Bulan

satu-satunya satelit alami Bumi

Bulan adalah satelit alami Bumi satu-satunya[d][12] dan merupakan satelit terbesar kelima dalam Tata Surya. Bulan juga merupakan satelit alami terbesar di Tata Surya menurut ukuran planet yang diorbitnya,[e] dengan diameter 27%, kepadatan 60%, dan massa 1⁄81 (1.23%) dari Bumi. Di antara satelit alami lainnya, Bulan adalah satelit terpadat kedua setelah Io, satelit Jupiter.

Bulan ☾
Full moon in the darkness of the night sky. It is patterned with a mix of light-tone regions and darker, irregular blotches, and scattered with varying sizes of impact craters, circles surrounded by out-thrown rays of bright ejecta.
Bulan purnama terlihat dari belahan utara Bumi
Penamaan
Rembulan,[1] Candra,[2] Sasi,[3] Kamar,[4] Lunar[5]
Kata sifat bahasa Inggrislunar, kamariah
Ciri-ciri orbit
Perigee363.295 km
(0,0024 AU)
Apogee405.503 km
(0,0027 AU)
384.399 km
(0,00257 AU)[6]
Eksentrisitas0,0549[6]
27,321582 h (27 d 7 h 43,1 min[6])
29,530589 h (29 d 12 h 44 min 2,9 s)
Kecepatan orbit rata-rata
1,022 km/s
Inklinasi5,145° ke ekliptika[7] (antara 18,29° dan 28,58° ke khatulistiwa Bumi)[6]
Mundur satu revolusi dalam 18,6 tahun
Maju satu revolusi dalam 8,85 tahun
Satelit dariBumi
Ciri-ciri fisik
Jari-jari rata-rata
1.737,10 km (0,273 Bumi)[6][8]
Jari-jari khatulistiwa
1.738,14 km (0,273 Bumi)[8]
Jari-jari kutub
1.735,97 km (0,273 Bumi)[8]
Kepepatan0,00125
Keliling10.921 km (khatulistiwa)
3,793×107 km2 (0,074 Bumi)
Volume2,1958×1010 km3 (0,020 Bumi)
Massa7,3477×1022 kg (0,012300 Bumi[6])
Massa jenis rata-rata
3,3464 g/cm3[6]
1,622 m/s2 (0,1654 g)
2,38 km/s
27,321582 h (sinkron)
Kecepatan rotasi khatulistiwa
4,627 m/s
1,5424° (ke ekliptika)
6,687° (ke bidang orbit)[7]
Albedo0,136[9]
Suhu permukaan min. rata-rata maks.
Khatulistiwa -173º C -53º C 116º C
85°N[10] -203 °C -143º C -43º C
−2,5 sampai −12,9[a]
−12,74 (rata-rata bulan purnama)[8]
29,3 sampai 34,1 menit busur[8][b]
Atmosfer[11]
Tekanan permukaan
10−7 Pa (siang)
10−10 Pa (malam)[c]
Komposisi per volumeAr, He, Na, K, H, Rn
Bulan yang berwarna merah dan jingga, terlihat dari Bumi saat gerhana Bulan, ketika Bumi berada di antara Bulan dan Matahari.

Bulan berada pada rotasi sinkron dengan Bumi, yang selalu memperlihatkan sisi yang sama pada Bumi, dengan sisi dekat ditandai oleh mare vulkanik gelap yang terdapat di antara dataran tinggi kerak yang terang dan kawah tubrukan yang menonjol. Bulan adalah benda langit yang paling terang setelah Matahari. Meskipun Bulan tampak sangat putih dan terang, permukaan Bulan sebenarnya gelap, dengan tingkat kecerahan yang sedikit lebih tinggi dari aspal cair. Sejak zaman kuno, posisinya yang menonjol di langit dan fasenya yang teratur telah memengaruhi banyak budaya, termasuk bahasa, penanggalan, seni, dan mitologi. Pengaruh gravitasi Bulan menyebabkan terjadinya pasang surut di lautan dan pemanjangan waktu pada hari di Bumi. Jarak orbit Bulan dari Bumi saat ini adalah sekitar tiga puluh kali dari diameter Bumi, yang menyebabkan ukuran Bulan yang muncul di langit hampir sama besar dengan ukuran Matahari, sehingga memungkinkan Bulan untuk menutupi Matahari dan mengakibatkan terjadinya gerhana matahari total. Jarak linear Bulan dari Bumi saat ini meningkat dengan laju 3.82±0.07 cm per tahun, meskipun laju ini tidak konstan.[13]

Bulan diperkirakan terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, tak lama setelah pembentukan Bumi. Meskipun terdapat sejumlah hipotesis mengenai asal usul Bulan, hipotesis yang paling diterima saat ini menjelaskan bahwa Bulan terbentuk dari serpihan-serpihan yang terlepas setelah sebuah benda langit seukuran Mars bertubrukan dengan Bumi.

Bulan adalah satu-satunya benda langit selain Bumi yang telah didarati oleh manusia. Program Luna Uni Soviet adalah wahana pertama yang mencapai Bulan dengan pesawat ruang angkasa nirawak pada tahun 1959; program Apollo NASA Amerika Serikat merupakan misi luar angkasa berawak satu-satunya yang telah mencapai Bulan hingga saat ini, dimulai dengan peluncuran misi berawak Apollo 8 yang mengorbit Bulan pada tahun 1968, dan diikuti oleh enam misi pendaratan berawak antara tahun 1969 dan 1972, yang pertama adalah Apollo 11. Misi ini kembali ke Bumi dengan membawa 380 kg batuan Bulan, yang digunakan untuk mengembangkan pemahaman geologi mengenai asal usul, pembentukan struktur dalam, dan sejarah geologi Bulan.

Setelah misi Apollo 17 pada 1972, Bulan hanya disinggahi oleh pesawat ruang angkasa nirawak. Misi-misi tersebut pada umumnya merupakan misi orbit; sejak tahun 2004, Jepang, Tiongkok, India, Amerika Serikat, dan Badan Luar Angkasa Eropa telah meluncurkan wahana pengorbit Bulan, yang turut bersumbangsih terhadap penemuan es air di kawah kutub Bulan. Pasca Apollo, dua negara juga telah mengirimkan misi rover ke Bulan, yakni misi Lunokhod Soviet terakhir pada tahun 1973, dan misi berkelanjutan Chang'e 3 RRC, yang meluncurkan rover Yutu pada tanggal 14 Desember 2013.

Misi berawak ke Bulan pada masa depan telah direncakan oleh berbagai negara, baik yang didanai oleh pemerintah atau swasta. Di bawah Perjanjian Luar Angkasa, Bulan tetap bebas dijelajahi oleh semua negara untuk tujuan damai.

Nama dan etimologi

Dalam bahasa Inggris, nama untuk satelit alami Bumi adalah moon.[14][15] Kata benda moon berasal dari kata moone (sekitar 1380), yang juga berkembang dari kata mone (1135), berasal dari kata bahasa Inggris Kuno mōna (sebelum 725). Sama halnya dengan semua kata kerabat dalam bahasa Jermanik lainnya, kata ini berasal dari bahasa Proto-Jermanik *mǣnōn.[16]

Sebutan lain untuk Bulan dalam bahasa Inggris modern adalah lunar, berasal dari bahasa Latin Luna. Sebutan lainnya yang kurang umum adalah selenic, dari bahasa Yunani Kuno Selene (Σελήνη), yang kemudian menjadi dasar penamaan selenografi.[17]

Pembentukan

Evolusi Bulan.

Beberapa mekanisme yang diajukan mengenai pembentukan bulan menyatakan bahwa bulan terbentuk pada 4,527 ± 0,010 miliar tahun yang lalu,[f] sekitar 30-50 juta tahun setelah pembentukan tata surya.[18] Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Rick Carlson menunjukkan bahwa bulan berusia sekurang-kurangnya 4,4 hingga 4,45 miliar tahun.[19] [20] Hipotesis ini antara lain menjelaskan bahwa fisi bulan berasal dari kerak bumi akibat gaya sentrifugal,[21][22] penangkapan gravitasi sebelum pembentukan bulan,[23] dan pembentukan bumi dan bulan secara bersama-sama di cakram akresi primordial.[22] Hipotesis ini tidak menjelaskan tinggi momentum sudut dari sistem bumi-bulan.[24]

Hipotesis yang berlaku saat ini menjelaskan bahwa sistem Bumi-Bulan terbentuk akibat tubrukan besar, ketika benda langit seukuran Mars (bernama Theia) bertabrakan dengan proto-Bumi yang baru terbentuk, memuntahkan material ke orbit di sekitarnya yang kemudian berkumpul untuk membentuk Bulan.[25] Hipotesis ini mungkin merupakan hipotesis yang paling menjelaskan mengenai asal usul Bulan, meskipun penjelasannya tidak sempurna.

