tiefer Not" yang diperluas ini ditetapkan sebagai satu komponen reguler dari beberapa liturgi Lutheran regional dan banyak digunakan saat pemakaman, termasuk pemakaman Luther sendiri. Bersama dengan versi himne Erhart Hegenwalt dari Mazmur 51, himne Luther yang diperluas juga diadopsi untuk penggunaan dengan bagian kelima katekismus Luther, mengenai pengakuan dosa.[149]
Luther menulis"Ach Gott, vom Himmel sieh darein" ("Ya Allah, pandanglah dari langit"). "Nun komm, der Heiden Heiland", yang didasarkan pada Veni redemptor gentium karya St. Ambrosius, menjadi himne utama (Hauptlied) untuk Adven. Ia mengubah A solus ortus cardine menjadi "Christum wir sollen loben schon" dan Veni Creator Spiritus menjadi "Komm, Gott Schöpfer, Heiliger Geist".[150]
Ia menulis dua himne tentang Sepuluh Perintah Allah, "Dies sind die heilgen zehn Gebot" dan "Mensch, willst du leben seliglich". "Gelobet seist du, Jesu Christ" karyanya ("Puji bagi-Mu, Yesus Kristus") menjadi himne utama untuk Natal. Ia menulis "Nun bitten wir den Heiligen Geist" untuk Pentakosta, dan mengadopsi "Christ ist erstanden" (Kristus bangkit) untuk Paskah, berdasarkan Victimae paschali laudes. "Mit Fried und Freud ich fahr dahin", suatu parafrasa dari Nunc dimittis, dimaksudkan untuk Purifikasi, namun menjadi satu himne pemakaman juga. Ia memparafrasakan Te Deum sebagai "Herr Gott, dich loben wir" dengan suatu bentuk melodi yang disederhanakan dan menjadi dikenal sebagai Te Deum Jerman.
Himne Luther tahun 1541, "Christ unser Herr zum Jordan kam", merefleksikan struktur dan substansi dari kumpulan pertanyaan dan jawaban Luther mengenai baptisan di dalam Katekismus Kecil. Luther mengadopsi satu lagu populer karya Johann Walter yang telah ada sebelumnya yang dikaitkan dengan suatu komposisi himne dari Mazmur 67; komposisi himne tersebut oleh Wolf Heintz yang terdiri dari empat bagian digunakan untuk mengenalkan Reformasi Lutheran di Halle pada 1541. Para pengkhotbah dan komponis abad ke-18, termasuk J. S. Bach, menggunakan himne ini sebagai satu subjek untuk karya mereka sendiri, walaupun secara objektif teologi baptisan yang terkandung di dalamnya digantikan dengan himne-himne yang lebih subjektif di bawah pengaruh pietisme Lutheran abad ke-19 akhir.[145]
Himne-himne Luther dimasukkan dalam himnal-himnal Lutheran awal dan menyebarkan gagasan-gagasan Reformasi Protestan. Ia menyuplai 4 dari 8 lagu himne Lutheran pertama (Achtliederbuch), 18 dari 26 lagu Erfurt Enchiridion, dan 24 dari 32 lagu dalam himnal pertama untuk paduan suara dengan komposisi-komposisi oleh Johann Walter, Eyn geystlich Gesangk Buchleyn, semuanya terbit tahun 1524.
Himne-himne Luther mengilhami para komponis untuk menulis musik. Johann Sebastian Bach memasukkan beberapa bait sebagai koral dalam kantata-kantatanya dan mendasarkan sepenuhnya kantata-kantata koral karyanya pada bait-bait tersebut, yaitu Christ lag in Todes Banden, BWV 4, kemungkinan tahun 1707, dalam siklus tahunan keduanya (1724 sampai 1725) Ach Gott, vom Himmel sieh darein, BWV 2, Christ unser Herr zum Jordan kam, BWV 7, Nun komm, der Heiden Heiland, BWV 62, Gelobet seist du, Jesu Christ, BWV 91, dan Aus tiefer Not schrei ich zu dir, BWV 38, kemudian Ein feste Burg ist unser Gott, BWV 80, dan pada 1735 Wär Gott nicht mit uns diese Zeit, BWV 14.
Tentang jiwa setelah kematian
Berbeda dengan pandangan-pandangan dari Yohanes Calvin[151] dan Philipp Melanchthon,[152] sepanjang hidupnya Luther menyatakan bahwa adalah bukan doktrin keliru untuk meyakini kalau jiwa seorang Kristen tertidur setelah terpisahkan dari tubuhnya dalam kematian badani.[153] Karenanya ia membantah penafsiran-penafsiran sejumlah bagian Alkitab menurut tradisi, seperti penafsiran atas perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus.[154] Hal ini juga menyebabkan Luther menolak gagasan terkait siksaan-siksaan bagi jiwa orang percaya yang telah meninggal dunia: "Adalah cukup bagi kita untuk mengetahui bahwa jiwa tidak meninggalkan tubuhnya untuk diancam dengan siksaan dan hukuman neraka, namun memasuki suatu kamar tidur yang telah dipersiapkan agar mereka tidur dalam damai."[155] Ia juga menolak keberadaan purgatorium, yang dalam pandangan Gereja Katolik perlu dialami jiwa-jiwa Kristen yang membutuhkan penderitaan penyilihan setelah kematian badani.[156] Luther menegaskan kesinambungan identitas personal seseorang di luar kematian badani. Dalam Pasal-Pasal Schmalkalden karyanya, ia mendeskripsikan kalau orang-orang kudus yang telah meninggal dunia saat ini tinggal "dalam kuburan-kuburan mereka dan dalam surga."[157]
Seorang teolog Lutheran bernama Franz Pieper mengamati bahwa ajaran Luther tentang keadaan dari jiwa orang Kristen setelah kematian badani berbeda dengan teolog-teolog Lutheran setelahnya seperti Johann Gerhard.[158] Gotthold Ephraim Lessing (1755) sebelumnya telah sampai pada kesimpulan yang sama dalam analisisnya tentang ortodoksi Lutheran terkait isu ini.[159]
Tafsir Kitab Kejadian yang ditulis Luther berisi satu bagian yang menyimpulkan bahwa "jiwa tidak tertidur (anima non sic dormit), tetapi terjaga (sed vigilat) dan mengalami penglihatan-penglihatan".[160] Francis Blackburne pada tahun 1765 berpendapat bahwa John Jortin salah membaca ini dan bagian-bagian lain dari tulisan Luther,[161] sementara Gottfried Fritschel pada tahun 1867 menunjukkan bahwa bagian itu sebenarnya mengacu pada jiwa seseorang "dalam kehidupan ini" (homo enim in hac vita) yang lelah akibat kerja hariannya (defatigus diurno labore), yang pada malam hari memasuki kamar tidurnya (sub noctem intrat in cubiculum suum) dan terganggu oleh mimpi-mimpi dalam tidurnya.[162]
Terjemahan ke dalam bahasa Inggris oleh Henry Eyster Jacobs pada tahun 1898 berbunyi:
- "Nevertheless, the sleep of this life and that of the future life differ; for in this life, man, fatigued by his daily labour, at nightfall goes to his couch, as in peace, to sleep there, and enjoys rest; nor does he know anything of evil, whether of fire or of murder."[163]
Kontroversi sakramentarian dan Musyawarah Marburg
Pada bulan Oktober 1529, Philipp I, Landgraf Hessen, mengadakan suatu pertemuan majelis teolog-teolog Jerman dan Swiss pada Musyawarah Marburg, untuk membentuk kesatuan doktrin dalam negara-negara Protestan yang baru timbul.[164] Kesepakatan dicapai dalam empat belas dari lima belas pokok, pengecualiannya adalah hakikat dari Perjamuan Kudus (Ekaristi) – sakramen Perjamuan Tuhan—suatu isu penting bagi Luther.[165]
Para teolog, termasuk Ulrich Zwingli, Philipp Melanchthon, Martin Bucer, dan Yohanes Oecolampadius, berbeda pendapat dalam hal signifikansi kata-kata yang diucapkan oleh Yesus dalam Perjamuan Malam Terakhir: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu" dan "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku" (1 Korintus 11:23–26).[166] Luther bersikeras pada Kehadiran Nyata tubuh dan darah Kristus dalam roti dan anggur yang dikuduskan, yang disebutnya persatuan sakramental,[167] sementara para seterunya meyakini bahwa Allah sekadar hadir secara rohaniah ataupun simbolis.[168]
Zwingli, sebagai contoh, menyangkal kemampuan Yesus untuk berada di lebih dari satu tempat pada satu waktu bersamaan. Sedangkan Luther menekankan omnipresensi (kehadiran di mana-mana pada saat bersamaan) kodrat manusia Yesus.[169] Menurut transkrip-transkrip, perdebatan tersebut sesekali berubah menjadi konfrontatif. Mengutip perkataan Yesus bahwa "daging sama sekali tidak berguna" (Yohanes 6:63), Zwingli berkata, "Bagian ini mematahkan lehermu". "Jangan terlalu bangga," balas Luther, "Leher-leher Jerman tidak semudah itu patah. Ini Hessen, bukan Swiss."[168] Di atas mejanya Luther menulis kata-kata "Hoc est corpus meum" ("Inilah tubuh-Ku") dengan kapur tulis, untuk tetap menunjukkan pendiriannya yang kukuh dalam hal ini.[170]
Meskipun terdapat ketidaksepakatan dalam hal Perjamuan Kudus, Musyawarah Marburg membuka jalan bagi penandatanganan Pengakuan Iman Augsburg, dan bagi pembentukan Liga Schmalkalden pada tahun berikutnya oleh para bangsawan Protestan terkemuka seperti Johann dari Sachsen, Philipp dari Hessen, dan Georg, Markgraf Brandenburg-Ansbach. Bagaimanapun, kota-kota Swiss tidak menandatangani kesepakatan-kesepakatan tersebut.[171]
Epistemologi
Beberapa akademisi menyatakan kalau Luther mengajarkan bahwa iman dan akal (daya pikir, nalar) bersifat antitesis dalam pengertian bahwa pertanyaan-pertanyaan seputar iman tidak dapat diklarifikasi oleh akal. Ia menulis, "Semua pasal dari iman Kristen kita, yang telah Allah wahyukan kepada kita di dalam Firman-Nya, adalah benar-benar mustahil, absurd, dan keliru di hadapan akal."[172] dan "Akal sama sekali memberikan kontribusi pada iman. [...] Karena akal adalah musuh terbesar iman; akal tidak pernah sampai pada bantuan akan hal-hal rohani."[173] Namun, meski tampaknya kontradiktif, ia juga menulis dalam karyanya di kemudian hari bahwa akal manusia "berusaha untuk tidak melawan iman, ketika dicerahkan, bahkan lebih menggiatkan dan memajukannya",[174] sehingga klaim-klaim bahwa ia seorang fideis menjadi bahan perdebatan. Bagaimanapun, keilmuan Lutheran kontemporer menemukan suatu realitas yang berbeda dalam pandangan Luther. Luther dikatakan cenderung berupaya untuk memisahkan iman dan akal untuk menghormati bidang-bidang pengetahuan terpisah yang menerapkan masing-masingnya.
