Lompat ke isi

Senjata nuklir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 17 Agustus 2024 23.58 oleh 182.3.36.97 (bicara)
Awan cendawan pengeboman Nagasaki, Jepang, 1945, menjulang sampai 18 km di atas hiposentrum.

Senjata nuklir atau bom atom adalah senjata pemusnah massal yang memperoleh kekuatan destruktifnya dari reaksi nuklir; baik melalui fisi nuklir, fusi nuklir, atau kombinasi keduanya. Senjata nuklir memiliki daya rusak yang mampu menghancurkan sebuah kota atau daerah. Senjata nuklir pernah digunakan dalam Perang Dunia II oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan dua kota Jepang: Hiroshima dan Nagasaki, pada tanggal 6/9 Agustus 1945, menewaskan 20.000 tentara dan 146.000 warga sipil.

Negara pemilik senjata nuklir antara lain adalah: Amerika Serikat, Rusia, Britania Raya, Prancis, Republik Rakyat Tiongkok, India, Korea Utara, Pakistan, dan Israel. Lihat daftar negara dengan senjata nuklir untuk lebih lanjut.

Fat man, bom atom plutonium yang dijatuhkan di Nagasaki pada 9 Agustus 1945.
Dasar kerja desain Tellr-Ulam pada bomb hidrogen: sebuah bomb fisi menghasilkan radiasi yang kemudian mengkompresi dan memanasi butiran bahan fusi pada bagian lain.
Reka ulang sebuah bola plutoniun yang dilapisi tungsten karbida sebagai pemantul neutron, yang terlibat insiden reaksi nuklir tak terkendali pada 1945.

Pada saat ini, senjata nuklir dapat diluncurkan melalui--salah satunya--pesawat pengebom, peluru kendali, peluru kendali balistik, dan peluru kendali balistik antar benua.

Tipe senjata nuklir

Dua tipe desain dasar

Senjata nuklir mempunyai dua tipe dasar. Tipe pertama menghasilkan energi ledakannya hanya dari proses reaksi fisi. Senjata tipe ini secara umum dinamai bom atom (atomic bomb, A-bombs). Energinya hanya diproduksi dari inti atom.

Pada senjata tipe fisi, masa fissile material (uranium yang diperkaya atau plutonium) dirancang mencapai supercritical mass - jumlah massa yang diperlukan untuk membentuk reaksi rantai dengan menabrakkan sebutir bahan sub-kritikal terhadap butiran lainnya (metode gun), atau dengan memampatkan bulatan bahan sub-critical menggunakan bahan peledak kimia sehingga mencapai tingkat kepadatan beberapa kali lipat dari nilai semula. Metode implosion, metode yang kedua dianggap lebih canggih dibandingkan yang pertama. Dan juga penggunaan plutonium sebagai bahan fisil hanya bisa di metode kedua.

Tantangan utama di semua desain senjata nuklir adalah untuk memastikan sebanyak mungkin bahan bakar fisi terkonsumsi sebelum senjata itu hancur. Jumlah energi yang dilepaskan oleh pembelahan bom dapat berkisar dari sekitar satu ton TNT ke sekitar 500.000 ton (500 kilotons) dari TNT.

Tipe kedua memproduksi sebagian besar energinya melalui reaksi fusi nuklir. Senjata jenis ini disebut senjata termonuklir atau bom hidrogen (disingkat sebagai bom-H), karena tipe ini didasari proses fusi nuklir yang menggabungkan isotop-isotop hidrogen (deuterium dan tritium). Meski, semua senjata tipe ini mendapatkan kebanyakan energinya dari proses fisi (termasuk fisi yang dihasilkan karena induksi neutron dari hasil reaksi fusi.) Tidak seperti tipe senjata fisi, senjata fusi tidak memiliki batasan besarnya energi yang dapat dihasilkan dari sebuah sejata termonuklir.