Tubrukan besar diperkirakan umum terjadi pada awal pembentukan Tata Surya. Pemodelan simulasi komputer mengenai tubrukan besar sesuai dengan ukuran momentum sudut sistem Bumi-Bulan dan ukuran inti Bulan yang kecil. Simulasi ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar materi pada Bulan berasal dari planet penabrak, bukannya dari proto-Bumi.[26] Akan tetapi, pengujian terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar materi Bulan berasal dari Bumi, bukannya dari penabrak.[27][28][29] Bukti meteorit menunjukkan bahwa materi benda langit lainnya seperti Mars dan Vesta memiliki oksigen dan komposisi isotop yang sangat berbeda dengan Bumi, sedangkan Bulan dan Bumi memiliki komposisi isotop yang hampir identik. Pencampuran materi yang menguap pasca tubrukan antara benda langit pembentuk Bulan dengan Bumi diperkirakan menyamakan komposisi isotop mereka,[30] meskipun hal ini masih diperdebatkan.[31]

Besarnya energi yang dilepaskan saat terjadinya tubrukan besar dan akresi materi di orbit Bumi yang terjadi setelahnya akan melelehkan kulit bagian luar Bumi, yang kemudian membentuk lautan magma.[32][33] Bulan yang baru terbentuk juga memiliki lautan magma sendiri; diperkirakan kedalamannya sekitar 500 km dari radius keseluruhan Bulan.[32]

Meskipun akurasi dalam menjelaskan pembentukan Bulan didukung oleh banyak bukti, masih terdapat beberapa kesulitan yang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan oleh hipotesis tubrukan besar, terutama yang berkaitan dengan komposisi Bulan.[34]

Pada tahun 2001, tim di Carnegie Institute of Washington melaporkan penelitian yang mereka lakukan terhadap isotop batuan Bulan.[35] Tim ini menemukan bahwa batuan Bulan yang dibawa ke Bumi melalui Program Apollo memiliki isotop yang identik dengan batuan Bumi, dan berbeda dengan batuan pada kebanyakan benda langit lainnya di Tata Surya. Karena sebagian besar materi yang lepas ke orbit dan membentuk Bulan diduga berasal dari Theia, penemuan ini sama sekali tak terduga. Pada tahun 2007, para peneliti dari California Institute of Technology mengumumkan bahwa kesamaan isotop antara Bumi dengan Theia kurang dari 1%.[36] Pada tahun 2012, analisis yang dilakukan terhadap sampel isotop Bulan menunjukkan bahwa Bulan memiliki komposisi isotop yang sama dengan Bumi,[37] bertentangan dengan hipotesis yang menjelaskan bahwa Bulan terbentuk jauh dari orbit Bumi atau dari Theia.

Karakteristik fisik

Struktur dalam

 
Struktur Bulan
Komposisi kimia permukaan Bulan (berasal dari batuan kerak)[38]
Senyawa Rumus Komposisi (wt %)
Mare Dataran tinggi
silika SiO2 45.4% 45.5%
alumina Al2O3 14.9% 24.0%
kapur CaO 11.8% 15.9%
besi(II) oksida FeO 14.1% 5.9%
magnesia MgO 9.2% 7.5%
titanium dioksida TiO2 3.9% 0.6%
sodium oksida Na2O 0.6% 0.6%
Total 99.9% 100.0%

Bulan tergolong benda langit diferensiasi, yang secara geokimia memiliki komposisi kerak, mantel, dan inti yang berbeda dengan benda langit lainnya. Bulan kaya akan besi padat di bagian inti dalam, dengan radius sekitar 240 km, dan fluida di bagian inti luar, terutama yang terbuat dari besi cair, dengan radius sekitar 300 km. Di sekitar bagian inti Bulan terdapat lapisan pembatas berbentuk cair dengan radius sekitar 500 km.[39] Struktur ini diperkirakan terbentuk akibat kristalisasi fraksional pada lautan magma sesaat setelah pembentukan Bulan 4,5 miliar tahun yang lalu.[40] Kristalisasi lautan magma ini akan membentuk mantel mafik, yang juga disebabkan oleh curah hujan dan peluruhan mineral olivin, klinopiroksen, dan ortopiroksen; setelah tiga perempat lautan magma terkristalisasi, mineral plagioklas berkepadatan rendah akan terbentuk dan mengapung ke bagian atas lapisan kerak.[41] Cairan terakhir yang mengalami proses kristalisasi akan terjebak di antara kerak dan mantel, dengan inkompabilitas dan unsur penghasil panas yang berlimpah.[6] Sesuai dengan proses ini, pemetaan geokimia dari orbit menunjukkan bahwa sebagian besar kerak Bulan bersifat anortosit,[11] dan pengujian yang dilakukan terhadap sampel batuan Bulan yang berasal dari banjir lava di permukaan juga menjelaskan bahwa komposisi mantel mafik Bulan lebih kaya akan besi jika dibandingkan dengan Bumi.[6] Teknik geofisika menjelaskan bahwa ketebalan rata-rata kerak Bulan adalah ~50 km.[6]

Bulan adalah satelit terpadat kedua di Tata Surya setelah Io.[42] Akan tetapi, inti dalam Bulan tergolong kecil, dengan radius sekitar 350 km atau kurang;[6] ukuran ini hanya ~20% dari ukuran Bulan secara keseluruhan, berbeda dengan benda langit kebumian lainnya, yang ukuran inti dalamnya hampir 50% dari ukuran keseluruhan. Komposisi Bulan belum diketahui secara pasti, namun diduga perpaduan dari besi metalik dengan sejumlah kecil sulfur dan nikel; analisis mengenai waktu rotasi variabel Bulan menunjukkan bahwa sebagian inti Bulan berbentuk cair.[43]

Geologi permukaan

Sisi jauh Bulan, dengan mare gelap yang nyaris tidak ada.[44]
 
Topografi Bulan

Topografi Bulan telah diukur dengan menggunakan metode altimetri laser dan analisis gambar stereo.[45] Bentuk topografi yang paling jelas terlihat adalah basin Kutub Selatan Aitken di sisi jauh, dengan diameter sekitar sekitar 2.240 km, yang merupakan kawah terbesar di Bulan serta kawah terbesar yang pernah ditemukan di Tata Surya.[46][47] Titik terendah pada permukaan Bulan berada pada kedalaman 13 km.[46][48] Sedangkan titik tertinggi terdapat di bagian timur laut, yang diduga mengalami penebalan akibat pembentukan basin Kutub Selatan Aitken.[49] Basin raksasa lainnya, seperti Imbrium, Serenitatis, Crisium, Smythii, dan Orientale, memiliki lebar dan ketinggian yang lebih rendah.[46] Ketinggian rata-rata sisi jauh Bulan kira-kira 1,9 km lebih tinggi jika dibandingkan dengan sisi dekat.[6]

Fitur vulkanis

Dataran Bulan yang berwarna gelap dan bisa diamati dengan mata telanjang disebut dengan maria (bahasa Latin untuk "laut"; atau mare dalam bentuk tunggal), karena dahulu kala para astronom mengira bahwa dataran ini dipenuhi oleh air.[50] Dataran ini berupa kolam besar yang terbentuk dari lava basal. Meskipun serupa dengan basal kebumian, basal mare memiliki kandungan besi yang lebih tinggi dan kandungan mineral yang kurang.[51][52] Sebagian besar lava ini meletus atau mengalir melalui proses yang bersamaan dengan pembentukan kawah tubrukan. Beberapa bentuk geologi permukaan Bulan seperti gunung berapi perisai dan kubah vulkanis bisa ditemukan di maria di sisi dekat Bulan.[53]

Maria bisa ditemukan hampir di keseluruhan sisi dekat Bulan, mencakup 31% dari total permukaan di sisi dekat,[54] jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan maria pada sisi jauh, yang persentasenya hanya 2%.[55] Hal ini diperkirakan terjadi karena tingginya konsentrasi unsur penghasil panas di bawah kerak di sisi dekat, sebagaimana yang terlihat pada peta geokimia yang diperoleh dari spektrometer sinar gamma Lunar Prospector, yang menyebabkan mantel mengalami pemanasan, meleleh, kemudian naik ke permukaan dan meletus.[41][56][57] Sebagian besar basal mare Bulan meletus pada periode Imbrian, sekitar 3,0–3,5 miliar tahun yang lalu, meskipun hasil penanggalan radiometri menjelaskan waktunya lebih tua 4,2 miliar tahun yang lalu,[58] dan letusan terakhir, berdasarkan penanggalan hitungan kawah, terjadi sekitar 1,2 miliar tahun yang lalu.[59]

Wilayah yang berwarna lebih terang pada Bulan disebut dengan terrae, atau dataran tinggi secara umum, karena wilayah ini lebih tinggi dari kebanyakan maria. Berdasarkan penanggalan radiometri, dataran tinggi Bulan terbentuk sekitar 4,4 miliar tahun yang lalu, dan diduga merupakan kumulasi plagioklas dari lautan magma Bulan.[58][59] Berbeda dengan Bumi, tak ada gunung di Bulan yang diyakini terbentuk akibat peristiwa tektonik.[60][61][62]

Kawah tubrukan

 
Kawah Daedalus di sisi jauh Bulan

Proses geologi lainnya yang memengaruhi bentuk permukaan Bulan adalah kawah tubrukan,[63] yaitu ketika kawah-kawah terbentuk akibat tubrukan antara asteroid dan komet dengan pemukaan Bulan. Diperkirakan terdapat sekitar 300.000 kawah dengan luas lebih dari 1 km di sisi dekat Bulan.[64] Beberapa kawah ini dinamakan menurut nama para pakar, ilmuwan, seniman, dan penjelajah.[65] Skala waktu geologi Bulan didasarkan pada peristiwa tubrukan yang paling hebat, termasuk Nectaris, Imbrium, dan Orientale, dengan struktur yang dicirikan oleh lingkaran yang terbentuk dari materi yang menguap, biasanya berdiamater ratusan hingga ribuan kilometer.[66] Kurangnya aktivitas atmosfer, cuaca, dan proses geologi terkini membuktikan bahwa kawah-kawah ini masih dalam kondisi baik. Meskipun hanya sedikit kawah yang diketahui asal usul pembentukannya, kawah-kawah ini tetap berguna untuk menentukan usia relatif Bulan. Karena kawah tubrukan menumpuk pada tingkat yang hampir konstan, menghitung jumlah kawah per satuan luas dapat digunakan untuk memperkirakan usia permukaan Bulan.[66] Usia radiometrik batuan kawah yang dibawa oleh misi Apollo berkisar dari 3,8 sampai 4,1 miliar tahun; ini digunakan untuk menjelaskan waktu terjadinya tubrukan Pengeboman Berat Akhir.[67]

Dataran yang menyelimuti bagian atas kerak Bulan adalah permukaan yang sangat terkominusi (terpecah menjadi partikel yang lebih kecil) dan lapisan permukaan kebun kawah bernama regolith, yang terbentuk akibat proses tubrukan. Regolith yang paling halus, yakni tanah Bulan dari kaca silikon dioksida, memiliki tekstur seperti salju dan berbau seperti mesiu.[68] Regolith di permukaan yang lebih tua umumnya lebih tebal daripada permukaan yang lebih muda; ketebalannya bervariasi, dari 10–20 m di dataran tinggi dan 3–5 m di maria.[69] Di bawah lapisan regolith terdapat megaregolith, lapisan batuan fraktur dengan ketebalan berkilo-kilometer.[70]

Ketersediaan air

 
Foto mozaik kutub selatan Bulan yang diambil oleh Clementine: perhatikan bagian gelap permanen di kutub.

