Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib
Biografi | |
---|---|
Kelahiran | 622 Kekaisaran Aksum |
Kematian | 700 (77/78 tahun) Madinah |
Tempat pemakaman | Jannatul Baqi Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! |
Data pribadi | |
Agama | Islam |
Kegiatan | |
Pekerjaan | ulama |
Murid dari | Asma binti Umays |
Keluarga | |
Pasangan nikah | Zainab binti Ali |
Anak | Q106975544 , Muawiyah bin Abdullah bin Ja'far, Ali ibn Abdullah (en) , Awn bin Abdullah bin Jafar (en) , Muhammad ibn Abdillah (en) , Abbas ibn Abdullah (en) |
Orang tua | Ja'far bin Abi Thalib , Asma binti Umays |
Saudara | Muhammad bin Ja'far, Awn ibn Ja'far (en) , Muhammad bin Abu Bakar dan Umm Kulthum bint Abi Bakr (en) |
Kerabat | Abdullah bin Muawiyah al-Ja'fari (cucu laki-laki) |
Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib (1–80 H) adalah salah seorang sahabat Muhammad. Ia merupakan keluarga dekat Muhammad dari Bani Hasyim. Keluarganya merupakan ahlul bait yang menjalin hubungan kekeluargaan dengan Ali bin Abi Thalib. Abdullah bin Ja'far terkenal atas sifat kedermawanan sekaligus perannya sebagai perawi hadis yang dijadikan sebagai sumber oleh Ibnu Syihab az-Zuhri. Ia meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan.
Nasab
[sunting | sunting sumber]Abdullah bin Ja'far berasal dari Bani Hasyim.[1] Nasabnya ialah Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib al-Hasyim al-Qurasyi.[2] Ayah Abdullah bin Ja'far bernama Ja'far bin Abi Thalib, sedangkan ibunya bernama Asma' binti Umais.[3] Ia dilahirkan pada tahun 1 H.[4] Abdullah bin Ja'far merupakan tiga bersaudara bersama Aun bin Ja'far dan Muhammad bin Ja'far.[5] Abdullah bin Ja'far merupakan anak yang paling bungsu.[6] Ia dilahirkan di Habasyah ketika kedua orang tuanya sedang hijrah.[2]
Pengasuhan
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 7 H, Ja'far bin Abi Thalib sebagai pimpinan rombongan di Habasyah pindah ke Madinah dan ia mengikuti Pertempuran Mu'tah.[7] Ja'far bin Abi Thalib meninggal ketika mengikuti Pertempuran Mu'tah. Ia meninggal setelah menggantikan Zaid bin Haritsah yang syahid sebagai pemimpin dalam pertempuran ini.[8] Abdullah bin Ja'far dan kedua saudara serta ibunya, ditinggal mati oleh ayahnya ketika masih kanak-kanak.[3] Sepeninggal ayahnya, ibunya yaitu Asma' binti Umais dinikahi oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq sehingga ia memiliki saudara lagi bernama Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq. Setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal, ibunya dinikahi oleh Ali bin Abi Thalib.[3] Setelah ayahnya meninggal, Abdullah bin Ja'far diasuh oleh Muhammad.[9]
Pernikahan
[sunting | sunting sumber]Abdullah bin Ja'far menikah dengan Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib. Istrinya merupakan mantan istri Umar bin Khattab. Setelah Umar bin Khattab meninggal, Ummu Kultsum dinikahkan oleh Ali bin Abi Thalib dengan sepupunya yaitu saudara Abdullah bin Ja'far yang bernama Aun bin Ja'far. Setelah Aun bin Ja'far meninggal, Ummu Kultsum dinikahkan lagi dengan saudara sepupunya yang lain yaitu Muhammad bin Ja'far yang juga saudara dari Abdullah bin Ja'far. Setelah kakaknya meninggal, barulah Abdullah bin Ja'far menikahi Ummu Kultsum.[10] Abdullah bin Ja'far memiliki dua orang putra. Ia menamainya Abu Bakar dan Muawiyah.[11]
Abdullah bin Ja'far menjadi suami bagi Ummu Kultsum hingga kematiannya pada tahun 75 H.[12] Ummu Kultsum meninggal bersama dengan putranya yang bernama Zaid pada suatu kerusuhan di permukiman Bani Adi bin Ka'ab. Keduanya meninggal saat sedang berusaha mendamaikan kerusuhan tersebut.[13] Sepeninggal istrinya, Abdullah bin Ja'far menikah lagi. Ia menikah dengan kakak Ummu Kultsum yaitu Zainab binti Ali.[14] Dari pernikahan ini, Abdullah bin Ja'far memiliki anak bernama Aun bin Abdullah bin Ja'far dan Muhammad bin Abdullah bin Ja'far.[15] Dua anaknya yang bernama Aun bin Abdullah bin Ja'far dan Muhammad bin Abdullah bin Ja'far, terbunuh dalam Pertempuran Karbala pada tanggal 10 Muharram 61 H atau 9/10 Oktober 680 M. Selain kedua anak Abdullah bin Ja'far, keluarga Muhammad dari keturunan Ali bin Abi Thalib juga banyak terbunuh dalam Pertempuran Karbala.[16]
Anak laki-laki lainnya dari hasil pernikahan Zainab binti Ali dan Abdullah bin Ja'far ialah Ali bin Abdulllah bin Ja'far, Al-Akbar bin Abdullah bin Ja'far, dan Abbas bin Abdullah bin Ja'far. Pernikahan ini juga menghasilkan seorang anak perempuan bernama Ummu Kultsum bin Abdullah bin Ja'far.[9]
Keutamaan
[sunting | sunting sumber]Abdullah bin Ja'far merupakan salah seorang sahabat Muhammad.[2] Ia merupakan keturunan Bani Hasyim yang terakhir melihat Muhammad.[9] Abdullah bin Ja'far menjadi salah satu sumber periwayatan hadis bagi Ibnu Syihab az-Zuhri.[17] Abdullah bin Ja'far dikenal sebagai orang yang memiliki kedermawanan.[18]
Kematian
[sunting | sunting sumber]Abdullah bin Ja'far merupakan salah seorang terawal yang menyatakan baiat kepada Abdullah bin Zubair sebagai khalifah di Hijaz. Pembaiatan ini dilakukan dengan pandangan penduduk Hijaz bahwa secara syara', Abdullah bin Zubair berhak menjadi amirul mukminin.[19] Abdullah bin Ja'far meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan.[20] Ia meninggal pada tahun 80 H atau 700 M.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Lathif, Abdussyafi Muhammad Abdul (Agustus 2016). Hasmand, Fedrian, ed. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah. Diterjemahkan oleh Irham, M., dan Supar, M. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 170. ISBN 978-979-592-668-9.