Tentang "si Turki"
Saat berlangsungnya Musyawarah Marburg, Suleiman I sedang mengepung Wina dengan sepasukan Utsmaniyah (Ottoman) berkekuatan besar.[175] Luther pernah menentang perlawanan terhadap orang-orang Turki dalam Penjelasan 95 Tesis karyanya tahun 1518, menyerukan untuk menerima kekalahan tanpa melawan mereka. Ia melihat orang-orang Turki sebagai suatu cambuk yang dikirim oleh Allah untuk menghukum orang-orang Kristen, sebagai agen-agen apokalips biblis yang akan menghancurkan antikristus, yang Luther yakini sebagai kepausan dan Gereja Roma.[176] Ia senantiasa menolak gagasan akan Perang Suci, "seakan-akan bangsa kita adalah sepasukan orang-orang Kristen yang melawan orang-orang Turki, yang adalah musuh-musuh Kristus. Ini benar-benar bertentangan dengan nama dan doktrin Kristus".[177] Di sisi lain, selaras dengan doktrin dua kerajaan yang dicetuskannya, Luther mendukung perang non-religi melawan orang-orang Turki.[178] Pada 1526, ia berargumen dalam Apakah Prajurit-Prajurit dapat berada dalam Keadaan Rahmat bahwa pertahanan nasional merupakan alasan untuk melangsungkan perang yang dapat dibenarkan.[179] Pada 1529, dalam Tentang Perang Melawan Turki, ia giat mendesak Kaisar Karl V dan bangsa Jerman untuk melakukan suatu perang sekuler melawan orang-orang Turki.[180] Bagaimanapun, ia menjelaskan bahwa perang rohani melawan iman orang asing dilakukan secara tersendiri, untuk dilancarkan melalui doa dan pertobatan.[181] Sekitar waktu Pengepungan Wina, Luther menulis satu doa demi pembebasan secara nasional dari orang-orang Turki, meminta Allah untuk "memberikan kepada kaisar kami kemenangan abadi atas musuh-musuh kami".[182]
Luther kemudian memproduksi beberapa pamflet kritis tentang yang disebutnya "Mohammedanisme" ataupun "si Turki" (Türken).[183] Kendati Luther menganggap "si Turki" sebagai "suatu alat dari Iblis",[184] ia bersikap tidak acuh terhadap praktiknya: "Biarlah si Turki percaya dan hidup sebagaimana ia kehendaki, sama seperti orang membiarkan kepausan dan orang Kristen palsu lainnya hidup."[185] Pada 1542, Luther membaca suatu Al-Qur'an (kitab suci dari keimanan "si Turki") terjemahan Latin yang "diterjemahkan dengan buruk",[186] kemudian ia menentang pelarangan publikasinya dan menginginkannya agar diekspos untuk dicermati.[187]
Kontroversi antinomian
Pada awal 1537, Johannes Agricola (1494–1566) – yang ketika itu melayani sebagai pendeta di tempat kelahiran Luther, Eisleben – menyampaikan satu khotbah yang di dalamnya ia mengklaim bahwa injil Allah, dan bukan hukum moral Allah (Sepuluh Perintah Allah), mengungkapkan murka Allah kepada orang-orang Kristen. Berdasarkan khotbah itu dan yang lainnya lagi oleh Agricola, Luther mencurigai kalau Agricola berada di balik tesis-tesis antinomian yang beredar di Wittenberg. Tesis-tesis tersebut menegaskan bahwa hukum tidak lagi untuk diajarkan kepada orang-orang Kristen, namun sekadar dimiliki oleh balai kota.[188] Luther menanggapi tesis-tesis tersebut dengan enam seri tesis yang berisi perlawanan terhadap Agricola dan para penganut antinomian, empat di antaranya menjadi dasar untuk debat-debat akademis yang berlangsung antara tahun 1538 dan 1540.[189] Ia juga menanggapi pernyataan-pernyataan tersebut dalam tulisan-tulisan lain, seperti surat terbuka yang ditulisnya pada 1539 kepada C. Güttel dengan judul Melawan Para Penganut Antinomian,[190] dan buku Tentang Konsili-Konsili dan Gereja karyanya dari tahun yang sama.[191]
Dalam tesis-tesisnya dan debat-debat akademis melawan para penganut antinomian, di satu sisi Luther meninjau dan menegaskan kembali apa yang disebut "penggunaan kedua hukum [Taurat]", yaitu hukum tersebut sebagai alat Roh Kudus untuk menjadikan manusia berduka karena dosa dalam hatinya, sehingga mempersiapkan manusia untuk penggenapan hukum tersebut oleh Kristus sebagaimana ditawarkan dalam injil.[192] Luther menyatakan bahwa segala sesuatu yang digunakan untuk menghasilkan kedukaan atas dosa disebut hukum, sekalipun itu adalah kehidupan Kristus, wafat Kristus bagi dosa, atau juga kebaikan Allah yang dialami dalam ciptaan.[193] Menolak untuk memberitakan Sepuluh Perintah Allah di antara kalangan Kristen – dengan demikian seolah-olah menghapuskan hukum tersebut dari Gereja – tidak menghilangkan hukum yang mendakwa itu.[194] Mengklaim bahwa hukum tersebut – dalam bentuk apapun – semestinya tidak lagi diberitakan kepada orang-orang Kristen sama saja dengan menyatakan bahwa orang-orang Kristen bukan lagi para pendosa pada hakikatnya dan Gereja hanya terdiri dari orang-orang kudus.[195]
Di sisi lain, Luther juga menunjukkan bahwa Sepuluh Perintah Allah – bila dipandang bukan sebagai penghakiman Allah yang menghukum tetapi sebagai satu ungkapan kehendak kekal-Nya akan hukum kodrat – juga secara positif mengajarkan bagaimana seharusnya orang Kristen hidup.[196] Ini sering disebut "penggunaan ketiga hukum [Taurat]".[197] Menurut Luther, apabila kehidupan Kristus dipahami sebagai suatu teladan maka kehidupan-Nya tidak lain merupakan suatu ilustrasi dari Sepuluh Perintah Allah, yang seharusnya diikuti oleh seorang Kristen dalam panggilan hidupnya sehari-hari.[198]
Sepuluh Perintah Allah, dan permulaan dari hidup baru orang-orang Kristen yang dianugerahkan kepada mereka melalui sakramen baptisan, merupakan suatu pengindikasian saat ini akan kehidupan bagaikan malaikat di surga yang dialami orang-orang Kristen di tengah-tengah kehidupan ini.[199] Oleh karena itu, ajaran Luther seputar Sepuluh Perintah Allah dikatakan memiliki implikasi-implikasi eskatologis yang jelas, yang bagi Luther tidak mendorong pelepasan dunia sehari-hari tetapi mengarahkan orang Kristen untuk melayani sesama dalam panggilan hidup sehari-hari di dalam dunia ini.
Bigami Philipp I, Landgraf Hessen
Sejak bulan Desember 1539, Luther menjadi terlibat dalam kasus bigami Philipp I, Landgraf Hessen, yang ingin menikahi salah seorang dari wanita-wanita asisten pribadi istrinya. Philipp meminta persetujuan Luther, Melanchthon, dan Bucer, dengan menyitir poligami para patriark dalam Perjanjian Lama sebagai satu preseden. Para teolog tersebut tidak siap untuk membuat suatu keputusan umum, dan mereka dengan segan hati menasihati sang landgraf bahwa apabila ia bertekad demikian, ia seharusnya menikah secara sembunyi-sembunyi dan tetap diam seputar persoalan tersebut.[200] Akibatnya, pada 4 Maret 1540, Philipp menikahi istri keduanya, Margarethe von der Saale, dengan Melanchthon dan Bucer di antara para saksi mereka. Namun, Philipp tidak mampu menyimpan rahasia terkait perkawinan tersebut, dan ia mengancam untuk memublikasikan nasihat Luther. Luther menyuruhnya untuk "menceritakan suatu kebohongan yang baik dan kukuh" serta menyangkal sepenuhnya perkawinan tersebut, yang Philipp lakukan pada kontroversi publik berikutnya.[201] Dalam pandangan Martin Brecht, biograf Luther, "pemberian nasihat konfesional kepada Philipp dari Hessen merupakan salah satu kesalahan terburuk yang dibuat Luther, dan, di samping sang landgraf sendiri bertanggung jawab secara langsung atas hal tersebut, sejarah secara khusus meminta pertanggungjawaban Luther".[202] Brecht berargumen bahwa kesalahan Luther adalah bukan karena ia memberikan nasihat pastoral pribadi, tetapi karena ia salah memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi politiknya.[203] Peristiwa tersebut menyebabkan kerusakan yang langgeng pada reputasi Luther.[204]
Antisemitisme
Luther menulis hal-hal negatif seputar kaum Yahudi di sepanjang kariernya.[205] Kendati Luther jarang berjumpa dengan orang-orang Yahudi selama hidupnya, sikap-sikapnya dianggap merefleksikan suatu tradisi teologis dan kultural yang melihat mereka sebagai suatu bangsa yang ditolak karena bersalah atas pembunuhan Kristus, dan ia tinggal di suatu wilayah yang pernah mengusir orang-orang Yahudi sekitar sembilan puluh tahun sebelumnya.[206] Ia menganggap orang-orang Yahudi para penghujat dan pembohong karena mereka menolak keilahian Yesus.[207] Pada 1523, Luther memberikan nasihat agar menunjukkan kebaikan hati kepada orang-orang Yahudi dalam Bahwa Yesus Kristus Lahir sebagai Seorang Yahudi karyanya dan juga bermaksud untuk mengonversi mereka ke dalam iman Kristen.[208] Ketika upaya-upayanya untuk melakukan konversi tidak berhasil, ia semakin sengit terhadap mereka.[209]
Karya-karya utama Luther terkait kaum Yahudi adalah risalahnya yang berisikan 60.000 kata dengan judul Von den Juden und Ihren Lügen (Tentang Kaum Yahudi dan Kebohongan-Kebohongan Mereka), dan Vom Schem Hamphoras und vom Geschlecht Christi (Tentang Nama Suci dan Silsilah Kristus), keduanya dipublikasikan pada tahun 1543, tiga tahun sebelum wafatnya.[210] Luther berargumen bahwa kaum Yahudi bukan lagi bangsa pilihan, melainkan "bangsa iblis", dan menyebut mereka dengan bahasa kasar.[211][212] Dengan mengutip Ulangan 13, yang mengisahkan Musa memerintahkan pembunuhan para penyembah berhala serta pembakaran kota dan harta mereka sebagai suatu persembahan kepada Allah, Luther menyerukan suatu "scharfe Barmherzigkeit" ("belas kasihan yang keras") terhadap kaum Yahudi "untuk melihat apakah kita dapat menyelamatkan setidaknya beberapa di antaranya dari lautan api yang menyala-nyala."[213] Luther memberikan dukungan untuk membakar sinagoge-sinagoge, menghancurkan buku-buku doa Yahudi, melarang para rabi berkhotbah, menyita kepemilikan dan uang kaum Yahudi, serta meruntuhkan rumah-rumah mereka, sehingga "cacing-cacing beracun" itu perlu melakukan kerja paksa ataupun diusir "untuk selamanya".[214] Menurut sejarawan Robert Michael, kata-kata Luther "Kita bersalah bila tidak membunuh mereka" merupakan suatu persetujuan untuk melakukan pembunuhan.[215] "Kemarahan Allah terhadap mereka begitu intens," tutup Luther, "sehingga belas kasihan yang lembut hanya akan menjadikan mereka lebih buruk, sedangkan belas kasihan yang keras akan membarui mereka, tetapi sedikit. Oleh karena itu, dalam hal apapun, singkirkan mereka!"[213]