Air cair tidak bisa bertahan di permukaan Bulan. Saat terkena radiasi Matahari, air dengan cepat akan terurai melalui proses yang dikenal dengan fotodisosiasi dan lenyap ke luar angkasa. Namun, sejak tahun 1960-an, para ilmuwan memperkirakan bahwa air es yang diangkut oleh komet saat terjadinya tubrukan atau yang dihasilkan oleh reaksi batuan Bulan yang kaya oksigen, dan hidrogen dari angin surya, meninggalkan jejak air yang mungkin bisa bertahan di kawah kutub selatan Bulan yang dingin dan gelap secara permanen.[71][72] Simulasi komputer menunjukkan bahwa hampir 14.000 km2 permukaan Bulan berada pada bagian kutub yang gelap permanen.[73] Ketersediaan air di Bulan dalam jumlah yang cukup adalah faktor penting dalam merencanakan proses kolonisasi Bulan karena akan menghemat biaya; rencana altenatif untuk mengangkut air dari Bumi akan menghabiskan biaya yang sangat besar.[74]

Bertahun-tahun yang lalu, jejak air telah ditemukan di permukaan Bulan.[75] Pada tahun 1994, eksperimen radar bistatik di wahana Clementine menunjukkan adanya kantong air beku di sekitar permukaan Bulan. Namun, pengamatan radar setelahnya oleh Arecibo menunjukkan bahwa penemuan tersebut mungkin adalah batuan yang terlontar dari kawah tubrukan muda.[76] Pada 1998, spektrometer neutron di wahana Lunar Prospector menemukan adanya konsentrasi hidrogen yang tinggi di lapisan regolith dengan kedalaman satu meter di wilayah kutub.[77] Pada 2008, analisis yang dilakukan terhadap batuan lava vulkanis yang dibawa ke Bumi oleh Apollo 15 menunjukkan adanya kandungan air dalam jumlah kecil pada interior batuan.[78]

Pada tahun 2008, wahana Chandrayaan-1 mengonfirmasi keberadaan air es di permukaan Bulan dengan menggunakan Moon Mineralogy Mapper. Spektrometer mengamati adanya garis penyerapan hidroksil di bawah sinar Matahari, yang membuktikan bahwa permukaan Bulan mengandung air es dalam jumlah besar. Wahana tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi air es mungkin mencapai 1.000 ppm.[79] Pada tahun 2009, LCROSS mengirim 2.300 kg impaktor ke kawah kutub yang gelap permanen, dan mendeteksi sedikitnya terdapat 100 kg air dalam material ejektor.[80][81] Analisis data LCROSS lainnya menunjukkan bahwa jumlah air yang terdeteksi mencapai 155 kg.[82] Pada bulan Mei 2011, Erik Hauri melaporkan[83] adanya 615-1410 ppm inklusi leleh air pada sampel Bulan 74220, "tanah kaca jingga" dengan kandungan titanium tinggi yang berasal dari peristiwa vulkanis yang dikumpulkan dalam misi Apollo 17 pada tahun 1972. Inklusi ini tebentuk saat terjadinya letusan besar di Bulan sekitar 3,7 miliar tahun yang lalu. Konsentrasi ini setara dengan magma di mantel atas Bumi.

Medan gravitasi

Medan gravitasi Bulan telah diukur dengan menggunakan pelacakan pergeseran Doppler pada sinyal radio yang dipancarkan oleh pesawat ruang angkasa yang mengorbit Bulan. Bentuk gravitasi Bulan yang utama adalah konmas, anomali gravitasi positif yang terkait dengan beberapa basin tubrukan besar, sebagian disebabkan oleh aliran lava basaltik mare padat yang memenuhi basin tersebut.[84][85] Anomali ini sangat memengaruhi orbit pesawat luar angkasa di sekitar Bulan. Terdapat beberapa perdebatan mengenai gravitasi Bulan: lava yang mengalir dengan sendirinya tidak bisa menjelaskan bentuk gravitasi Bulan, dan beberapa konmas yang ada sama sekali tidak terkait dengan vulkanisme mare.[86]

Medan magnet

Bulan memiliki medan magnet eksternal sekitar 1–100 nanotesla, kurang dari seperseratus medan magnet Bumi. Bulan tidak memiliki medan magnet dipolar global, melainkan dihasilkan oleh geodinamo inti logam cair, dan hanya memiliki magnetisasi kerak, yang mungkin sudah ada pada awal sejarah Bulan ketika geodinamo masih beroperasi.[87][88] Selain itu, beberapa sisa magnetisasi berasal dari medan magnet sementara yang dihasilkan ketika terjadinya peristiwa tubrukan hebat, dengan melalui perluasan plasma yang dihasilkan oleh tubrukan. Hipotesis ini didukung oleh magnetisasi kerak yang berlokasi di dekat antipode basin tubrukan besar.[89]

Atmosfer

 
Saat matahari terbit dan terbenam, banyak awak Apollo yang melihat cahaya terang di permukaan Bulan.[90]

Bulan memiliki atmosfer yang sangat renggang, bahkan hampir hampa, dengan massa total kurang dari 10 ton metrik.[91] Tekanan permukaannya adalah sekitar 3 × 10−15 atm (0,3 nPa); ukurannya bervariasi menurut hari Bulan. Sumber atmosfer Bulan meliputi pelepasan gas dan pelepasan atom akibat bombardemen tanah Bulan oleh ion angin surya.[11][92] Unsur-unsur yang terkandung pada atmosfer Bulan adalah sodium dan potasium, yang dihasilkan oleh pelepasan atom; unsur ini juga ditemukan pada atmosfer Merkurius dan Io. Unsur lainnya termasuk helium-4 yang dihasilkan dari angin surya; serta argon-40, radon-222, dan polonium-210, yang dilepaskan ke angkasa setelah dihasilkan melalui proses peluruhan radioaktif di dalam kerak dan mantel.[93][94] Tidak adanya keberadaan spesies netral (atom atau molekul) di atmosfer seperti oksigen, nitrogen, karbon, hidrogen dan magnesium, yang terdapat pada regolith, masih belum terjelaskan.[93] Uap air terdeteksi oleh Chandrayaan-1 dan kandungannya bervariasi menurut garis lintang, dengan titik maksimum ~60–70 derajat; uap air ini diduga dihasilkan melalui proses sublimasi air es di regolith.[95] Gas-gas ini bisa kembali ke regolith akibat gravitasi Bulan atau lenyap ke luar angkasa, baik melalui tekanan radiasi surya atau, jika terionisasi, tersapu oleh medan magnet angin surya.[93]

Musim

Kemiringan sumbu Bulan terhadap ekliptika hanya 1,5424°,[96] jauh lebih kecil dari Bumi (23,44°). Karena hal ini, variasi iluminasi surya pada Bulan memiliki musim yang jauh lebih sedikit, dan detail topografi memiliki peran penting dalam efek perubahan musim.[97] Berdasarkan foto yang diambil oleh wahana Clementine pada tahun 1994, terdapat empat wilayah pegunungan di pinggiran kawah Peary di kutub utara Bulan, yang diduga tetap disinari oleh Matahari di sepanjang hari Bulan, menciptakan puncak cahaya abadi. Tidak ada wilayah seperti itu yang terdapat di kutub selatan Bulan. Selain itu, juga terdapat wilayah yang tidak menerima cahaya secara permanen di bagian bawah kawah kutub,[73] dan kawah-kawah gelap ini suhunya sangat dingin; Lunar Reconnaissance Orbiter mencatat suhu musim panas terendah di kawah kutub selatan mencapai 35 K (−238 °C)[98] dan hampir 26 K saat terjadinya titik balik matahari musim dingin di kawah Hermite di kutub utara. Ini adalah suhu terdingin di Tata Surya yang pernah diukur oleh wahana antariksa, bahkan lebih dingin dari suhu permukaan Pluto.[97]

Hubungan dengan Bumi

 
Skema sistem Bumi-Bulan (tanpa skala konsisten)

Orbit

Bulan menyelesaikan orbit lengkap mengelilingi Bumi setiap 27,3 hari sekali[g] (periode sideris). Akan tetapi, karena Bumi bergerak pada orbitnya mengelilingi Matahari pada waktu yang bersamaan, dibutuhkan waktu yang sedikit lebih lama bagi Bulan untuk memperlihatkan fase yang sama ke Bumi, yaitu sekitar 29,5 hari[h] (periode sinodik).[54] Tidak seperti kebanyakan satelit planet lainnya, orbit Bulan lebih dekat ke bidang ekliptika daripada ke bidang khatulistiwa planet. Orbit Bulan diperturbasi oleh Matahari dan Bumi dalam cara yang halus dan kompleks. Misalnya, bidang pergerakan orbit Bulan secara bertahap mengalami pergeseran, yang memengaruhi aspek pergerakan Bulan lainnya. Fenomena ini secara matematis dijelaskan oleh Hukum Cassini.[99]

 
Skala perbandingan ukuran dan jarak Bumi-Bulan. Garis kuning merupakan perjalanan cahaya dari Bumi ke Bulan (sekitar 400.000 km atau 250.000 mil) dalam 1,26 detik.