Senjata termonuklir bisa berfungsi dengan melalui sebuah bomb fisi yang kemudian memampatkan dan memanasi bahan fisi. Pada desain Teller-Ulam, yang mencakup semua senjata termonuklir multi megaton, metode ini dicapai dengan meletakkan sebuah bomb fisi dan bahan bakar fusi (deuterium atau lithium deuteride) pada jarak berdekatan di dalam sebuah wadah khusus yang dapat memantulkan radiasi. Setelah bomb fisi didetonasi, pancaran sinar gamma dan sinar X yang dihasilkan memampatkan bahan fusi, yang kemudian memanasinya ke suhu termonuklir. Reaksi fusi yang dihasilkan, selanjutnya memproduksi neutron berkecepatan tinggi yang sangat banyak, yang kemudian menimbulkan pembelahan nuklir pada bahan yang biasanya tidak rawan pembelahan, sebagai contoh depleted uranium. Setiap komponen pada design ini disebut stage (atau tahap). Tahap pertama pembelahan atom bom adalah primer dan fusi wadah kapsul adalah tahap sekunder. Di dalam bom-bom hidrogen besar, kira-kira separuh dari yield dan sebagian besar nuklir fallout, berasal pada tahapan fisi depleted uranium. Dengan merangkai beberapa tahap-tahap yang berisi bahan bakar fusi yang lebih besar dari tahap sebelumnya, senjata termonuklir bisa mencapai yield tak terbatas. Senjata terbesar yang pernah diledakan (the Tsar Bomba dari USSR) merilis energi setara lebih dari 50 juta ton (50 megaton) TNT. Hampir semua senjata termonuklir adalah lebih kecil dibandingkan senjata tersebut, terutama karena kendala praktis seperti perlunya ukuran sekecil ruang dan batasan berat yang bisa didapatkan pada ujung kepala roket dan misil.

Terdapat juga tipe senjata nuklir lain, sebagai contoh boosted fission weapon, yang merupakan senjata fisi yang memperbesar yield-nya dengan sedikit menggunakan reaksi fisi. Tetapi fisi ini bukan berasal dari bom fusi. Pada tipe boosted bom, neutron-neutron yang dihasilkan oleh reaksi fusi terutama berfungsi untuk meningkatkan efisiensi bomb fisi. contoh senjata didesain untuk keperluan khusus; bomb neutron adalah senjata termonuklir yang menghasilkan ledakan relatif kecil, tetapi dengan jumlah radiasi neutron yang banyak. Meledaknya senjata nuklir ini diikuti dengan pancaran radiasi neutron. Senjata jenis ini, secara teori bisa digunakan untuk membawa korban yang tinggi tanpa menghancurkan infrastruktur dan hanya membuat fallout yang kecil. Membubuhi senjata nuklir dengan bahan tertentu (sebagai contoh kobalt atau emas) menghasilkan senjata yang dinamai salted bomb. Senjata jenis ini menghasilkan kontaminasi radioaktif yang sangat tinggi. Sebagian besar variasi pada desain senjata nuklir terletak pada beda yield untuk berbagai keperluan, dan untuk mencapai ukuran fisik yang sekecil mungkin.

Uji coba pertama

Rencana untuk membuat bom uranium oleh negara-negara Sekutu dimulai sejak 1939 ketika Albert Einstein menulis surat kepada Presiden AS Franklin D. Roosevelt dan menyampaikan teori bahwa reaksi rantai nuklir yang tidak terkontrol memiliki potensi besar untuk dijadikan senjata pembunuh massal. Pada 1940, pemerintah AS menyetujui dana sebesar 6.000 dolar untuk membiayai pembuatan bom atom itu. Proyek yang disebut sebagai proyek Manhattan itu akhirnya mencapai hasil lima tahun kemudian dengan dana yang membengkak hingga 2,5 juta dolar. Bom akan dijatuhkan kepada Jerman. Namun, karena Jerman telah menyerah dalam Perang Dunia II, pada Agustus 1945 Jepang menjadi korban dari serangan bom atom tersebut.

Pranala luar