Luther berbicara menentang kaum Yahudi di Sachsen, Brandenburg, dan Silesia (Schlesien).[216] Josel dari Rosheim, juru bicara Yahudi yang berupaya untuk membantu orang-orang Yahudi Sachsen pada tahun 1537, kelak menimpakan kesusahan mereka pada "imam yang bernama Martin Luther—semoga tubuh dan jiwanya terikat di neraka!—yang menulis dan mengeluarkan banyak buku sesat yang di dalamnya ia mengatakan bahwa siapa saja yang membantu orang-orang Yahudi ditakdirkan untuk mengalami kebinasaan."[217] Josel meminta kota Strasbourg untuk melarang penjualan karya-karya tulis Luther yang anti-Yahudi: awalnya mereka menolak, namun melakukannya ketika seorang pendeta Lutheran di Hochfelden dalam khotbahnya mendesak jemaatnya untuk membunuh orang-orang Yahudi.[216] Pengaruh Luther tetap bertahan setelah wafatnya. Sepanjang tahun 1580-an, terjadi kerusuhan-kerusuhan yang menyebabkan pengusiran orang-orang Yahudi dari beberapa negara Lutheran Jerman.[218]
Luther merupakan penulis yang paling banyak dibaca karyanya dari generasinya, dan di Jerman ia beroleh status seorang nabi.[219] Menurut pandangan yang berlaku umum di kalangan sejarawan,[220] retorikanya yang anti-Yahudi memberikan kontribusi yang signifikan pada perkembangan antisemitisme di Jerman,[221] dan pada tahun 1930-an sampai 1940-an memberikan suatu "fondasi yang ideal" bagi serangan-serangan Nazi terhadap kaum Yahudi.[222] Reinhold Lewin menuliskan bahwa siapa saja yang "menulis melawan kaum Yahudi karena alasan apapun percaya bahwa ia mempunyai hak untuk membenarkan dirinya sendiri dengan penuh kemenangan menyebut Luther." Menurut Michael, hampir semua buku anti-Yahudi yang dicetak dalam periode Reich Ketiga berisikan referensi-referensi dan kutipan-kutipan dari Luther. Heinrich Himmler (yang dibesarkan dalam iman Katolik dan kelak meninggalkannya) dengan rasa kagum menuliskan karya-karya tulis dan khotbah-khotbah Luther tentang kaum Yahudi pada tahun 1940.[223] Kota Nürnberg (Nuremberg) menyajikan satu edisi pertama |Tentang Kaum Yahudi dan Kebohongan-Kebohongan Mereka kepada Julius Streicher, editor surat kabar Nazi Der Stürmer, bertepatan dengan hari ulang tahunnya pada 1937; surat kabar tersebut mendeskripsikannya sebagai risalah anti-Semit yang paling radikal yang pernah diterbitkan.[224] Karya tulis tersebut dipamerkan kepada publik dalam sebuah kotak kaca pada reli-reli Nuremberg serta disitir dalam suatu penjelasan Hukum Arya setebal 54 halaman oleh Dr. E.H. Schulz dan Dr. R. Frercks.[225]
Pada 17 Desember 1941, tujuh konfederasi regional gereja Protestan mengeluarkan suatu pernyataan yang menyetujui kebijakan memaksa orang-orang Yahudi untuk mengenakan lencana kuning, "karena setelah pengalamannya yang pahit Luther telah menyarankan langkah-langkah pencegahan terhadap kaum Yahudi dan pengusiran mereka dari wilayah Jerman." Menurut Daniel Goldhagen, seorang uskup Protestan terkemuka bernama Martin Sasse memublikasikan suatu ringkasan dari tulisan-tulisan Luther sesaat setelah peristiwa Kristallnacht, yang karenanya Diarmaid MacCulloch, Profesor Sejarah Gereja di Universitas Oxford, berpendapat bahwa tulisan Luther merupakan suatu "cetak biru".[226] Sasse memuji pembakaran sinagoge-sinagoge dan peristiwa yang tak terduga itu, menulis dalam bagian pengantar, "Pada tanggal 10 November 1938, pada hari ulang tahun Luther, sinagoge-sinagoge sedang terbakar di Jerman." Menurutnya, bangsa Jerman seharusnya mengindahkan perkataan "antisemit pada masanya, pemberi peringatan dalam bangsanya terhadap kaum Yahudi."[227]
"Terdapat suatu perbedaan besar antara keyakinannya akan keselamatan dan suatu ideologi rasial. Namun demikian, agitasinya yang menyesatkan mendatangkan hasil yang jahat sehingga Luther ditakdirkan menjadi salah seorang dari 'bapa-bapa gereja' anti-Semitisme dan karenanya menyediakan materi bagi kebencian modern terhadap orang-orang Yahudi, menyelubungi itu dengan otoritas sang Reformis."
Perdebatan di kalangan akademisi seputar pengaruh Luther berpusat pada pertanyaan apakah anakronistik memandang karyanya sebagai pelopor antisemitisme rasial Nazi. Beberapa akademisi melihat bahwa pengaruh Luther terbatas, dan penggunaan karyanya oleh Nazi bersifat oportunistik. Johannes Wallmann berpendapat kalau tulisan-tulisan Luther yang menentang kaum Yahudi kebanyakan diabaikan pada abad ke-18 dan ke-19, serta tidak ada kesinambungan antara pemikiran Luther dengan ideologi Nazi.[229] Uwe Siemon-Netto senada dengannya, dengan alasan bahwa itu karena Nazi telah menganut pandangan anti-Semit sehingga mereka menghidupkan kembali karya Luther.[230][231] Hans J. Hillerbrand sepakat bahwa berfokus pada Luther berarti mengadopsi suatu perspektif yang pada dasarnya ahistoris seputar antisemitisme Nazi dengan mengabaikan faktor-faktor penyebab lainnya dalam sejarah Jerman.[232] Roland Bainton, sejarawan gereja dan biograf Luther, menulis: "Orang dapat berharap kalau Luther telah meninggal sebelum [Tentang Kaum Yahudi dan Kebohongan-Kebohongan Mereka] sempat ditulis. Posisinya benar-benar bersifat religi dan sama sekali bukan rasial."[233][234] Namun, Christopher J. Probst, dalam buku Demonizing the Jews: Luther and the Protestant Church in Nazi Germany (2012) karyanya, memperlihatkan bahwa sejumlah besar teolog dan rohaniwan Lutheran Jerman selama Reich Ketiga Nazi menggunakan publikasi-publikasi Luther yang mengandung permusuhan terhadap kaum Yahudi, dan agama Yahudi mereka, untuk membenarkan setidaknya sebagian kebijakan anti-Semit dari kalangan Sosialis Nasional (Nazi).[235]
Beberapa akademisi, seperti Mark U. Edwards dalam buku Luther's Last Battles: Politics and Polemics 1531–46 (1983) karyanya, mengemukakan bahwa karena pandangan-pandangan Luther yang semakin antisemitik berkembang selama tahun-tahun kesehatannya memburuk, terdapat kemungkinan kalau pandangan-pandangannya itu setidaknya sebagian dihasilkan dari suatu keadaan pikiran. Edwards juga berkomentar kalau Luther sering secara sengaja menggunakan "kevulgaran dan kekerasan" demi mengesankan publik, baik dalam tulisan-tulisannya yang mengecam orang-orang Yahudi maupun dalam cacian-caciannya terhadap "bangsa Turki" (Muslim) dan umat Katolik.[236]
Sejak tahun 1980-an, denominasi-denominasi Lutheran telah menolak pernyataan-pernyataan Martin Luther terhadap kaum Yahudi dan telah menentang penggunaan semuanya itu untuk membangkitkan kebencian terhadap umat Lutheran.[237][238] Suatu survei pada tahun 1970 yang dilakukan oleh Strommen dkk., dengan sampel 4.745 umat Lutheran Amerika Utara berusia 15–65 tahun, mendapati bahwa umat Lutheran adalah yang paling tidak berprasangka terhadap kaum Yahudi, bila diperbandingkan dengan kelompok-kelompok minoritas lainnya yang dipertimbangkan dalam pengamatan.[239] Hasil lainnya diperlihatkan oleh Profesor Richard (Dick) Geary, mantan Profesor Sejarah Modern di Universitas Nottingham, Inggris, dan penulis buku Hitler and Nazism (Routledge 1993), yang menerbitkan suatu artikel dalam majalah History Today berupa hasil penelitian atas tren pemilihan di Jerman Weimar antara tahun 1928 dan 1933. Berdasarkan penelitiannya, Geary mencatat bahwa Partai Nazi (NSDAP) mendapat perolehan suara yang lebih besar dengan proporsi tidak sebanding dari wilayah-wilayah Protestan daripada dari wilayah-wilayah Katolik di Jerman.[240] Jorg L. Spenkuch dan Philipp Tillmann, berdasarkan suatu pendekatan yang digunakan dalam penelitian mereka, memperkirakan bahwa rasio penganut Protestan dibanding Katolik di antara para pemilih NSDAP sekitar 8 banding 1, relatif terhadap rasio populasi yang hanya 2 banding 1.[241]
Tahun-tahun terakhir, penyakit dan wafatnya
Luther telah menderita bermacam penyakit atau gangguan kesehatan selama bertahun-tahun, termasuk penyakit Ménière, vertigo, sinkop, tinitus, dan katarak pada salah satu matanya.[242] Dari tahun 1531 sampai dengan 1546, kesehatan semakin memburuk. Tahun-tahun pergulatan dengan Roma, antagonisme dengan dan di antara sesamanya para reformis, serta skandal yang terjadi akibat insiden bigami Philipp I, Landgraf Hessen, yang di dalamnya Luther memainkan suatu peran utama, semuanya mungkin berkontribusi terhadap kesehatannya. Pada 1536, ia mulai menderita penyakit batu ginjal dan kandung kemih, artritis, serta suatu infeksi telinga yang membuat satu gendang telinganya pecah. Pada Desember 1544, ia mulai merasakan dampak dari gangguan angina pektoris.[243]
Kesehatan fisiknya yang buruk membuatnya lekas marah dan bahkan perkataannya lebih keras lagi dalam tulisan-tulisan dan komentar-komentarnya. Katharina istrinya terdengar mengatakan, "Suami terkasih, kamu terlalu kasar," dan ia menjawab, "Mereka sedang mengajarku untuk bersikap kasar."[244] Pada 1545 dan 1546, Luther berkhotbah tiga kali di Gereja Pasar di Halle, tinggal bersama Justus Jonas temannya selama Natal.[245]
Khotbah terakhirnya ia sampaikan di Eisleben, tempat kelahirannya, pada 15 Februari 1546, tiga hari menjelang wafatnya.[246] Khotbah tersebut "ditujukan sepenuhnya untuk orang-orang Yahudi yang keras kepala, yang merupakan satu masalah yang sangat mendesak untuk diusir dari semua wilayah Jerman," menurut Léon Poliakov.[247] James Mackinnon menuliskan bahwa khotbah tersebut diakhiri dengan suatu "panggilan yang berapi-api untuk menghalau tas dan koper orang-orang Yahudi dari tengah-tengah mereka, kecuali mereka berhenti dari fitnah mereka dan praktik riba mereka serta menjadi orang-orang Kristen."[248] Luther berkata, "Kita ingin mempraktikkan kasih Kristen kepada mereka dan berdoa agar mereka melakukan konversi," tetapi juga katanya mereka adalah "musuh-musuh publik kita ... dan jika mereka dapat membunuh kita semua, mereka akan dengan senang hati melakukannya. Dan sebegitu sering mereka lakukan."[249]
Perjalanan terakhir Luther, ke Mansfeld, dilakukan karena kepeduliannya pada kelangsungan usaha keluarga-keluarga para saudara kandungnya dalam perdagangan tembaga ayah mereka, Hans Luther. Mata pencaharian mereka terancam oleh Graf Albrecht dari Mansfeld yang menjadikan industri tersebut berada di bawah kendalinya sendiri. Dikatakan bahwa kontroversi yang terjadi melibatkan empat graf Mansfeld: Albrecht, Philipp, Johann Georg, dan Gebhard. Luther menempuh perjalanan ke Mansfeld dua kali pada akhir 1545 untuk berpartisipasi dalam negosiasi-negosiasi untuk suatu penyelesaian, yang baru terwujud pada awal tahun 1546 dalam kunjungannya yang ketiga.