- ^ a b c Musthafa, Muhammad Husni (Oktober 2010). Rendusara, Muhammad Khairuddin, ed. Anak-anak dalam Pangkuan Rasulullah. Diterjemahkan oleh Ahmad, Emiel. Jakarta Timur: Akbar Media. hlm. 102. ISBN 978-979-9533-01-2.
- ^ a b c Iyubenu 2022, hlm. 39.
- ^ a b Az-Zarkali, Khairuddin (2002). Al-A'lam. 4 (edisi ke-15). Beirut: Darul Ilmi lil Malayin. hlm. 76.
- ^ Az-Zain, Samih Athif (2024). Setiawan, Iwan, ed. Muhammad The Messengger: Periode Futuh Mekah. Diterjemahkan oleh Gunawan, I., dan Satari, R. Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia. hlm. 114. ISBN 978-623-5331-35-5.
- ^ Iyubenu 2022, hlm. 40.
- ^ Hamka (2015). Waskito, Joko, ed. Tafsir al-Azhar Jilid 9. Jakarta: Gema Insani. hlm. 607. ISBN 978-602-250-253-1.
- ^ Iyubenu 2022, hlm. 38-39.
- ^ a b c Jam'ah, Ahmad Khalil (2022). Putri-Putri Sahabat Rasulullah. Darul Falah. hlm. 147.
- ^ Al-Azizi 2021, hlm. 56-57.
- ^ Muslih, M. Kholid (Juli 2019). Menyingkap Wajah Shi'ah Dua Belas Imam: Dari Kelahiran hingga Perkembangannya di Indonesia. Ponorogo: UNIDA Gontor Press. hlm. 149. ISBN 978-602-5620-06-5.
- ^ Jannah, Zakiah Nur (2020). Ramdani, Zaka Putra, ed. Amazing Stories Fatimah. Bantul: Pustaka Al Uswah. hlm. 165. ISBN 978-623-92780-6-9.
- ^ Al-Azizi 2021, hlm. 57.
- ^ Iyubenu 2022, hlm. 39-40.
- ^ Fanani, Zhaenal. Taufik, M., ed. Karbala: Jejak Darah di Senja Asyura. Bandung: Pantera Publishing. ISBN 978-623-91324-0-8.
- ^ Ashadi (Oktober 2023). Duniawati, Nia, ed. Sejarah Peradaban Kota Arsitektur dan Seni Dunia Islam Daulah Umayyah. Indramayu: Penerbit Adab. hlm. 21. ISBN 978-623-162-418-5.
- ^ Herdi, Asep (November 2014). Memahami Ilmu Hadis. Bandung: Tafakur. hlm. 167. ISBN 978-979-778-243-6.
- ^ Al-Mishri, Mahmud (2011). Yasir, Muhammad, ed. Semua Ada Saatnya: Seni Menikmati Hidup Lebih Seimbang. Diterjemahkan oleh Somad, Abdul. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 55. ISBN 978-979-592-779-2.
- ^ Hakim, Mansur Abdul (Agustus 2021). Yasir, Muhammad, ed. Hajjaj bin Yusuf: Algojo Bani Umayyah. Diterjemahkan oleh Irham, M., dan Supar, M. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 32. ISBN 978-979-592-944-4.
- ^ As-Suyuthi, Imam (2014). Tarikh Khulafa'. Diterjemahkan oleh Nurdin, Muhammad Ali. Jakarta: Qisthi Press. hlm. 239. ISBN 978-979-1303-69-9.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Al-Azizi, Abdul Syukur (2021). Mansyur, P., ed. Ali bin Abi Thalib Ra. Yogyakarta: Diva Press. ISBN 978-602-391-955-0.
- Iyubenu, Edi AH (2022). Rusdianto, ed. Muhammadku Sayangku 4. Yogyakarta: Diva Press. ISBN 978-623-293-741-3.