Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI dari fraksi PKB, Marwan Jafar, mengatakan, kesimpulan dan rekomendasi Pansus Haji sudah selesai dan akan disampaikan dalam rapat paripurna terakhir DPR periode 2019-2024 pada Senin, 30 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesimpulan Pansus Haji, kata Marwan, menjelaskan beberapa hal. Pertama, Kementerian Agama diduga melanggar Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Pasal itu menyebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panitia kerja Komisi VIII dan menteri agama awalnya sudah menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 pada 27 November 2023. Mereka menyepakati kuota haji Indonesia sebanyak 241.000 jemaah dengan rincian haji reguler sebanyak 221.720 orang dan jemaah haji khusus sebanyak 19.280 orang. Kuota ini termasuk kuota tambahan hasil lobi pemerintah RI terhadap Arab Saudi, yang memberikan tambahan 20 ribu jemaah.
Karena itu, 20 ribu kuota tambahan yang diberikan Arab Saudi itu seharusnya masuk jumlah haji Indonesia secara keseluruhan dan hanya 8 persen dari jumlah itu. “Namun, Kemenag membaginya 50 persen dari 20 ribu kuota tambahan itu untuk haji khusus,” kata Marwan di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Ahad 29 September 2024.
Kedua, Pansus Haji menemukan haji reguler bisa berangkat tanpa perlu mengantre atau berangkat nol tahun. Pansus menemukan ada 3.503 jemaah yang berangkat nol tahun. Diketahui, waktu tunggu haji reguler biasanya rata-rata 15 hingga lebih dari 20 tahun.
“Mereka berangkat ada 3.503 jemaah yang nol tahun, tanpa proses pengantrean,” kata Marwan.
Menurut Marwan, Pansus Haji menyimpulkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas diduga menyalahgunakan kewenangan dan melakukan kecurangan atas pengalihan kuota tambahan itu. Pansus Haji lantas merekomendasikan temuan itu untuk diteruskan kepada aparat penegak hukum yaitu Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK.
“Penyalagunaan kewenangan menteri agama dan kecurangan itu diteruskan pada aparat hukum,” kata Marwan.
Pansus Haji juga akan merekomendasikan pemerintah selanjutnya untuk memilih menteri agama yang cakap dan kompeten. Terakhir, bila diperlukan DPR periode 2024- 2029 itu dapat mengajukan hak angket lagi soal haji.
Dalam perumusan pembahasan kesimpulan itu itu, Marwan mengatakan, ada perdebatan antara Ketua Umum Pansus Haji dari Fraksi Golkar, Nusron Wahid dengan anggota Pansus Haji lain. Nusron menginginkan bahasa yang lebih umum. Marwan mencontohkan, kata “melanggar” diganti dengan “ketidakpatuhan”. Lalu kata “penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan” ditambah kata “jika perlu”.
Menurut Marwan, masalah bahasa seharusnya tidak perlu diperdebatkan. Sebab, dari sejumlah temuan Pansus Haji, sudah ada dugaan kuat upaya untuk melakukan Tindak Pidana Korupsi (tipikor).
Dua sumber Tempo di lingkungan DPR dan PBNU mengatakan, Nusron sempat bertemu dua sampai tiga kali dengan Menag Yaqut. Sumber ini menyebut ada negosiasi di antara keduanya.
Tempo mencoba menghubungi Nusron mengenai hal ini. Namun, Nusron belum menjawab pesan Tempo hingga berita ini diturunkan. Sementara itu, Menag Yaqut mengaku belum membaca kesimpulan Pansus.
Ia juga membantah ada negosiasi dengan Nusron. Menurut Yaqut, dirinya dan Nusron merupakan kawan lama sejak kuliah. Ketika Nusron menjadi Ketua Ketua Umum Ansor, Yaqut mengaku di-endorse olehnya.
“Jadi apa yang harus saya negosiasikan?” kata Yaqut dalam keterangannya melalui aplikasi WhatsApp, kemarin.
Pansus Haji DPR dibentuk pada Juli 2024 berdasarkan rekomendasi Tim Pengawas Haji. Tujuan utama pembentukan Pansus adalah menelusuri pengalihan tambahan kuota haji reguler sebanyak 20 ribu yang diduga dialihkan secara sepihak oleh Kemenag ke kuota haji khusus. Pengalihan ini dinilai melanggar Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang membatasi kuota haji khusus maksimal 8 persen dari total kuota haji Indonesia.