Negosiasi-negosiasi tersebut berhasil diselesaikan pada 17 Februari 1546. Setelah pukul 8 pagi, ia mengalami nyeri pada dadanya. Saat ia pergi ke tempat tidurnya, ia dikabarkan berdoa, "Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya TUHAN, Allah yang setia" (Mazmur 31:5), yang lazim didoakan oleh orang sekarat. Pada pukul 1 pagi, ia terbangun dengan nyeri pada dadanya yang semakin terasa dan dihangatkan dengan handuk panas. Rekan-rekannya, Justus Jonas dan Michael Coelius, bertanya kepadanya, "Bapa terkasih, apakah Anda mengaku Kristus anak Allah, penyelamat dan penebus kita?" Semua orang yang berdiri di sekitar tempat tidurnya kelak memberi kesaksian bahwa ia menjawab "ya" dengan jelas.[250]
Suatu serangan stroke menghentikan ucapan Luther ketika itu, dan ia wafat tidak lama kemudian pada pukul 2:45 tanggal 18 Februari 1546, dalam usianya yang ke-62, di Eisleben, kota kelahirannya. Ia dimakamkan di Gereja Kastel (Schlosskirche), Wittenberg, di bawah mimbar gereja itu.[251] Upacara pemakaman dibawakan oleh teman-temannya, Johannes Bugenhagen dan Philipp Melanchthon.[252] Setahun kemudian, pasukan dari salah satu seteru Luther, Kaisar Romawi Suci Karl V, memasuki kota tersebut, namun diperintahkan oleh sang kaisar untuk tidak mengusik makamnya.[252]
Makam Philipp Melanchthon, rekan Luther dan sesamanya reformis, juga bertempat di Gereja Semua Orang Kudus (yang lazim dikenal sebagai Schlosskirche).[253][254][255][256][257]
-
Rumah yang hingga tahun 2004 dianggap sebagai tempat Luther mangkat.[258] Dikatakan bahwa Luther sebenarnya wafat di Markt 56, sekarang merupakan lokasi Hotel Graf von Mansfeld.
-
Cetakan-cetakan gips dari wajah dan tangan Luther saat wafatnya, dipamerkan dalam Gereja Pasar di Halle.[259]
-
Schlosskirche di Wittenberg, situs tempat Luther diduga memasang 95 Tesis karyanya, sekaligus tempat kuburnya.
-
Batu nisan Luther di bawah mimbar Schlosskirche.
-
Tampak dekat kuburnya dengan inskripsi berbahasa Latin.
Peninggalan dan peringatan
Wawancara Booknotes dengan Martin Marty tentang Martin Luther, 11 April 2004, C-SPAN |
Luther memanfaatkan secara efektif penggunaan mesin cetak Johannes Gutenberg untuk menyebarkan pandangan-pandangannya. Ia beralih dari bahasa Latin ke bahasa Jerman dalam penulisan karyanya untuk menarik khalayak yang lebih luas. Antara tahun 1500 dan 1530, karya-karya tulis Luther merepresentasikan seperlima dari semua materi yang dicetak di Jerman.[260]
Pada tahun 1530-an dan 1540-an, cetakan-cetakan gambar Luther yang menitikberatkan pada ukurannya yang monumental dipandang sangat penting bagi penyebaran Protestanisme. Kontras dengan gambar-gambar orang kudus Katolik yang terlihat lemah, Luther disajikan sebagai seorang pria gempal dengan "dagu berlapis, mulut yang kukuh, mata yang dalam dengan tatapan tajam, wajah berisi, dan leher rendah yang lebar. Ia diperlihatkan mengesankan secara fisik, sama perawakannya dengan pangeran-pangeran sekuler Jerman dengan siapa ia bergabung untuk menyebarluaskan Lutheranisme. Tubuhnya yang besar juga ditampilkan apa adanya agar mereka yang melihatnya mengetahui kalau ia tidak berpantang kenikmatan-kenikmatan duniawi seperti makan dan minum, perilaku-perilaku yang tampak kontras dengan pola hidup asketis tarekat-tarekat keagamaan pada zamannya. Penggambaran yang terkenal dari periode ini misalnya beragam cukil kayu karya Hans Brosamer (1530), Lucas Cranach Tua, dan Lucas Cranach Muda (1546).[261]
Dalam Kalender Orang Kudus Lutheran dan Kalender Orang Kudus Episkopal (Amerika Serikat), Luther dihormati dengan suatu peringatan setiap tanggal 18 Februari. Dalam Kalender Orang Kudus Gereja Inggris, ia diperingati setiap tanggal 31 Oktober.
Martin Luther dihormati dengan beragam cara oleh tradisi-tradisi Kristen yang lahir secara langsung dari Reformasi Protestan, yaitu Lutheranisme, Reformed, dan Anglikanisme. Cabang-cabang Protestanisme yang timbul belakangan mengambil sikap yang bervariasi terkait pengenangan dan penghormatan Luther, mulai dari sama sekali tidak menyebutnya hingga adanya peringatan yang hampir serupa dengan cara kalangan Lutheran memperingati dan mengenang personanya. Tidak diketahui apakah ada kecaman terhadap Luther oleh kalangan Protestan sendiri.
Berbagai daerah di dalam wilayah Jerman yang dikunjungi oleh Martin Luther sepanjang hidupnya memperingatinya dengan memorial-memorial setempat. Sachsen-Anhalt memiliki dua kota yang dinamai seturut nama Luther, Lutherstadt Eisleben dan Lutherstadt Wittenberg. Mansfeld terkadang disebut Mansfeld-Lutherstadt, kendati pemerintah negara bagian belum memutuskan untuk menggunakan awalan Lutherstadt dalam nama resminya.
Hari Reformasi diadakan untuk memperingati publikasi 95 Tesis pada tahun 1517 oleh Martin Luther, dan secara historis dianggap penting dalam eksistensi Eropa setelahnya. Hari tersebut merupakan suatu hari libur resmi dalam sejumlah negara bagian Jerman: Brandenburg, Mecklenburg-Vorpommern, Sachsen, Sachsen-Anhalt, dan Thüringen. Slovenia memperingatinya karena kontribusi besar Reformasi Protestan pada budayanya. Austria mengizinkan anak-anak Protestan untuk tidak masuk sekolah pada hari tersebut, dan para pekerja Protestan memiliki hak untuk meninggalkan pekerjaannya agar dapat berpartisipasi dalam ibadah gereja. Swiss merayakannya pada hari Minggu pertama setelah tanggal 31 Oktober. Hari tersebut juga dirayakan di berbagai tempat di seluruh dunia.
Filmografi
- 1953: Martin Luther, film teater, dengan Niall MacGinnis sebagai Luther; disutradarai Irving Pichel. Mendapat nominasi Academy Award untuk film hitam-putih dan arahan seni/setting. Diedarkan kembali pada 2002 dalam DVD dengan 4 bahasa.
- 1974: Luther, film teater (MPAA peringkat: PG), dengan Stacy Keach sebagai Luther.
- 1981: Where Luther Walked, dokumenter menampilkan Roland Bainton (alm.) sebagai pemandu dan narator, disutradarai oleh Ray Christensen (dalam VHS tahun 1992), ISBN 1-56364-012-0
- 1983: Martin Luther: Heretic, program TV dengan Jonathan Pryce sebagai Luther, disutradarai oleh Norman Stone.
- 1983: Martin Luther: An Eye on Augsburg, film yang didanai oleh Distrik Illinois Utara dari LCMS dengan Pdt. Robert Clausen sebagai Luther.
- 2001: Opening the Door to Luther, travelog dengan tuan rumah Rick Steves. Disponsori oleh ELCA.
- 2002: Martin Luther, film sejarah dari Lion TV/PBS seri Empires, dengan Timothy West sebagai Luther, narasi oleh Liam Neeson dan sutradara oleh Cassian Harrison.
- 2003: Luther, (peringkat MPAA: PG-13), dengan Joseph Fiennes sebagai Luther dan disutradarai oleh Eric Till. Didanai sebagian oleh kelompok Lutheran Amerika dan Jerman.
Lihat pula
- Lutherhaus Eisenach
- Propaganda selama Reformasi Protestan
- Rumah Kelahiran Martin Luther
- Teologi Marian Luther
- Theologia Germanica
Referensi
- ^ Namun, Luther sendiri meyakini bahwa ia dilahirkan pada tahun 1484. (Inggris) Hendrix, Scott H. (2015). Martin Luther: Visionary Reformer. Yale University Press. hlm. 17. Diakses tanggal 12 November 2017.
- ^ (Inggris) Luther consistently referred to himself as a former monk. For example: "Thus formerly, when I was a monk, I used to hope that I would be able to pacify my conscience with the fastings, the praying, and the vigils with which I used to afflict my body in a way to excite pity. But the more I sweat, the less quiet and peace I felt; for the true light had been removed from my eyes." Martin Luther, Lectures on Genesis: Chapters 45-50, ed. Jaroslav Jan Pelikan, Hilton C. Oswald, and Helmut T. Lehmann, vol. 8 Luther’s Works. (Saint Louis: Concordia Publishing House, 1999), 5:326.
- ^ (Inggris) Ewald M. Plass, What Luther Says, 3 vols., (St. Louis: CPH, 1959), 88, no. 269; M. Reu, Luther and the Scriptures, (Columbus, Ohio: Wartburg Press, 1944), 23.
- ^ (Inggris) Luther, Martin. Concerning the Ministry (1523), tr. Conrad Bergendoff, in Bergendoff, Conrad (ed.) Luther's Works. Philadelphia: Fortress Press, 1958, 40:18 ff.
- ^ (Inggris) Fahlbusch, Erwin and Bromiley, Geoffrey William. The Encyclopedia of Christianity. Grand Rapids, MI: Leiden, Netherlands: Wm. B. Eerdmans; Brill, 1999–2003, 1:244.