Ukuran relatif

Ukuran Bulan relatif besar jika dibandingkan dengan ukuran Bumi, yakni seperempat dari diameter dan 1/81 dari massa Bumi.[54] Bulan adalah satelit alami terbesar di Tata Surya menurut ukuran relatif planet yang diorbitnya, meskipun Charon lebih besar untuk ukuran planet katai Pluto, yakni sekitar 1/9 dari massa Pluto.[100] Meskipun demikian, Bumi dan Bulan masih dianggap sebagai sistem planet-satelit, bukannya sistem planet ganda, karena barisentrum kedua benda langit ini berlokasi 1.700 km (sekitar seperempat radius Bumi) di bawah permukaan Bumi.[101]

Penampakan dari Bumi

 
Penampakan Bulan di langit barat High Desert (California)
 
Terkadang bulan bisa dilihat dari pagi hari

Bulan berada pada rotasi sinkron; waktu yang dibutuhkan oleh Bulan untuk berputar pada porosnya kira-kira sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengorbit Bumi. Oleh sebab itu, Bulan selalu memperlihatkan sisi yang sama pada Bumi. Pada awal sejarahnya, perputaran Bulan lebih lambat dan terjadi penguncian pasang surut pada orientasi ini, terutama karena efek friksional deformasi pasang surut yang dipicu oleh Bumi.[102] Sisi Bulan yang menghadap Bumi disebut dengan sisi dekat, sedangkan sisi yang membelakangi Bumi disebut dengan sisi jauh. Sisi jauh sering kali disalah artikan sebagai "sisi gelap", meskipun pada kenyataannya sisi ini diterangi oleh cahaya sebagaimana halnya sisi dekat. Sekali dalam sebulan, sisi dekat yang gelap bisa disaksikan dari Bumi ketika terjadinya fase bulan baru.[103]

Bulan memiliki albedo yang sangat rendah, dengan tingkat kecerahan yang sedikit lebih terang dari aspal hitam. Meskipun demikian, Bulan adalah benda langit yang paling terang di langit setelah Matahari.[54][i] Hal ini antara lain disebabkan oleh peningkatan kecerahan akibat efek oposisi; pada fase bulan seperempat, hanya sepersepuluh bagian Bulan yang terang, bukannya seperempat.[104] Selain itu, konstansi warna pada sistem visual Bulan mengkalibrasi hubungan antara warna objek dan sekitarnya; karena langit di sekitar Bulan relatif gelap, Bulan yang diterangi Matahari tampak sebagai benda langit yang terang. Bagian pinggir bulan purnama tampak sama terang dengan bagian tengahnya, tanpa pengelaman tungkai, karena sifat reflektif dari tanah Bulan, yang merefleksikan lebih banyak cahaya ke arah Matahari daripada ke arah lainnya. Bulan terlihat lebih besar saat berada dekat dengan cakrawala, tetapi hal ini hanyalah efek psikologis semata, yang dikenal dengan ilusi Bulan (pertama kali dijelaskan pada abad ke-7 SM).[105] Besaran busur rata-rata bulan purnama adalah sekitar 0,52° di langit, kira-kira sama dengan ukuran Matahari yang terlihat dari Bumi (lihat gerhana).

Perubahan sudut antara arah pencahayaan oleh Matahari dan penampakan dari Bumi dalam waktu sebulan, dan fase Bulan yang dihasilkannya.

Ketinggian Bulan di langit bervariasi; meskipun memiliki batas yang hampir sama dengan Matahari, ketinggiannya berubah seiring dengan fase Bulan dan perubahan musim dalam setahun, dengan ketinggian tertinggi terjadi saat bulan purnama pada waktu musim dingin. Siklus simpul Bulan selama 18,6 tahun juga memiliki pengaruh; ketika simpul naik orbit Bulan berada pada ekuinoks vernal, deklinasi Bulan bisa bergerak sejauh 28° setiap bulannya. Ini berarti Bulan bisa bergerak melintasi garis lintang hingga 28° dari khatulistiwa, bukannya 18°. Orientasi bulan sabit juga bergantung pada garis lintang; di dekat khatulistiwa, bulan sabit bisa diamati dengan teropong bintang.[106]

Jarak antara Bulan dengan Bumi bervariasi, berkisar dari 356.400 km hingga 406.700 km pada perige (titik terdekat) dan apoge (titik terjauh). Pada tanggal 19 Maret 2011, Bulan saat fase penuh berada pada jarak terdekat dengan Bumi, terdekat sejak tahun 1993, yakni 14% lebih dekat dari posisi terjauhnya di apoge.[107] Fenomena ini disebut dengan "bulan super", yang berlangsung selama satu jam pada saat bulan purnama, dan 30% lebih terang daripada biasanya akibat diameter sudutnya 14% lebih besar, karena  .[108][109][110] Pada tingkat terendahnya, kecerahan Bulan dari Bumi akan berkurang jika dilihat dengan mata telanjang. Persentase tingkat kecerahan Bulan ditentukan oleh rumus berikut: [111][112]

 

Ketika reduksi aktual adalah 1,00 / 1,30, atau sekitar 0,770, reduksi terasa kira-kira 0,877, atau 1,00 / 1,14. Hal ini menyebabkan meningkatnya reduksi terasa hingga 14% antara apoge dan perige Bulan pada fase yang sama.[113]

Terdapat perdebatan mengenai apakah permukaan Bulan berubah dari waktu ke waktu. Saat ini, fenomena tersebut dianggap sebagai ilusi semata, yang diakibatkan oleh pengamatan Bulan dalam kondisi pencahayaan yang berbeda, penglihatan astronomi yang buruk, atau gambar yang tidak memadai. Akan tetapi, pelepasan gas kadang-kadang juga terjadi, dan diduga merupakan peristiwa yang menyebabkan fenomena Bulan sementara. Baru-baru ini, muncul pendapat yang menyatakan bahwa sekitar 3 km diameter permukaan Bulan dimodifikasi oleh peristiwa pelepasan gas, yang terjadi sekitar satu juta tahun yang lalu.[114][115] Penampakan Bulan, seperti halnya Matahari, dipengaruhi oleh atmosfer Bumi; efek umumnya adalah cincin halo 22° yang terbentuk saat cahaya Bulan dibiaskan oleh kristal es di awan cirrostratus, dan terbentuknya cincin korona yang lebih kecil saat Bulan ditutupi oleh awan tipis.[116]

Efek pasang surut

Pasang surut di Bulan umumnya disebabkan oleh adanya kecepatan perubahan intensitas daya tarik gravitasi Bulan pada salah satu sisi Bumi terhadap sisi lainnya, atau disebut dengan gaya pasang surut. Fenomena ini membentuk dua tonjolan pasang surut di Bumi, yang akan terlihat jelas di permukaan laut setelah air surut.[117] Karena Bumi berputar 27 kali lebih cepat daripada Bulan, tonjolan ini bergerak bersama permukaan Bumi lebih cepat daripada pergerakan Bulan, yang berputar mengelilingi Bumi sekali sehari sebagaimana Bulan berputar pada sumbunya.[117] Pasang surut juga dipengaruhi oleh efek lainnya, di antaranya gaya gesek air terhadap sumbu rotasi Bumi melalui lantai samudra, inersia pergerakan air, basin samudra yang mengalami pendangkalan, dan osilasi antara basin samudra berbeda.[118] Daya tarik gravitasi Matahari terhadap samudra Bumi hampir setengah dari daya tarik gravitasi Bulan, dan gravitasi kedua benda langit ini berperan penting dalam menyebabkan pasang surut perbani dan musim semi.[117]

 
Librasi Bulan dalam waktu satu bulan.

Interaksi gravitasi antara Bulan dan tonjolan di sekitar Bulan berfungsi sebagai torsi pada rotasi Bumi, yang menguras momentum sudut dan energi kinetik rotasi dari perputaran Bumi.[117][119] Akibatnya, momentum sudut disertakan ke orbit Bulan, yang mempercepat rotasinya dan menyebabkan Bulan naik ke orbit yang lebih tinggi dan dengan periode yang lebih lama. Oleh sebab itu, jarak antara Bumi dengan Bulan juga akan meningkat, dan perputaran Bumi akan melambat.[119] Pengukuran dengan metode eksperimen rentang Bulan menggunakan reflektor laser yang dilakukan dalam misi Apollo menemukan bahwa jarak Bulan ke Bumi meningkat sekitar 38 mm per tahun[120] (meskipun angka ini hanya 0,10 ppb/tahun dari radius orbit Bulan). Jam atom juga menunjukkan bahwa lama hari di Bumi meningkat sekitar 15 mikrodetik per tahun,[121] yang secara perlahan-lahan memperpanjang waktu UTC yang disesuaikan oleh detik kabisat. Tarikan pasang surut Bulan akan terus berlanjut sampai perputaran Bumi dan periode orbit Bulan sesuai. Namun, Matahari akan berubah menjadi raksasa merah dan memusnahkan Bumi jauh sebelum hal tersebut terjadi.[122][123]

Permukaan Bulan juga mengalami pasang surut dengan amplitudo ~10 cm, yang berlangsung selama 27 hari lebih. Fenomena ini disebabkan oleh dua hal, yakni karena Bulan dan Bumi berada pada rotasi sinkron, dan berbagai hal yang disebabkan oleh Matahari.[119] Komponen Bumi yang diinduksi terbentuk karena librasi, yang diakibatkan oleh eksentrisitas orbit Bulan; jika orbit Bulan bulat sempurna, maka yang akan muncul hanyalah pasang surut surya.[119] Librasi juga mengubah sudut penampakan Bulan, yang menyebabkan sekitar 59% permukaan Bulan terlihat dari Bumi.[54] Efek kumulatif dari fenomena pasang surut memicu terjadinya gempa bulan. Gempa bulan ini lebih jarang terjadi dan lebih lemah kekuatannya daripada gempa bumi, meskipun gempa ini dapat bertahan hingga satu jam karena ketiadaan air yang berfungsi sebagai peredam getaran seismik. Fenomena gempa bulan ini merupakan penemuan tak terduga dari seismometer yang diletakkan di Bulan oleh astronaut Apollo dari tahun 1969 hingga 1972.[124]

Gerhana

Bulan melintas di hadapan Matahari, dipotret oleh wahana STEREO-B.[125]
Dari Bumi, Bulan dan Matahari terlihat berukuran sama. Dari satelit di orbit Bumi, Bulan tampak lebih kecil dari Matahari.

Gerhana bisa terjadi saat Matahari, Bumi, dan Bulan berada pada satu garis lurus (disebut dengan "syzygy"). Gerhana matahari terjadi ketika bulan baru, saat Bulan berada di antara Matahari dan Bulan. Sebaliknya, gerhana bulan terjadi saat bulan purnama, ketika Bumi berada di antara Matahari dan Bulan. Ukuran Bulan yang terlihat dari Bumi kira-kira sama dengan ukuran Matahari. Akan tetapi, ukuran Matahari jauh lebih besar daripada ukuran Bulan; jarak antara Matahari dan Bulan yang sangat jauh menyebabkan ukuran kedua benda langit ini tampak sama dari Bumi. Variasi ukuran ini, yang disebabkan oleh orbit nonsirkuler, juga hampir sama, meskipun terjadi dalam siklus yang berbeda. Hal ini mengakibatkan terjadinya gerhana matahari total (saat Bulan tampak lebih besar daripada Matahari) dan cincin (saat Bulan tampak lebih kecil dari Matahari).[126] Saat gerhana total, Bulan sepenuhnya menutupi cakram Matahari dan korona surya, yang bisa diamati dengan mata telanjang dari Bumi. Karena jarak antara Matahari dan Bulan meningkat secara perlahan dari waktu ke waktu,[117] diameter sudut Bulan mengalami penurunan. Selain itu, karena Matahari berevolusi menjadi raksasa merah, ukuran Matahari dan diameter tampaknya di langit juga meningkat secara perlahan.[j] Perpaduan kedua fenomena ini membuktikan bahwa ratusan juta tahun yang lalu, Bulan akan selalu menutupi Matahari ketika terjadinya gerhana matahari, dan mungkin tidak ada gerhana cincin yang terjadi pada saat itu. Demikian pula ratusan juta tahun yang akan datang, Bulan tak lagi menutupi Matahari sepenuhnya, dan gerhana matahari total tidak akan terjadi.[127]

Orbit Bulan yang mengelilingi Bumi mengalami inklinasi sekitar 5° dari orbit Bumi mengelilingi Matahari, sehingga gerhana tidak terjadi pada setiap bulan baru dan bulan purnama. Gerhana akan terjadi jika Bulan berada di dekat persimpangan dua bidang orbit.[128] Periodisasi dan rekurs gerhana matahari oleh Bulan, serta gerhana bulan oleh Bumi, bisa dijelaskan melalui teori saros, yang memiliki jangka waktu sekitar 18 tahun.[129]

Karena Bulan menghalangi pandangan manusia sekitar setengah derajat lingkaran pada area langit,[k][130] fenomena terkait seperti okultasi terjadi saat sebuah bintang atau planet terang melintas di bagian belakang Bulan dan mengalami okultasi, atau tersembunyi dari pandangan. Serupa dengan fenomena ini, gerhana matahari terjadi saat Matahari tersembunyi dari pandangan karena tertutup oleh Bulan. Karena jarak Bulan lebih dekat dengan Bumi, okultasi bintang tunggal tidak bisa terlihat dari tempat manapun di permukaan Bumi pada waktu yang bersamaan. Presesi pada orbit Bulan juga menyebabkan terjadinya okultasi yang berbeda setiap tahunnya.[131]

Penelitian dan penjelajahan

 
Peta Bulan karya Johannes Hevelius dari Selenographia (1647), peta pertama yang menyertakan zona librasi Bulan.

Penelitian awal

Pemahaman mengenai siklus Bulan menandai awal perkembangan ilmu astronomi; pada abad ke-5 SM, astronom Babilonia telah mencatat siklus Saros 18 tahunan pada gerhana bulan,[132] dan astronom India telah menjelaskan mengenai fenomena elongasi Bulan.[133] Astronom Tiongkok Shi Shen (abad ke-4 SM) memberi petunjuk yang terkait dengan cara memperkirakan gerhana matahari dan bulan.[134] Kemudian, bentuk fisik Bulan dan sumber cahaya bulan mulai diketahui. Filsuf Yunani kuno Anaxagoras (w. 428 SM) mengemukakan bahwa Matahari dan Bulan merupakan dua buah batu bulat raksasa yang menghasilkan cahaya.[135][136] Bangsa Tiongkok pada masa Dinasti Han percaya bahwa energi Bulan sama dengan qi, dan teori mereka mengenai pengaruh radiasi Bulan menjelaskan bahwa cahaya Bulan berasal dari Matahari. Jing Fang (78–37 SM) mencatat kebulatan Bulan untuk pertama kalinya.[137] Pada abad ke-2 M, Lucian menulis sebuah novel yang mengisahkan mengenai seorang pahlawan yang melakukan perjalanan ke Bulan yang berpenghuni. Pada tahun 499 M, astronom India Aryabhata menulis dalam bukunya Aryabhatiya bahwa cahaya Matahari menyebabkan Bulan tampak bersinar.[138] Astronom dan fisikawan Alhazen (965-1039) mengungkapkan bahwa cahaya matahari tidak dipancarkan dari Bulan seperti sebuah cermin, tetapi cahaya tersebut dipancarkan ke segala arah dari setiap bagian permukaan Bulan yang diterangi oleh cahaya matahari.[139] Shen Kuo (1031–1095) dari Dinasti Song mengemukakan sebuah alegori yang mengumpamakan fenomena bersinar dan memudarnya cahaya Bulan dengan sebuah bola yang berputar; saat dibubuhi dengan bubuk putih dan dilihat dari samping, maka akan terlihat bentuk sabit.[140]

Dalam deskripsi alam semesta karya Aristoteles (384-322 SM), Bulan menandai batas antara unsur yang bisa berubah (bumi, air, udara, dan api) dengan bintang-bintang abadi aether, pemikiran filsafat berpengaruh yang mendominasi sains selama berabad-abad kemudian.[141] Pada abad ke-2 SM, Seleucus dari Seleucia mengemukakan teori bahwa pasang surut terjadi karena daya tarik Bulan, dan ketinggian air pasang ditentukan oleh posisi relatif Bulan terhadap Matahari.[142] Pada abad yang sama, Aristarchus menghitung ukuran dan jarak Bulan dari Bumi, dengan jarak sekitar dua puluh kali radius Bumi. Teori ini kemudian dikembangkan oleh Ptolemy (90–168 M): ia berpendapat bahwa jarak rata-rata Bulan dari Bumi adalah 59 kali radius Bumi dan diameter 0,292 dari diameter Bumi. Angka ini hampir mendekati jarak dan diameter yang sebenarnya, yakni sekitar 60 untuk jarak dan 0,273 untuk diameter.[143] Archimedes (287–212 SM) merancang sebuah planetarium yang bisa menghitung laju pergerakan Bulan dan objek lainnya di Tata Surya.[144]

Pada Abad Pertengahan, sebelum ditemukannya teleskop, Bulan diyakini sebagai sebuah bola batu, meskipun juga banyak yang percaya bahwa permukaan bulan "sangat halus".[145] Pada tahun 1609, Galileo Galilei untuk pertama kalinya membuat sebuah gambar teleskopis Bulan dalam bukunya yang berjudul Sidereus Nuncius dan menjelaskan bahwa permukaan Bulan tidak halus, tetapi memiliki pegunungan dan kawah. Pemetaan teleskopis Bulan terus berlanjut di sepanjang Abad Pertengahan; pada abad ke-17, Giovanni Battista Riccioli dan Francesco Maria Grimaldi berhasil menciptakan sebuah sistem penamaan geologi Bulan yang tetap digunakan hingga saat ini. Mappa Selenographica karya Wilhelm Beer dan Johann Heinrich Mädler (1834-1836), serta buku Der Mond (1837), merupakan buku pertama yang secara akurat menjelaskan penelitian mengenai Bulan dari sudut pandang trigonometri, termasuk ketinggian lebih dari seribu gunung di Bulan, dan memperkenalkan penelitian Bulan dengan tingkat akurasi yang bisa diukur oleh geografi Bumi.[146] Kawah Bulan pertama kali dicatat oleh Galileo, dan awalnya dianggap sebagai gunung berapi sampai tahun 1870-an, dan kemudian Richard Proctor menjelaskan bahwa kawah-kawah tersebut terbentuk akibat tubrukan.[54] Pendapatnya ini didukung oleh eksperimen yang dilakukan oleh geolog Grove Karl Gilbert pada tahun 1892, dan setelah perkembangan studi komparatif pada 1920-an hingga 1940-an,[147] stratigrafi Bulan menjadi cabang ilmu astrogeologi baru pada tahun 1950-an.[54]