- ^ (Inggris) Tyndale's New Testament, trans. from the Greek by William Tyndale in 1534 in a modern-spelling edition and with an introduction by David Daniell. New Haven, CT: Yale University Press, 1989, ix–x.
- ^ (Inggris) Bainton, Roland. Here I Stand: a Life of Martin Luther. New York: Penguin, 1995, 269.
- ^ (Inggris) Bainton, Roland. Here I Stand: a Life of Martin Luther. New York: Penguin, 1995, p. 223.
- ^ (Inggris) Hendrix, Scott H. "The Controversial Luther", Word & World 3/4 (1983), Luther Seminary, St. Paul, MN, p. 393: "And, finally, after the Holocaust and the use of his anti-Jewish statements by National Socialists, Luther's anti-semitic outbursts are now unmentionable, though they were already repulsive in the sixteenth century. As a result, Luther has become as controversial in the twentieth century as he was in the sixteenth." Also see Hillerbrand, Hans. "The legacy of Martin Luther" Diarsipkan 2011-07-16 di Wayback Machine., in Hillerbrand, Hans & McKim, Donald K. (eds.) The Cambridge Companion to Luther. Cambridge University Press, 2003.
- ^ a b c (Inggris) Marty, Martin. Martin Luther. Viking Penguin, 2004, p. 1.
- ^ (Inggris) Brecht, Martin. Martin Luther. tr. James L. Schaaf, Philadelphia: Fortress Press, 1985–93, 1:3–5.
- ^ (Inggris) Martin Luther
- ^ (Inggris) Marty, Martin. Martin Luther. Viking Penguin, 2004, p. 3.
- ^ (Inggris) Rupp, Ernst Gordon. "Martin Luther," Encyclopædia Britannica, accessed 2006.
- ^ (Inggris) Marty, Martin. Martin Luther. Viking Penguin, 2004, pp. 2–3.
- ^ a b (Inggris) Marty, Martin. Martin Luther. Viking Penguin, 2004, p. 4.
- ^ a b c d (Inggris) Marty, Martin. Martin Luther. Viking Penguin, 2004, p. 5.
- ^ a b c d (Inggris) Marty, Martin. Martin Luther. Viking Penguin, 2004, p. 6.
- ^ (Inggris) Brecht, Martin. Martin Luther. tr. James L. Schaaf, Philadelphia: Fortress Press, 1985–93, 1:48.
- ^ (Inggris) "Google Books Archive of Martin Luther: His road to Reformation, 1483–1521 (By Martin Brecht)". Martin Luther: His road to Reformation, 1483–1521 (By Martin Brecht). Diakses tanggal 14 May 2015.
- ^ (Inggris) Schwiebert, E.G. Luther and His Times. St. Louis: Concordia Publishing House, 1950, 136.
- ^ (Inggris) Marty, Martin. Martin Luther. Viking Penguin, 2004, p. 7.
- ^ (Inggris) Bainton, Roland. Here I Stand: a Life of Martin Luther. New York: Penguin, 1995, 40–42.
- ^ (Inggris) Kittelson, James. Luther The Reformer. Minneapolis: Augsburg Fortress Publishing House, 1986, 79.
- ^ (Inggris) Froom, Le Roy Edwin (1948). The Prophetic Faith of our Fathers. 2. Washington, D.C.: Review and Herald Publishing Association. hlm. 249.
- ^ Froom 1948, hlm. 249.
- ^ (Inggris) Bainton, Roland. Here I Stand: a Life of Martin Luther. New York: Penguin, 1995, 44–45.
- ^ (Inggris) Brecht, Martin. Martin Luther. tr. James L. Schaaf, Philadelphia: Fortress Press, 1985–93, 1:93.
- ^ (Inggris) Brecht, Martin. Martin Luther. tr. James L. Schaaf, Philadelphia: Fortress Press, 1985–93, 1:112–127.
- ^ (Inggris) Hendrix, Scott H. (2015). Martin Luther: Visionary Reformer. New Haven, CT: Yale University Press. hlm. 44. ISBN 978-0-300-16669-9.
- ^ (Inggris) Hendrix, Scott H. (2015). Martin Luther: Visionary Reformer. New Haven, CT: Yale University Press. hlm. 45. ISBN 978-0-300-16669-9.
- ^ (Inggris) "Johann Tetzel," Encyclopædia Britannica, 2007: "
- ^ a b (Inggris) Hillerbrand, Hans J. "Martin Luther: Indulgences and salvation," Encyclopædia Britannica, 2007.
- ^ (Inggris)(Latin) Thesis 55 of Tetzel's One Hundred and Six Theses. These "Anti-theses" were a reply to Luther's Ninety-five Theses and were drawn up by Tetzel's friend and former Professor, Konrad Wimpina. Theses 55 & 56 (responding to Luther's 27th Theses) read: "For a soul to fly out, is for it to obtain the vision of God, which can be hindered by no interruption, therefore he errs who says that the soul cannot fly out before the coin can jingle in the bottom of the chest." In, The reformation in Germany, Henry Clay Vedder, 1914, Macmillon Company, p. 405. [1] Animam purgatam evolare, est eam visione dei potiri, quod nulla potest intercapedine impediri. Quisquis ergo dicit, non citius posse animam volare, quam in fundo cistae denarius possit tinnire, errat. In: D. Martini Lutheri, Opera Latina: Varii Argumenti, 1865, Henricus Schmidt, ed., Heyder and Zimmer, Frankfurt am Main & Erlangen, vol. 1, p. 300. (Print on demand edition: Nabu Press, 2010, ISBN 1-142-40551-6 ISBN 978-1-142-40551-9). [2] See also: Herbermann, Charles, ed. (1913). "Johann Tetzel". Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company.
- ^ (Inggris) Ludwig von Pastor, The History of the Popes, from the Close of the Middle Ages, Ralph Francis Kerr, ed., 1908, B. Herder, St. Louis, Volume 7, pp. 348–349. [3]
- ^ (Jerman) Krämer, Walter and Trenkler, Götz. "Luther" in Lexicon van Hardnekkige Misverstanden. Uitgeverij Bert Bakker, 1997, 214:216.
- ^ (Jerman) Ritter, Gerhard. Luther, Frankfurt 1985.
- ^ (Jerman) Gerhard Prause "Luthers Thesanschlag ist eine Legende,"in Niemand hat Kolumbus ausgelacht. Düsseldorf, 1986.
- ^ (Inggris) Bekker, Henrik (2010). Dresden Leipzig & Saxony Adventure Guide. Hunter Publishing, Inc. hlm. 125. ISBN 9781588439505. Diakses tanggal 7 February 2012.
- ^ (Inggris) Brecht, Martin. Martin Luther. tr. James L. Schaaf, Philadelphia: Fortress Press, 1985–93, 1:204–205.
- ^ (Inggris) Spitz, Lewis W. The Renaissance and Reformation Movements, St. Louis: Concordia Publishing House, 1987, 338.
- ^ (Inggris) Wriedt, Markus. "Luther's Theology," in The Cambridge Companion to Luther. New York: Cambridge University Press, 2003, 88–94.
- ^ (Inggris) Bouman, Herbert J. A. "The Doctrine of Justification in the Lutheran Confessions" Diarsipkan 2009-04-03 di Wayback Machine., Concordia Theological Monthly, 26 November 1955, No. 11:801.
- ^ (Inggris) Dorman, Ted M., "Justification as Healing: The Little-Known Luther" Diarsipkan 2009-04-03 di Wayback Machine., Quodlibet Journal: Volume 2 Number 3, Summer 2000. Retrieved 13 July 2007.
- ^ (Inggris) "Luther's Definition of Faith".
- ^ (Inggris) "Justification by Faith: The Lutheran-Catholic Convergence". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-29. Diakses tanggal 2017-11-09.
- ^ (Inggris) Luther, Martin. "The Smalcald Articles," in Concordia: The Lutheran Confessions. Saint Louis: Concordia Publishing House, 2005, 289, Part two, Article 1.
- ^ Froom 1948, hlm. 243.
- ^ (Inggris) Michael A. Mullett, Martin Luther, London: Routledge, 2004, ISBN 978-0-415-26168-5, 78; Oberman, Heiko, Luther: Man Between God and the Devil, New Haven: Yale University Press, 2006, ISBN 0-300-10313-1, 192–93.
- ^ Mullett, 68–69; Oberman, 189.
- ^ (Inggris) Richard Marius, Luther, London: Quartet, 1975, ISBN 0-7043-3192-6, 85.
- ^ (Inggris) Papal Bull Exsurge Domine, 15 June 1520.
- ^ Mullett, 81–82.
- ^ (Inggris) "Luther meets with Cajetan at Augsburg". Reformation 500 – Concordia Seminary, St. Louis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-19. Diakses tanggal 28 March 2016.
- ^ (Inggris) "The Acts and Monuments of the Church – Martin Luther". exclassics.com. Diakses tanggal 28 March 2016.
- ^ Mullett, 82.
- ^ Mullett, 83.
- ^ Oberman, 197.
- ^ (Inggris) Mullett, 92–95; Roland H. Bainton, Here I Stand: A Life of Martin Luther, New York: Mentor, 1955, OCLC 220064892, 81.
- ^ (Inggris) Marius, 87–89; Bainton, Mentor edition, 82.
- ^ (Inggris) Marius, 93; Bainton, Mentor edition, 90.
- ^ (Inggris) G. R. Elton, Reformation Europe: 1517–1559, London: Collins, 1963, OCLC 222872115, 177.
- ^ (Inggris) Brecht, Martin. (tr. Wolfgang Katenz) "Luther, Martin," in Hillerbrand, Hans J. (ed.) Oxford Encyclopedia of the Reformation. New York: Oxford University Press, 1996, 2:463.
- ^ (Inggris) Becking, Bob; Cannegieter, Alex; van er Poll, Wilfred (2016). From Babylon to Eternity: The Exile Remembered and Constructed in Text and Tradition. Routledge. hlm. 91. ISBN 978-1-134-903863.
- ^ Brecht, 1:460.
- ^ a b Mullett (1986), p.25
- ^ (Inggris) Martin Luther. "Life of Luther (Luther by Martin Luther)".
- ^ Wilson, 153, 170; Marius, 155.
- ^ (Inggris) Bratcher, Dennis. "The Diet of Worms (1521)," in The Voice: Biblical and Theological Resources for Growing Christians. Retrieved 13 July 2007.
- ^ (Inggris) Reformation Europe: 1517–1559, London: Fontana, 1963, 53; Diarmaid MacCulloch, Reformation: Europe's House Divided, 1490–1700, London: Allen Lane, 2003, 132.
- ^ (Inggris) Luther, Martin. "Letter 82," in Luther's Works. Jaroslav Jan Pelikan, Hilton C. Oswald and Helmut T. Lehmann (eds), Vol. 48: Letters I, Philadelphia: Fortress Press, 1999, c1963, 48:246; Mullett, 133. John, author of Revelation, had been exiled on the island of Patmos.
- ^ Brecht, 2:12–14.
- ^ Mullett, 132, 134; Wilson, 182.
- ^ Brecht, 2:7–9; Marius, 161–62; Marty, 77–79.
- ^ (Inggris) Martin Luther, "Let Your Sins Be Strong," a Letter From Luther to Melanchthon, August 1521, Project Wittenberg, retrieved 1 October 2006.
- ^ Brecht, 2:27–29; Mullett, 133.