Penjelajahan langsung pertama: 1959–1976

Misi Uni Soviet

Perang Dingin mendorong terjadinya Perlombaan Angkasa antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, yang menyebabkan adanya akselerasi kepentingan dalam penjelajahan Bulan. Setelah peluncur memiliki kemampuan yang diperlukan, kedua negara ini mengirim wahana nirawak melalui misi orbit ataupun misi pendaratan di Bulan. Wahana buatan Soviet, Luna, adalah wahana pertama yang berhasil mencapai tujuan. Setelah meluncurkan tiga misi nirawak dan mengalami kegagalan pada tahun 1958,[148] benda buatan manusia pertama yang keluar dari gravitasi Bumi dan melintas di dekat Bulan adalah Luna 1; benda buatan manusia pertama yang menabrak permukaan Bulan adalah Luna 2, dan foto pertama sisi jauh Bulan dipotret oleh Luna 3, semuanya dilakukan pada tahun 1959.[148]

Wahana antariksa pertama yang berhasil melakukan pendaratan lunak di permukaan Bulan adalah Luna 9, dan wahana nirawak pertama yang mengorbit Bulan adalah Luna 10, keduanya terjadi pada tahun 1966.[54] Sampel tanah dan batuan Bulan dibawa ke Bumi oleh tiga misi pengembalian sampel Luna, yakni Luna 16 pada 1970, Luna 20 pada 1972, dan Luna 24 pada 1976, yang berhasil membawa 0,3 kg batuan dan tanah Bulan.[149] Dua rover robotika perintis mendarat di Bulan pada tahun 1970 dan 1973 sebagai bagian dari program Lunokhod Soviet.

Misi Amerika Serikat

 
Foto pertama Bumi dari orbit Bulan, yang dipotret oleh Apollo 8 pada malam Natal 1968. Afrika berada di terminator matahari terbenam, Amerika di tutupi oleh awan, dan Antarktika berada di ujung kiri terminator.
 
Neil Armstrong dan bendera Amerika Serikat di Bulan.

Amerika Serikat meluncurkan wahana nirawak untuk mengembangkan pemahaman mengenai permukaan Bulan demi kepentingan pendaratan berawak di kemudian hari; program Surveyor Jet Propulsion Laboratory mendaratkan wahana pertamanya empat bulan setelah peluncuran Luna 9. Program Apollo berawak NASA dikembangkan secara paralel; setelah serangkaian pengujian nirawak dan berawak pada wahana Apollo di orbit Bumi, dan didorong oleh rencana peluncuran penerbangan Bulan Soviet, Apollo 8 mengirimkan misi berawak pertama ke orbit Bulan pada tahun 1968. Misi berikutnya berhasil mendaratkan manusia untuk pertama kalinya di permukaan Bulan, yang dipandang oleh banyak pihak sebagai puncak Perlombaan Angkasa.[150] Neil Armstrong menjadi manusia pertama yang berjalan di permukaan Bulan sebagai pemimpin misi Apollo 11 Amerika Serikat; ia menjejakkan langkah pertamanya di permukaan Bulan pada pukul 02:56 UTC tanggal 21 Juli 1969.[151] Misi Apollo 11 hingga 17 (kecuali Apollo 13, yang pendaratannya dibatalkan) berhasil kembali ke Bumi dengan membawa 382 kg tanah dan batuan Bulan dalam 2.196 sampel terpisah.[152] Pendaratan Bulan Amerika Serikat dipicu oleh kemajuan teknologi yang cukup pesat pada akhir 1960-an, misalnya kimia ablasi, rekayasa perangkat lunak, dan teknologi penetrasi atmosfer, serta manajemen yang sangat kompeten sehubungan dengan upaya teknis yang besar.[153][154]

Sejumlah instrumen ilmiah dipasang di permukaan Bulan selama misi pendaratan Apollo. Stasiun instrumen berumur panjang, termasuk kapsul beraliran panas, seismometer, dan magnetometer, dipasang di lokasi pendaratan Apollo 12, 14, 15, 16, dan 17. Transmisi data langsung ke Bumi di akhiri pada tahun 1977 karena pertimbangan anggaran,[155][156] tetapi setelah stasiun rentang laser Bulan menjadi instrumen pasif, transmisi data masih terus dilakukan. Komunikasi jarak di stasiun secara rutin diterima oleh stasiun Bumi dengan akurasi beberapa sentimeter, dan data dari eksperimen ini digunakan untuk menentukan ukuran inti Bulan.[157]

Misi saat ini: 1990–sekarang

 
Lokasi pendaratan di Bulan. Tanggal pendaratan dalam UTC.

Pasca-Apollo dan Luna, semakin banyak negara yang terlibat dalam penjelajahan Bulan secara langsung. Pada tahun 1990, Jepang menjadi negara ketiga yang mengirimkan pesawat luar angkasa ke orbit Bulan dengan meluncurkan wahana Hiten. Wahana ini diluncurkan dengan kapsul yang lebih kecil bernama Hagoromo di orbit Bulan, tetapi transmisi data gagal dilakukan, sehingga misi ini dihentikan.[158] Pada tahun 1994, Amerika Serikat meluncurkan wahana Clementine ke orbit Bulan, yang merupakan misi gabungan antara Departemen Pertahanan dan NASA. Misi ini berhasil memotret peta topografi Bulan dalam jarak dekat dan mengambil foto multispektral permukaan Bulan untuk pertama kalinya.[159] Misi ini diikuti oleh misi Lunar Prospector pada tahun 1998, yang berhasil menemukan adanya kelebihan hidrogen di kutub Bulan, yang diduga disebabkan oleh keberadaan air es beberapa meter di atas regolith di dalam kawah gelap permanen.[160]

SMART-1, pesawat luar angkasa Eropa yang merupakan wahana bertenaga ion kedua, berada di orbit Bulan sejak tanggal 15 November 2004, dan dihentikan setelah pengendalinya menabrak Bulan pada tanggal 3 September 2006. Misi ini merupakan misi pertama yang berhasil menyurvei secara rinci unsur kimia di permukaan Bulan.[161]

Tiongkok juga sangat berambisi untuk meluncurkan program penjelajahan Bulan, dimulai dengan Chang'e 1, yang berhasil mengorbit Bulan dari tanggal 5 November 2007 hingga akhirnya menabrak Bulan tanggal 1 Maret 2009.[162] Dalam misi selama enam belas bulan, wahana ini berhasil mengambil foto Bulan secara keseluruhan. Tiongkok melanjutkan keberhasilan ini dengan meluncurkan Chang'e 2 pada bulan Oktober 2010, yang mencapai Bulan dua kali lebih cepat daripada Chang'e 1. Misi ini berhasil memetakan Bulan dalam resolusi yang lebih tinggi dalam waktu sekitar delapan bulan, kemudian meninggalkan orbit Bulan untuk mengamati perluasan titik Lagrangian L2 Bumi-Matahari. Wahana ini terbang melintasi asteroid 4179 Toutatis pada 13 Desember 2012, dan kemudian lenyap ke angkasa luar. Pada tanggal 14 Desember 2013, Chang'e 3 melanjutkan misi pendahulunya dengan mengirimkan sebuah pendarat ke permukaan Bulan, yang pada akhirnya meluncurkan sebuah penjelajah Bulan bernama Yutu (Mandarin: 玉兔; secara harfiah "Kelinci"). Dengan demikian, Chang'e 3 merupakan wahana pertama yang melakukan pendaratan lunak di permukaan Bulan sejak Luna 24 pada tahun 1976, dan juga misi pertama yang meluncurkan penjelajah sejak Lunokhod 2 pada 1973. Tiongkok berencana untuk meluncurkan misi penjelajah lainnya (Chang'e 4) pada tahun 2015, serta misi pengambilan sampel (Chang'e 5) pada tahun 2017.

Antara tanggal 4 Oktober 2007 dan 10 Juni 2009, Badan Penjelajahan Antariksa Jepang meluncurkan misi Kaguya (Selene), pengorbit Bulan yang dilengkapi dengan kamera video berdefinisi tinggi dan dua satelit pemancar radio kecil. Misi ini berhasil memperoleh data geofisika Bulan dan mengambil video berdefinisi tinggi dari luar orbit Bumi untuk pertama kalinya.[163][164] Misi penjelajahan Bulan pertama India, Chandrayaan I, mengorbit Bulan dari tanggal 8 November 2008 sampai kehilangan kontak pada 27 Agustus 2009, yang melakukan pemetaan fotogeologi dan mineralogi permukaan Bulan dalam resolusi tinggi. Misi ini juga menemukan keberadaan molekul-molekul air di dalam tanah Bulan.[165] Indian Space Research Organisation berencana untuk meluncurkan Chandrayaan II pada tahun 2013, yang juga disertai dengan sebuah robot penjelajah Bulan milik Rusia.[166][167] Akan tetapi, kegagalan misi Fobos-Grunt Rusia menyebabkan proyek ini mengalami penundaan.

Misi Bulan masa depan lainnya adalah Luna-Glob Rusia; yang meliputi sebuah pendarat nirawak, rangkaian seismometer, dan pengorbit yang serupa dengan misi Fobos-Grunt Mars yang gagal.[168][169] Penjelajahan Bulan yang didanai swasta dikembangkan oleh Google Lunar X Prize, diumumkan pada 13 September 2007, yang menawarkan uang senilai US$20 juta bagi siapa saja yang bisa mendaratkan sebuah robot penjelajah di Bulan dan yang memenuhi kriteria tertentu lainnya.[170] Shackleton Energy Company sedang mengembangkan sebuah program untuk melakukan operasi di kutub selatan Bulan dalam rangka mengumpulkan air untuk memasok Propellant Depot milik mereka.[171]

NASA berencana untuk melanjutkan misi berawak setelah adanya seruan dari Presiden AS George W. Bush pada tanggal 14 Januari 2004 untuk meluncurkan misi berawak ke Bulan pada tahun 2019, serta membangun sebuah pangkalan di Bulan pada tahun 2024.[172][173] Akan tetapi, program tersebut dibatalkan demi rencana pendaratan berawak di sebuah asteroid pada tahun 2025 dan misi pengorbit Mars berawak yang rencananya akan diluncurkan pada tahun 2035.[174] India juga menyatakan niatnya untuk mengirimkan misi berawak ke Bulan pada tahun 2020.[175]

Astronomi dari Bulan

Selama bertahun-tahun, Bulan diakui sebagai lokasi yang bagus bagi teleskop.[176] Lokasinya relatif dekat sehingga penglihatan astronomi tidak akan menjadi masalah; kawah tertentu di dekat kutub gelap dan dingin secara permanen, dan dengan demikian sangat bermanfaat bagi teleskop inframerah; dan teleskop radio di sisi jauh akan terlindung dari perbincangan radio di Bumi.[177] Tanah Bulan, meskipun menjadi kendala bagi bagian teleskop yang bergerak, bisa dicampur dengan karbon nanotube dan epoksi.[178] Sebuah teleskop zenith Bulan bisa dibuat dengan mudah menggunakan cairan ion.[179]

Pada bulan April 1972, misi Apollo 16 mengambil berbagai foto astronomi dan spektrum ultraungu dengan menggunakan Far Ultraviolet Camera/Spectrograph.[180]

Status hukum

Meskipun panji-panji Luna Uni Soviet tersebar di Bulan, dan bendera Amerika Serikat secara simbolis ditancapkan di lokasi pendaratan oleh astronaut Apollo, tidak satupun negara yang mengklaim kepemilikan atas bagian permukaan Bulan hingga saat ini.[181] Rusia dan Amerika Serikat merupakan dua negara yang menandatangani Perjanjian Luar Angkasa pada tahun 1967,[182] yang menyatakan bahwa Bulan dan keseluruhan luar angkasa adalah "provinsi bagi seluruh umat manusia".[181] Perjanjian ini juga membatasi pemanfaatan Bulan untuk tujuan damai, secara eksplisit melarang instalasi sarana militer dan senjata pemusnah massal di Bulan.[183] Perjanjian Bulan 1979 bertujuan untuk membatasi eksploitasi sumber daya Bulan oleh satu negara, tetapi perjanjian ini belum ditandatangani oleh satupun negara penjelajah luar angkasa.[184] Meskipun beberapa individu telah menyatakan klaimnya atas keseluruhan atau sebagian permukaan Bulan, tidak satupun yang dianggap kredibel.[185][186][187]

Dalam budaya

 
Luna, sang Rembulan, dari Liber astronomiae edisi 1550 karya Guido Bonatti.

Fase Bulan yang teratur menjadikannya sebagai penunjuk waktu yang sangat akurat, dan periode muncul dan menghilangnya Bulan di langit membentuk dasar bagi sebagian besar penanggalan kuno. Tongkat hitungan, artefak tulang yang berusia sekitar 20-30.000 tahun, dipercaya oleh beberapa pihak sebagai penanda fase Bulan.[188][189][190] ~30 hari dalam sebulan merupakan waktu perkiraan siklus Bulan. Dalam bahasa Inggris, kata benda month dan kata kerabat dalam bahasa Jermanik lainnya berasal dari kata Proto-Jermanik *mǣnṓth-, yang menunjukkan adanya penggunaan kalender bulan oleh bangsa Jermanik (kalender Jermanik) sebelum pengadopsian kalender matahari.[191][192][193]

 
Bulan sabit dan "bintang" (disini adalah planet Venus) merupakan simbol Islam, ditampilkan pada bendera negara seperti:   (Turki),   (Aljazair) dan   (Pakistan).

Bulan telah menjadi subjek dari banyak karya seni dan sastra, serta inspirasi bagi bidang seni lainnya. Bulan dijadikan sebagai motif dalam seni visual, seni pertunjukan, syair, prosa, dan musik. Sebuah ukiran batu berusia 5.000 tahun di Knowth, Irlandia, diduga menggambarkan Bulan, yang merupakan penggambaran Bulan paling awal yang ditemukan.[194] Perbedaan visual antara dataran tinggi yang terang dan kawah maria yang gelap melahirkan pola yang dipandang oleh sejumlah budaya sebagai sosok Manusia di Bulan, kelinci, kerbau, dan lain sebagainya. Dalam sebagian besar budaya kuno dan prasejarah, Bulan diumpamakan sebagai seorang dewi atau fenomena supernatural lainnya, dan pandangan astrologi terhadap Bulan tetap tersebar hingga saat ini.

Bulan memiliki peran penting dalam Islam; kalender Islam didasarkan pada periode Bulan, dan di sebagian besar negara Muslim, awal atau akhir bulan ditentukan oleh penampakan hilal, atau bulan sabit pertama, di atas cakrawala.[195] Bintang dan bulan sabit, yang awalnya merupakan simbol Kesultanan Utsmaniyah, saat ini digunakan sebagai simbol masyarakat Muslim. Membelah bulan (bahasa Arab: انشقاق القمر) dipercaya oleh umat Muslim sebagai mukjizat nabi Muhammad.[196]

Bulan memiliki hubungan yang panjang dengan kegilaan dan irasionalitas; dalam bahasa Inggris, kata lunacy dan lunatic (secara populer disingkat loony, artinya gila) berasal dari kata bahasa Latin Luna, yang berarti Bulan. Filsuf Aristoteles dan Pliny the Elder berpendapat bahwa bulan purnama menularkan kegilaan pada orang-orang yang rentan. Mereka percaya bahwa otak manusia, yang sebagian besarnya terdiri dari air, dipengaruhi oleh Bulan yang menguasai pasang surut, tetapi gravitasi Bulan terlalu kecil untuk memengaruhi satu orang.[197] Bahkan saat ini, orang-orang percaya bahwa pasien rumah sakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, kasus pembunuhan atau bunuh diri akan meningkat pada saat bulan purnama, meskipun tidak ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataan tersebut.[197]

Lihat juga

Referensi

Catatan

  1. ^ Nilai maksimum didasarkan pada skala kecerahan dari nilai -12,74 yang diberikan untuk jarak khatulistiwa ke pusat Bulan, atau 378.000 menurut NASA, hingga jarak minimum Bumi-Bulan yang dicantumkan disini, setelah disesuaikan dengan radius khatulistiwa Bumi, yakni 6.378, sehingga jaraknya adalah 350.600 km. Nilai minimum (saat bulan baru) didasarkan pada skala yang sama dengan menggunakan jarak Bumi-Bulan maksimum, atau 407.000 km, dan dengan menghitung kecerahan cahaya bulan pada saat bulan baru. Kecerahan cahaya bulan adalah Albedo Bumi × (radius bumi / Radius orbit Bulan)2 ] relatif terhadap pencahayaan langsung dari Matahari yang terjadi saat bulan purnama. (Albedo Bumi = 0.367; Radius Bumi = radius (kutub × radius khatulistiwa)½ = 6 367 km.)
  2. ^ Kisaran nilai ukuran sudut yang dicantumkan berdasarkan pada skala sederhana dari nilai yang terdapat dalam referensi: jarak khatulistiwa Bumi ke pusat Bulan adalah 378.000 km, ukuran sudutnya adalah 1.896 detik busur. Referensi yang sama mencantumkan jarak ekstrem Bumi-Bulan adalah 407.000 km dan 357.km 000. Untuk menentukan ukuran sudut maksimum, jarak minimum harus dikoreksi sesuai dengan radius khatulistiwa bumi, yakni 6.378 km, sehingga hasilnya 350.600 km.
  3. ^ Lucey et al. (2006) menyatakan 107 partikel cm−3 pada siang hari dan 105 partikel cm−3 pada malam hari. Akibat suhu permukaan khatulistiwa yang mencapai 390 K pada siang hari dan 100 K pada malam hari, hukum gas ideal menghasilkan tekanan yang sebagaimana yang dicantumkan pada kotak info (dibulatkan hingga mendekati urutan magnitudo): 10−7 Pa pada siang hari dan 10−10 Pa pada malam hari.
  4. ^ Terdapat sejumlah asteroid dekat Bumi, termasuk 3753 Cruithne, yang mengko-orbit Bumi: orbit mereka menjauhi Bumi untuk beberapa periode waktu namun kemudian melakukan pengorbitan dalam waktu lama (Morais et al, 2002). Adapula quasi-satelit – mereka bukanlah satelit karena mereka tidak mengorbit Bumi. Untuk informasi lebih lanjut, lihat Satelit Bumi lainnya.
  5. ^ Charon secara proporsional lebih besar untuk ukuran Pluto, tetapi Pluto telah direklasifikasi sebagai planet katai.
  6. ^ Usia ini dihitung dari penanggalan isotop batuan Bulan.
  7. ^ Lebih tepatnya, periode sidereal Bulan (bintang tetap ke bintang tetap) adalah 27,321661 hari (27h 07j 43m 11,5d), dan periode orbit tropis rata-ratanya (dari ekuinoks ke ekuinoks) adalah 27,321582 hari (27h 07j 43m 04,7d) (Explanatory Supplement to the Astronomical Ephemeris, 1961, pada hal.107).
  8. ^ Lebih tepatnya, periode sinodis rata-rata Bulan (antara rata-rata konjungsi matahari) adalah 29,530589 hari (29h 12j 44m 02,9d) (Explanatory Supplement to the Astronomical Ephemeris, 1961, pada hal.107).
  9. ^ Magnitudo tampak Matahari adalah −26.7, dan magnitudo tampak bulan purnama adalah −12.7.
  10. ^ Lihat grafik di Matahari#Fase hidup. Saat ini, diameter Matahari meningkat dengan laju sekitar lima persen per miliar tahun. Angka ini hampir sama dengan laju diameter sudut Bulan yang berkurang karena surut dari Bumi.
  11. ^ Secara rata-rata, Bulan meliputi area seluas 0,21078 derajat persegi di langit malam.