- ^ Brecht, 2:18–21.
- ^ Marius, 163–64.
- ^ Froom 1948, hlm. 261.
- ^ (Inggris) Zdravko Stefanovic (2007). Daniel: Wisdom to the Wise : Commentary on the Book of Daniel. Pacific Press Publishing. hlm. 243. ISBN 0816322120.[pranala nonaktif permanen]
- ^ Mullett, 135–36.
- ^ Wilson, 192–202; Brecht, 2:34–38.
- ^ Bainton, Mentor edition, 164–65.
- ^ (Inggris) Letter of 7 March 1522. Schaff, Philip, History of the Christian Church, Vol VII, Ch IV; Brecht, 2:57.
- ^ Brecht, 2:60; Bainton, Mentor edition, 165; Marius, 168–69.
- ^ a b (Inggris) Schaff, Philip, History of the Christian Church, Vol VII, Ch IV.
- ^ Marius, 169.
- ^ Mullett, 141–43.
- ^ (Inggris) Michael Hughes, Early Modern Germany: 1477–1806, London: Macmillan, 1992, ISBN 0-333-53774-2, 45.
- ^ (Inggris) A. G. Dickens, The German Nation and Martin Luther, London: Edward Arnold, 1974, ISBN 0-7131-5700-3, 132–33. Dickens cites as an example of Luther's "liberal" phraseology: "Therefore I declare that neither pope nor bishop nor any other person has the right to impose a syllable of law upon a Christian man without his own consent".
- ^ Hughes, 45–47.
- ^ Hughes, 50.
- ^ (Inggris) George Klosko (2012). History of Political Theory: An Introduction. I. Oxford University Press. hlm. 344. ISBN 0199695423.
- ^ (Inggris) Jaroslav J. Pelikan, Hilton C. Oswald, Luther's Works, 55 vols. (St. Louis and Philadelphia: Concordia Pub. House and Fortress Press, 1955–1986), 46: 50–51.
- ^ Mullett, 166.
- ^ Hughes, 51.
- ^ (Inggris) Andrew Pettegree, Europe in the Sixteenth Century, Oxford: Blackwell, ISBN 0-631-20704-X, 102–103.
- ^ (Inggris) Erlangen Edition of Luther’s Works, Vol. 59, p. 284
- ^ Wilson, 232.
- ^ (Inggris) Schaff, Philip, History of the Christian Church, Vol VII, Ch V, rpt. Christian Classics Ethereal Library. Retrieved 17 May 2009; Bainton, Mentor edition, 226.
- ^ a b c (Inggris) Scheible, Heinz (1997). Melanchthon. Eine Biographie (dalam bahasa German). Munich: C.H.Beck. hlm. 147. ISBN 3-406-42223-3.
- ^ (Inggris) Lohse, Bernhard, Martin Luther: An Introduction to his Life and Work,, translated by Robert C. Schultz, Edinburgh: T & T Clark, 1987, ISBN 0-567-09357-3, 32; Brecht, 2:196–97.
- ^ Brecht, 2:199; Wilson, 234; Lohse, 32.
- ^ (Inggris) Schaff, Philip. "Luther's Marriage. 1525.", History of the Christian Church, Volume VII, Modern Christianity, The German Reformation. § 77, rpt. Christian Classics Ethereal Library. Retrieved 17 May 2009; Mullett, 180–81.
- ^ Marty, 109; Bainton, Mentor edition, 226.
- ^ Brecht, 2: 202; Mullett, 182.
- ^ Oberman, 278–80; Wilson, 237; Marty, 110.
- ^ (Inggris) Bainton, Mentor edition, 228; Schaff, "Luther's Marriage. 1525."; Brecht, 2: 204.
- ^ MacCulloch, 164.
- ^ Bainton, Mentor edition, 243.
- ^ (Inggris) Steven Schroeder (2000). Between Freedom and Necessity: An Essay on the Place of Value. Rodopi. hlm. 104. ISBN 978-90-420-1302-5.
- ^ Brecht, 2:260–63, 67; Mullett, 184–86.
- ^ Brecht, 2:267; Bainton, Mentor edition, 244.
- ^ Brecht, 2:267; MacCulloch, 165. On one occasion, Luther referred to the elector as an "emergency bishop" (Notbischof).
- ^ Mullett, 186–87; Brecht, 2:264–65, 267.
- ^ Brecht, 2:264–65.
- ^ Brecht, 2:268.
- ^ Brecht, 2:251–54; Bainton, Mentor edition, 266.
- ^ Brecht, 2:255.
- ^ (Inggris) Mullett, 183; Eric W. Gritsch, A History of Lutheranism, Minneapolis: Fortress Press, 2002, ISBN 0-8006-3472-1, 37.
- ^ Brecht, 2:256; Mullett, 183.
- ^ Brecht, 2:256; Bainton, Mentor edition, 265–66.
- ^ Brecht, 2:256; Bainton, Mentor edition, 269–70.
- ^ Brecht, 2:256–57.
- ^ Brecht, 2:258.
- ^ Brecht, 2:263.
- ^ Mullett, 186. Quoted from Luther's preface to the Small Catechism, 1529; MacCulloch, 165.
- ^ Marty, 123.
- ^ Brecht, 2:273; Bainton, Mentor edition, 263.
- ^ Marty, 123; Wilson, 278.
- ^ (Inggris) Luther, Martin. Luther's Works. Philadelphia: Fortress Press, 1971, 50:172–73; Bainton, Mentor edition, 263.
- ^ Brecht, 2:277, 280.
- ^ (Inggris) Selected Works of Martin Luther 1483 - 1546
- ^ a b (Inggris) Charles P. Arand, "Luther on the Creed." Lutheran Quarterly 2006 20(1): 1–25. ISSN 0024-7499; James Arne Nestingen, "Luther's Catechisms" The Oxford Encyclopedia of the Reformation. Ed. Hans J. Hillerbrand. (1996)
- ^ Mullett, 145; Lohse, 119.
- ^ Mullett, 148–50.
- ^ Mullett, 148; Wilson, 185; Bainton, Mentor edition, 261. Luther inserted the word "alone" (allein) after the word "faith" in his translation of St Paul's Epistle to the Romans, 3:28. The clause is rendered in the English Authorised Version as "Therefore we conclude that a man is justified by faith without the deeds of the law".
- ^ (Inggris) Lindberg, Carter. "The European Reformations: Sourcebook". Blackwell Publishing Ltd., 2000. pg. 49. Original sourcebook excerpt taken from "Luther's Works". St. Louis: Concordia/Philadelphia: Fortress Press, 1955–86. ed. Jaroslav Pelikan and Helmut T. Lehmann, vol. 35. pgs. 182, 187–189, 195.
- ^ Wilson, 183; Brecht, 2:48–49.
- ^ Mullett, 149; Wilson, 302.
- ^ Marius, 162.
- ^ Lohse, 112–17; Wilson, 183; Bainton, Mentor edition, 258.
- ^ (Inggris) Daniel Weissbort and Astradur Eysteinsson (eds.), Translation—Theory and Practice: A Historical Reader, Oxford: Oxford University Press, 2002, ISBN 0-19-871200-6, 68.
- ^ (Inggris) For a short collection see online hymns
- ^ a b c (Inggris) Christopher Boyd Brown, Singing the Gospel: Lutheran Hymns and the Success of the Reformation. (2005)
- ^ (Jerman) "Waldzither – Bibliography of the 19th century". Studia Instrumentorum. Diakses tanggal 23 March 2014.
Es ist eine unbedingte Notwendigkeit, dass der Deutsche zu seinen Liedern auch ein echt deutsches Begleitinstrument besitzt. Wie der Spanier seine Gitarre (fälschlich Laute genannt), der Italiener seine Mandoline, der Engländer das Banjo, der Russe die Balalaika usw. sein Nationalinstrument nennt, so sollte der Deutsche seine Laute, die Waldzither, welche schon von Dr. Martin Luther auf der Wartburg im Thüringer Walde (daher der Name Waldzither) gepflegt wurde, zu seinem Nationalinstrument machen. – Liederheft von C. H. Böhm (Hamburg, March 1919)
- ^ (Inggris) "Flung to the heedless winds". Hymntime. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 October 2013. Diakses tanggal 7 October 2012.
- ^ (Inggris) Robin A. Leaver, "Luther's Catechism Hymns." Lutheran Quarterly 1998 12(1): 79–88, 89–98.
- ^ (Inggris) Robin A. Leaver, "Luther's Catechism Hymns: 5. Baptism." Lutheran Quarterly 1998 12(2): 160–169, 170–180.
- ^ (Jerman) Christoph Markschies, Michael Trowitzsch: Luther zwischen den Zeiten – Eine Jenaer Ringvorlesung; Mohr Siebeck, 1999; p. 215–219.
- ^ Psychopannychia (the night banquet of the soul), manuscript Orléans 1534, Latin Strasbourg 1542, 2nd.ed. 1545, French, Geneva 1558, English 1581.
- ^ Liber de Anima 1562
- ^ (Jerman)(Inggris) D. Franz Pieper Christliche Dogmatik, 3 vols., (Saint Louis: CPH, 1920), 3:575: "Hieraus geht sicher so viel hervor, daß die abgeschiedenen Seelen der Gläubigen in einem Zustande des seligen Genießens Gottes sich befinden .... Ein Seelenschlaf, der ein Genießen Gottes einschließt (so Luther), ist nicht als irrige Lehre zu bezeichnen"; English translation: Francis Pieper, Christian Dogmatics, 3 vols., (Saint Louis: CPH, 1953), 3:512: "These texts surely make it evident that the departed souls of the believers are in a state of blessed enjoyment of God .... A sleep of the soul which includes enjoyment of God (says Luther) cannot be called a false doctrine."
- ^ (Inggris) Sermons of Martin Luther: the House Postils, Eugene F. A. Klug, ed. and trans., 3 vols., (Grand Rapids, Michigan: Baker Book House, 1996), 2:240.
- ^ (Inggris)(Latin) Weimarer Ausgabe 43, 360, 21–23 (to Genesis 25,7–10): also Exegetica opera latina Vol 5–6 1833 p. 120 and the English translation: Luther's Works, American Edition, 55 vols. (St. Louis: CPH), 4:313; "Sufficit igitur nobis haec cognitio, non egredi animas ex corporibus in periculum cruciatum et paenarum inferni, sed esse eis paratum cubiculum, in quo dormiant in pace."
- ^ (Inggris) "Smalcald Articles, Part II, Article II, paragraph 12". Bookofconcord.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-10. Diakses tanggal 15 August 2012.
- ^ (Inggris) "Smalcald Articles, Part II, Article II, paragraph 28". Bookofconcord.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-10. Diakses tanggal 15 August 2012.
- ^ (Inggris) Gerhard Loci Theologici, Locus de Morte, § 293 ff. Pieper writes: "Luther speaks more guardedly of the state of the soul between death and resurrection than do Gerhard and the later theologians, who transfer some things to the state between death and resurrection which can be said with certainty only of the state after the resurrection" (Christian Dogmatics, 3:512, footnote 21).
- ^ (Jerman) Article in the Berlinischer Zeitung 1755 in Complete Works ed. Karl Friedrich Theodor Lachmann – 1838 p. 59 "Was die Gegner auf alle diese Stellen antworten werden, ist leicht zu errathen. Sie werden sagen, daß Luther mit dem Worte Schlaf gar die Begriffe nicht verbinde, welche Herr R. damit verbindet. Wenn Luther sage, daß die Seele IS nach dem Tode schlafe, so denke er nichts mehr dabey, als was alle Leute denken, wenn sie den Tod des Schlafes Bruder nennen. Tode ruhe, leugneten auch die nicht, welche ihr Wachen behaupteten:c. Ueberhaupt ist mit Luthers Ansehen bey der ganzen Streitigkeit nichts zu gewinnen."
- ^ (Latin) Exegetica opera Latina, Volumes 5–6 Martin Luther, ed. Christopf Stephan Elsperger (Gottlieb) p. 120 "Differunt tamen somnus sive quies hujus vitae et futurae. Homon enim in hac vita defatigatus diurno labore, sub noctem intrat in cubiculum suum tanquam in pace, ut ibi dormiat, et ea nocte fruitur quiete, neque quicquam scit de ullo malo sive incendii, sive caedis. Anima autem non sic dormit, sed vigilat, et patitur visiones loquelas Angelorum et Dei. Ideo somnus in futura vita profundior est quam in hac vita et tamen anima coram Deo vivit. Hac similitudine, quam habeo a somno viventia." (Commentary on Genesis – Enarrationes in Genesin, 1535–1545)"
- ^ (Inggris) Blackburne A short historical view of the controversy concerning an intermediate state (1765) p121
- ^ (Jerman) Gottfried Fritschel. Zeitschrift für die gesammte lutherische Theologie und Kirche p. 657 "Denn dass Luther mit den Worten "anima non sic dormit, sed vigilat et patitur visiones, loquelas Angelorum et Dei" nicht dasjenige leugnen will, was er an allen andern Stellen seiner Schriften vortragt"
- ^ (Inggris) Henry Eyster Jacobs Martin Luther the Hero of the Reformation 1483 to 1546 (1898). Emphasis added.
- ^ Mullett, 194–95.
- ^ Brecht, 2:325–34; Mullett, 197.
- ^ Wilson, 259.
- ^ Weimar Ausgabe 26, 442; Luther's Works 37, 299–300.
- ^ a b Oberman, 237.
- ^ Marty, 140–41; Lohse, 74–75.
- ^ Brecht 2:329.
- ^ Oberman, 238.
- ^ Martin Luther, Werke, VIII
- ^ Martin Luther, Table Talk.
- ^ Martin Luther, "On Justification CCXCIV", Table Talk
- ^ Mallett, 198; Marius, 220. The siege was lifted on 14 October 1529, which Luther saw as a divine miracle.
- ^ (Inggris) Andrew Cunningham, The Four Horsemen of the Apocalypse: Religion, War, Famine and Death in Reformation Europe, Cambridge: Cambridge University Press, 2000, ISBN 0-521-46701-2, 141; Mullett, 239–40; Marty, 164.
- ^ (Inggris) From On War against the Turk, 1529, quoted in William P. Brown, The Ten Commandments: The Reciprocity of Faithfulness, Louisville, KY: Westminster John Knox Press, 2004, ISBN 0-664-22323-0, 258; Lohse, 61; Marty, 166.
- ^ Marty, 166; Marius, 219; Brecht, 2:365, 368.
- ^ Mullett, 238–39; Lohse, 59–61.
- ^ Brecht, 2:364.
- ^ Wilson, 257; Brecht, 2:364–65.
- ^ Brecht, 2:365; Mullett, 239.
- ^ (Inggris) Daniel Goffman, The Ottoman Empire and Early Modern Europe, Cambridge: Cambridge University Press, 2002, ISBN 0-521-45908-7, 109; Mullett, 241; Marty, 164.
- ^ (Inggris) Adam S. Francisco (2007). Martin Luther and Islam: A Study in Sixteenth-Century Polemics and Apologetics. BRILL. hlm. 148. ISBN 9789004160439.
- ^ (Inggris) From On war against the Turk, 1529, quoted in Roland E. Miller, Muslims and the Gospel, Minneapolis: Kirk House Publishers, 2006, ISBN 1-932688-07-2, 208.
- ^ (Inggris) Douglas H. Shantz, ed. (2008). Between Sardis and Philadelphia: The Life and World of Pietist Court Preacher Conrad Bröske. BRILL. hlm. 102. ISBN 9789004169685.
- ^ Brecht, 3:355.
- ^ (Inggris) Luther, Only the Decalogue Is Eternal: Martin Luther's Complete Antinomian Theses and Disputations, ed. and tr. H. Sonntag, Minneapolis: Lutheran Press, 2008, 23–27. ISBN 978-0-9748529-6-6
- ^ Cf. ibid., 11–15.
- ^ (Inggris) Luther's Works 47:107–119. There he writes: "Dear God, should it be unbearable that the holy church confesses itself a sinner, believes in the forgiveness of sins, and asks for remission of sin in the Lord's Prayer? How can one know what sin is without the law and conscience? And how will we learn what Christ is, what he did for us, if we do not know what the law is that he fulfilled for us and what sin is, for which he made satisfaction?" (112–113).
- ^ (Inggris) Luther's Works 41, 113–114, 143–144, 146–147. There he said about the antinomians: "They may be fine Easter preachers, but they are very poor Pentecost preachers, for they do not preach de sanctificatione et vivificatione Spiritus Sancti, "about the sanctification by the Holy Spirit," but solely about the redemption of Jesus Christ" (114). "Having rejected and being unable to understand the Ten Commandments, ... they see and yet they let the people go on in their public sins, without any renewal or reformation of their lives" (147).
- ^ (Inggris) Luther, Only the Decalogue Is Eternal, 33–36.
- ^ (Inggris) Luther, Only the Decalogue Is Eternal, 170–172
- ^ (Inggris) Luther, Only the Decalogue Is Eternal, 76, 105–107.
- ^ (Inggris) Luther, Only the Decalogue Is Eternal, 140, 157.
- ^ (Inggris) Luther, Only the Decalogue Is Eternal, 75, 104–105, 172–173.
- ^ The "first use of the law," accordingly, would be the law used as an external means of order and coercion in the political realm by means of bodily rewards and punishments.
- ^ (Inggris) Luther, Only the Decalogue Is Eternal, 110.
- ^ (Inggris) Luther, Only the Decalogue Is Eternal, 35: "The law, therefore, cannot be eliminated, but remains, prior to Christ as not fulfilled, after Christ as to be fulfilled, although this does not happen perfectly in this life even by the justified. ... This will happen perfectly first in the coming life." Cf. Luther, Only the Decalogue Is Eternal,, 43–44, 91–93.
- ^ (Inggris) Brecht, Martin, Martin Luther, tr. James L. Schaaf, Philadelphia: Fortress Press, 1985–93, 3: 206.
- ^ (Inggris) Brecht, Martin, Martin Luther, tr. James L. Schaaf, Philadelphia: Fortress Press, 1985–93, 3:212.
- ^ (Inggris) Brecht, Martin, Martin Luther, tr. James L. Schaaf, Philadelphia: Fortress Press, 1985–93, 3:214.
- ^ (Inggris) Brecht, Martin, Martin Luther, tr. James L. Schaaf, Philadelphia: Fortress Press, 1985–93, 3:205–15.
- ^ (Inggris) Oberman, Heiko, Luther: Man Between God and the Devil, New Haven: Yale University Press, 2006, 294.
- ^ (Inggris) Michael, Robert. Holy Hatred: Christianity, Antisemitism, and the Holocaust. New York: Palgrave Macmillan, 2006, 109; Mullett, 242.
- ^ (Inggris) Edwards, Mark. Luther's Last Battles. Ithaca: Cornell University Press, 1983, 121.
- ^ Brecht, 3:341–43; Mullett, 241; Marty, 172.
- ^ Brecht, 3:334; Marty, 169; Marius, 235.
- ^ (Inggris) Noble, Graham. "Martin Luther and German anti-Semitism," History Review (2002) No. 42:1–2; Mullett, 246.
- ^ Brecht, 3:341–47.
- ^ (Inggris) Luther, On the Jews and their Lies, quoted in Michael, 112.
- ^ (Inggris) Luther, Vom Schem Hamphoras, quoted in Michael, 113.
- ^ a b (Inggris) Gritsch, Eric W. (2012). Martin Luther's Anti-Semitism: Against His Better Judgment. Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company. ISBN 978-0-8028-6676-9. pp. 86–87.
- ^ Luther, On the Jews and Their Lies, Luthers Werke. 47:268–271.
- ^ (Inggris) Luther, On the Jews and Their Lies, quoted in Robert Michael, "Luther, Luther Scholars, and the Jews," Encounter 46 (Autumn 1985) No. 4:343–344.
- ^ a b Michael, 117.
- ^ Quoted by Michael, 110.
- ^ Michael, 117–18.
- ^ Gritsch, 113–14; Michael, 117.
- ^ (Inggris) "The assertion that Luther's expressions of anti-Jewish sentiment have been of major and persistent influence in the centuries after the Reformation, and that there exists a continuity between Protestant anti-Judaism and modern racially oriented anti-Semitism, is at present wide-spread in the literature; since the Second World War it has understandably become the prevailing opinion." Johannes Wallmann, "The Reception of Luther's Writings on the Jews from the Reformation to the End of the 19th century", Lutheran Quarterly, n.s. 1 (Spring 1987) 1:72–97.
- ^ (Inggris) Berger, Ronald. Fathoming the Holocaust: A Social Problems Approach (New York: Aldine De Gruyter, 2002), 28; Johnson, Paul. A History of the Jews (New York: HarperCollins Publishers, 1987), 242; Shirer, William. The Rise and Fall of the Third Reich, (New York: Simon and Schuster, 1960).
- ^ (Inggris) Grunberger, Richard. The 12-Year Reich: A Social History of Nazi German 1933–1945 (NP:Holt, Rinehart and Winston, 1971), 465.
- ^ Himmler wrote: "what Luther said and wrote about the Jews. No judgment could be sharper."
- ^ (Inggris) Ellis, Marc H. Hitler and the Holocaust, Christian Anti-Semitism" Diarsipkan 10 July 2007 di Wayback Machine., (NP: Baylor University Center for American and Jewish Studies, Spring 2004), Slide 14. "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 April 2006. Diakses tanggal 2006-04-22..
- ^ (Inggris) Noble, Graham. "Martin Luther and German anti-Semitism," History Review (2002) No. 42:1–2.
- ^ (Inggris) Diarmaid MacCulloch, Reformation:Europe's House Divided, 1490–1700. New York:Penguin Books Ltd, 2004, pp. 666–667.
- ^ (Jerman)(Inggris) Bernd Nellessen, "Die schweigende Kirche: Katholiken und Judenverfolgung," in Buttner (ed), Die Deutchschen und die Jugendverfolg im Dritten Reich, p.265, cited in Daniel Goldhagen, Hitler's Willing Executioners (Vintage, 1997)
- ^ Brecht 3:351.
- ^ Wallmann, 72–97.
- ^ (Inggris) Siemon-Netto, The Fabricated Luther, 17–20.
- ^ (Inggris) Siemon-Netto, "Luther and the Jews," Lutheran Witness 123 (2004) No. 4:19, 21.
- ^ (Inggris) Hillerbrand, Hans J. "Martin Luther," Encyclopædia Britannica, 2007. Hillerbrand writes: "His strident pronouncements against the Jews, especially toward the end of his life, have raised the question of whether Luther significantly encouraged the development of German anti-Semitism. Although many scholars have taken this view, this perspective puts far too much emphasis on Luther and not enough on the larger peculiarities of German history."
- ^ (Inggris) Bainton, Roland: Here I Stand, (Nashville: Abingdon Press, New American Library, 1983), p. 297
- ^ (Inggris) For similar views, see:
- Briese, Russell. "Martin Luther and the Jews," Lutheran Forum (Summer 2000):32;
- Brecht, Martin Luther, 3:351;
- Edwards, Mark U. Jr. Luther's Last Battles: Politics and Polemics 1531–46. Ithaca, NY: Cornell University Press, 1983, 139;
- Gritsch, Eric. "Was Luther Anti-Semitic?", Christian History, No. 3:39, 12.;
- Kittelson, James M., Luther the Reformer, 274;
- Oberman, Heiko. The Roots of Anti-Semitism: In the Age of Renaissance and Reformation. Philadelphia: Fortress, 1984, 102;
- Rupp, Gordon. Martin Luther, 75;
- Siemon-Netto, Uwe. Lutheran Witness, 19.
- ^ (Inggris) Christopher J. Probst, Demonizing the Jews: Luther and the Protestant Church in Nazi Germany, Indiana University Press in association with the United States Holocaust Memorial Museum, 2012, ISBN 978-0-253-00100-9
- ^ (Inggris) Dr. Christopher Probst. "Martin Luther and "The Jews" A Reappraisal". The Theologian. Diakses tanggal 20 March 2014.
- ^ (Inggris) Synod deplores and disassociates itself from Luther's negative statements about the Jewish people and the use of these statements to incite anti-Lutheran sentiment, from a summary of Official Missouri Synod Doctrinal Statements Diarsipkan 25 February 2009 di Wayback Machine.
- ^ (Inggris) Lull, Timothy Martin Luther's Basic Theological Writings, Second Edition (2005), p. 25
- ^ (Inggris) Merton P. Strommen et al., A Study of Generations (Minneapolis: Augsburg Publishing, 1972), p. 206. P. 208 also states "The clergy [ALC, LCA, or LCMS] are less likely to indicate anti-Semitic or racially prejudiced attitudes [compared to the laity]."
- ^ (Inggris) Richard (Dick) Geary, Who voted for the Nazis? (electoral history of the National Socialist German Workers' Party), in History Today, 1 October 1998, Vol.48, Issue 10, pp.8–14
- ^ (Inggris) "Special Interests at the Ballot Box? Religion and the Electoral Success of the Nazis" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-04-18.
- ^ (Inggris) Iversen OH (1996). "[Martin Luther's somatic diseases. A short life-history 450 years after his death]". Tidsskr. Nor. Laegeforen. (dalam bahasa Norwegian). 116 (30): 3643–46. PMID 9019884.
- ^ Edwards, 9.
- ^ Spitz, 354.
- ^ (Jerman) Die Beziehungen des Reformators Martin Luther zu Halle Diarsipkan 2017-07-07 di Wayback Machine. buergerstiftung-halle.de
- ^ (Jerman) Luther, Martin. Sermon No. 8, "Predigt über Mat. 11:25, Eisleben gehalten," 15 February 1546, Luthers Werke, Weimar 1914, 51:196–197.
- ^ (Inggris) Poliakov, Léon. From the Time of Christ to the Court Jews, Vanguard Press, p. 220.
- ^ (Inggris) Mackinnon, James. Luther and the Reformation. Vol. IV, (New York): Russell & Russell, 1962, p. 204.
- ^ (Inggris) Luther, Martin. Admonition against the Jews, added to his final sermon, cited in Oberman, Heiko. Luther: Man Between God and the Devil, New York: Image Books, 1989, p. 294. A complete translation of Luther's Admonition can be found in Wikisource.s:Warning Against the Jews (1546)
- ^ (Inggris) Heinz Schilling (2017). Martin Luther: Rebel in an Age of Upheaval. Translated by Rona Johnston Gordon. Oxford University Press. hlm. 503. ISBN 9780191034336.
- ^ (Inggris) Brecht, Martin. Martin Luther. tr. James L. Schaaf, Philadelphia: Fortress Press, 1985–93, 3:369–79.
- ^ a b (Inggris) McKim, Donald K. (2003). The Cambridge companion to Martin Luther. Cambridge companions to religion. Cambridge University Press. hlm. 19. ISBN 0-521-01673-8.
- ^ (Inggris) "Slide Collection". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-09. Diakses tanggal 2017-11-16.
- ^ (Inggris) Mary Fairchild. "Martin Luther's Great Accomplishments". About.com Religion & Spirituality. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-11-22. Diakses tanggal 2017-11-16.
- ^ (Inggris) OurRedeermLCMS.org Diarsipkan November 22, 2003, di Wayback Machine.
- ^ (Inggris) "The Cambridge Companion to Martin Luther".
- ^ (Inggris) SignatureToursInternational.comDiarsipkan 1 December 2007 di Wayback Machine.
- ^ (Jerman) Dorfpredigten.: Biblische Einsichten aus Deutschlands 'wildem Süden'. Ausgewählte Predigten aus den Jahren 1998 bis 2007 Teil II 2002-2007 by Thomas O. H. Kaiser, p. 354
- ^ (Inggris) Martin Luther's Death Mask on View at Museum in Halle, Germany artdaily.com
- ^ (Inggris) Wall Street Journal, "The Monk Who Shook the World", Richard J. Evans, March 31, 2017
- ^ (Inggris) Roper, Lyndal (April 2010). "Martin Luther's Body: The 'Stout Doctor' and His Biographers". American Historical Review. 115 (2): 351–362. doi:10.1086/ahr.115.2.351.
Sumber
- (Inggris) Martin Brecht; tr. James L. Schaaf, (1985). Martin Luther. 1: His Road to Reformation, 1483–1521. Philadelphia: Fortress Press.
- (Inggris) Martin Brecht; tr. James L. Schaaf, (1994). Martin Luther. 2: Shaping and Defining the Reformation, 1521–1532. Philadelphia: Fortress Press.
- (Inggris) Martin Brecht; tr. James L. Schaaf, (1999). Martin Luther. 3: The Preservation of the Church, 1532–1546. Philadelphia: Fortress Press.
- (Inggris) Michael A. Mullett (2004). Martin Luther. London: Routledge. ISBN 9780415261685.
- (Inggris) Michael A. Mullett (1986) (1986). Luther. Methuen & Co (Lancashire Pamphlets). ISBN 0415109329.
- (Inggris) Derek Wilson (2007). Out of the Storm: The Life and Legacy of Martin Luther. London: Hutchinson. ISBN 9780091800017.
Bacaan lanjutan
Untuk daftar karya Luther dan mengenai dirinya, lihat "Resources about Martin Luther" ataupun "Luther's works" di Wikisource.
- (Inggris) Atkinson, James (1968). Martin Luther and the Birth of Protestantism, in series, Pelican Book[s]. Harmondsworth, Eng.: Penguin Books. 352 pp.
- (Inggris) Bainton, Roland. Here I Stand: A Life of Martin Luther (Nashville: Abingdon Press, 1950), online
- (Inggris) Erikson, Erik H. (1958). Young Man Luther: A Study in Psychoanalysis and History. New York: W. W. Norton.
- (Inggris) Dillenberger, John (1961). Martin Luther: Selections from his Writings. Garden City, NY: Doubleday. OCLC 165808.
- (Inggris) Friedenthal, Richard (1970). Luther, His Life and Times. Trans. from the German by John Nowell. First American ed. New York: Harcourt, Brace, Jovanovich. viii, 566 p. N.B.: Trans. of the author's Luther, sein Leben und seine Zeit.
- (Inggris) Lull, Timothy (1989). Martin Luther: Selections from his Writings. Minneapolis: Fortress. ISBN 0-8006-3680-5.
- (Inggris) Lull, Timothy F.; Nelson, Derek R. (2015). Resilient Reformer: The Life and Thought of Martin Luther. Minneapolis, MN: Fortress. ISBN 978-1-4514-9415-0 – via Project MUSE. ((Perlu berlangganan (help)).
- (Inggris) Kolb, Robert – Dingel, Irene – Batka, Ľubomír (eds.): The Oxford Handbook of Martin Luther's Theology. Oxford: Oxford University Press, 2014. ISBN 978-0-19-960470-8.
- (Inggris) Luther, M. The Bondage of the Will. Eds. J. I. Packer and O. R. Johnson. Old Tappan, N.J.: Revell, 1957. OCLC 22724565.
- (Inggris) Luther, Martin (1974). Selected Political Writings, ed. and with an introd. by J. M. Porter. Philadelphia: Fortress Press. ISBN 0-8006-1079-2
- (Inggris) Luther's Works, 55 vols. Eds. H. T. Lehman and J. Pelikan. St Louis Missouri, and Philadelphia, Pennsylvania, 1955–86. Also on CD-ROM. Minneapolis and St Louis: Fortress Press and Concordia Publishing House, 2002.
- (Inggris) Maritain, Jacques (1941). Three Reformers: Luther, Descartes, Rousseau. New York: C. Scriber's Sons. N.B.: Reprint of the ed. published by Muhlenberg Press.
- (Inggris) Nettl, Paul (1948). Luther and Music, trans. by Frida Best and Ralph Wood. New York: Russell & Russell, 1967, cop. 1948. vii, 174 p.
- (Inggris) Reu, Johann Michael (1917). Thirty-five Years of Luther Research. Chicago: Wartburg Publishing House.
- (Inggris) Schalk, Carl F. (1988). Luther on Music: Paradigms of Praise. Saint Louis, Mo.: Concordia Publishing House. ISBN 0-570-01337-2
- (Inggris) Stang, William (1883). The Life of Martin Luther. Eighth ed. New York: Pustet & Co. N.B.: This is a work of Roman Catholic polemical nature.
- (Inggris) Warren Washburn Florer, Ph.D (1912, 2012). Luther's Use of the Pre-Lutheran Versions of the Bible: Article 1, George Wahr, The Ann Arbor Press, Ann Arbor, Mich. Reprint 2012: Nabu Press, ISBN 1278818197 ISBN 9781278818191
Pranala luar
- (Inggris) Karya Martin Luther di Project Gutenberg
- (Inggris) Karya oleh/tentang Martin Luther di Internet Archive (pencarian dioptimalkan untuk situs non-Beta)
- (Inggris) Karya Martin Luther di LibriVox (buku suara domain umum)
- (Inggris) Karya-karya buatan Martin Luther di Post-Reformation Digital Library
- (Inggris) Templat:MutopiaComposer
- (Inggris) Website about Martin Luther
- (Inggris) Commentarius in psalmos Davidis Manuscript of Luther's first lecture as Professor of Theology at the University of Wittenberg, digital version at the Saxon State and University Library, Dresden (SLUB)
- (Inggris) Martin Luther catatan di Internet Encyclopedia of Philosophy
- (Inggris) Martin Luther Collection: Early works attributed to Martin Luther, (285 titles). From the Rare Book and Special Collections Division at the Library of Congress
- (Inggris) Robin Leaver: Luther's Liturgical Music