Referensi

  1. ^ Rembulan — KBBI Daring
  2. ^ Candra — KBBI Daring
  3. ^ Sasi — KBBI Daring
  4. ^ Kamar — KBBI Daring
  5. ^ Lunar — KBBI Daring
  6. ^ a b c d e f g h i j k l Wieczorek, M.; et al. (2006). "The constitution and structure of the lunar interior". Reviews in Mineralogy and Geochemistry. 60 (1): 221–364. doi:10.2138/rmg.2006.60.3. 
  7. ^ a b Lang, Kenneth R. (2011); The Cambridge Guide to the Solar System, 2nd ed., Cambridge University Press
  8. ^ a b c d e Williams, Dr. David R. (2 February 2006). "Moon Fact Sheet". NASA (National Space Science Data Center). Diakses tanggal 31 December 2008. 
  9. ^ Matthews, Grant (2008). "Celestial body irradiance determination from an underfilled satellite radiometer: application to albedo and thermal emission measurements of the Moon using CERES". Applied Optics. 47 (27): 4981–93. Bibcode:2008ApOpt..47.4981M. doi:10.1364/AO.47.004981. PMID 18806861. 
  10. ^ A.R. Vasavada, D.A. Paige, and S.E. Wood (1999). "Near-Surface Temperatures on Mercury and the Moon and the Stability of Polar Ice Deposits". Icarus. 141 (2): 179. Bibcode:1999Icar..141..179V. doi:10.1006/icar.1999.6175. 
  11. ^ a b c Lucey, P.; Korotev, Randy L.; et al. (2006). "Understanding the lunar surface and space-Moon interactions". Reviews in Mineralogy and Geochemistry. 60 (1): 83–219. doi:10.2138/rmg.2006.60.2. 
  12. ^ Morais, M.H.M. (2002). "The Population of Near-Earth Asteroids in Coorbital Motion with the Earth". Icarus. 160 (1): 1–9. Bibcode:2002Icar..160....1M. doi:10.1006/icar.2002.6937. 
  13. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-03-27. Diakses tanggal 2014-03-30. 
  14. ^ "Naming Astronomical Objects: Spelling of Names". International Astronomical Union. Diakses tanggal 29 March 2010. 
  15. ^ "Gazetteer of Planetary Nomenclature: Planetary Nomenclature FAQ". USGS Astrogeology Research Program. Diakses tanggal 29 March 2010. 
  16. ^ Barnhart, Robert K. (1995). The Barnhart Concise Dictionary of Etymology. USA: Harper Collins. hlm. 487. ISBN 978-0-06-270084-1. 
  17. ^ "Oxford English Dictionary: lunar, a. and n". Oxford English Dictionary: Second Edition 1989. Oxford University Press. Diakses tanggal 23 March 2010. 
  18. ^ Kleine, T. (2005). "Hf–W Chronometry of Lunar Metals and the Age and Early Differentiation of the Moon". Science. 310 (5754): 1671–1674. Bibcode:2005Sci...310.1671K. doi:10.1126/science.1118842. ISSN 0036-8075. PMID 16308422. 
  19. ^ "Carnegie Institution for Science research". Diakses tanggal 2013-10-12. 
  20. ^ "Phys.org's account of Carlson's presentation to the Royal Society". Diakses tanggal 2013-10-13. 
  21. ^ Binder, A.B. (1974). "On the origin of the Moon by rotational fission". The Moon. 11 (2): 53–76. Bibcode:1974Moon...11...53B. doi:10.1007/BF01877794. 
  22. ^ a b Stroud, Rick (2009). The Book of the Moon. Walken and Company. hlm. 24–27. ISBN 978-0-8027-1734-4. 
  23. ^ Mitler, H.E. (1975). "Formation of an iron-poor moon by partial capture, or: Yet another exotic theory of lunar origin". Icarus. 24 (2): 256–268. Bibcode:1975Icar...24..256M. doi:10.1016/0019-1035(75)90102-5. 
  24. ^ Stevenson, D.J. (1987). "Origin of the moon–The collision hypothesis". Annual Review of Earth and Planetary Sciences. 15 (1): 271–315. Bibcode:1987AREPS..15..271S. doi:10.1146/annurev.ea.15.050187.001415. 
  25. ^ Taylor, G. Jeffrey (31 December 1998). "Origin of the Earth and Moon". Planetary Science Research Discoveries. Diakses tanggal 7 April 2010. 
  26. ^ Canup, R. (2001). "Origin of the Moon in a giant impact near the end of Earth's formation". Nature. 412 (6848): 708–712. Bibcode:2001Natur.412..708C. doi:10.1038/35089010. PMID 11507633. 
  27. ^ "Earth-Asteroid Collision Formed Moon Later Than Thought". News.nationalgeographic.com. 28 October 2010. Diakses tanggal 7 May 2012. 
  28. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-07-27. Diakses tanggal 2021-02-04. 
  29. ^ Touboul, M.; Kleine, T.; Bourdon, B.; Palme, H.; Wieler, R. (2007). "Late formation and prolonged differentiation of the Moon inferred from W isotopes in lunar metals". Nature. 450 (7173): 1206–9. Bibcode:2007Natur.450.1206T. doi:10.1038/nature06428. PMID 18097403. 
  30. ^ Pahlevan, Kaveh (2007). "Equilibration in the aftermath of the lunar-forming giant impact". Earth and Planetary Science Letters. 262 (3–4): 438–449. arXiv:1012.5323 . Bibcode:2007E&PSL.262..438P. doi:10.1016/j.epsl.2007.07.055. 
  31. ^ Nield, Ted (2009). "Moonwalk (summary of meeting at Meteoritical Society's 72nd Annual Meeting, Nancy, France)". Geoscientist. 19: 8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-27. Diakses tanggal 2014-04-01. 
  32. ^ a b Warren, P. H. (1985). "The magma ocean concept and lunar evolution". Annual review of earth and planetary sciences. 13 (1): 201–240. Bibcode:1985AREPS..13..201W. doi:10.1146/annurev.ea.13.050185.001221. 
  33. ^ Tonks, W. Brian (1993). "Magma ocean formation due to giant impacts". Journal of Geophysical Research. 98 (E3): 5319–5333. Bibcode:1993JGR....98.5319T. doi:10.1029/92JE02726. 
  34. ^ Daniel Clery (11 October 2013). "Impact Theory Gets Whacked". Science. 342: 183. 
  35. ^ Wiechert, U.; et al. (October 2001). "Oxygen Isotopes and the Moon-Forming Giant Impact". Science. Science (jurnal). 294 (12): 345–348. Bibcode:2001Sci...294..345W. doi:10.1126/science.1063037. PMID 11598294. Diakses tanggal 2009-07-05. 
  36. ^ Pahlevan, Kaveh; Stevenson, David (October 2007). "Equilibration in the Aftermath of the Lunar-forming Giant Impact". EPSL. 262 (3–4): 438–449. arXiv:1012.5323 . Bibcode:2007E&PSL.262..438P. doi:10.1016/j.epsl.2007.07.055. 
  37. ^ "Titanium Paternity Test Says Earth is the Moon's Only Parent (University of Chicago)". Astrobio.net. Diakses tanggal 2013-10-03. 
  38. ^ Taylor, Stuart Ross (1975). Lunar science: A post-Apollo view. New York, Pergamon Press, Inc. hlm. 64. 
  39. ^ "NASA Research Team Reveals Moon Has Earth-Like Core". NASA. January 6, 2011. 
  40. ^ Nemchin, A.; Timms, N.; Pidgeon, R.; Geisler, T.; Reddy, S.; Meyer, C. (2009). "Timing of crystallization of the lunar magma ocean constrained by the oldest zircon". Nature Geoscience. 2 (2): 133–136. Bibcode:2009NatGe...2..133N. doi:10.1038/ngeo417. 
  41. ^ a b Shearer, C.; et al. (2006). "Thermal and magmatic evolution of the Moon". Reviews in Mineralogy and Geochemistry. 60 (1): 365–518. doi:10.2138/rmg.2006.60.4. 
  42. ^ Schubert, J. (2004). "Interior composition, structure, and dynamics of the Galilean satellites.". Dalam F. Bagenal; et al. Jupiter: The Planet, Satellites, and Magnetosphere. Cambridge University Press. hlm. 281–306. ISBN 978-0-521-81808-7. 
  43. ^ Williams, J.G. (2006). "Lunar laser ranging science: Gravitational physics and lunar interior and geodesy". Advances in Space Research. 37 (1): 6771. arXiv:gr-qc/0412049 . Bibcode:2006AdSpR..37...67W. doi:10.1016/j.asr.2005.05.013. 
  44. ^ "Landscapes from the ancient and eroded lunar far side". esa. Diakses tanggal 15 February 2010. 
  45. ^ Spudis, Paul D.; Cook, A.; Robinson, M.; Bussey, B.; Fessler, B.; Cook; Robinson; Bussey; Fessler (January 1998). "Topography of the South Polar Region from Clementine Stereo Imaging". Workshop on New Views of the Moon: Integrated Remotely Sensed, Geophysical, and Sample Datasets: 69. Bibcode:1998nvmi.conf...69S. 
  46. ^ a b c Spudis, Paul D. (1994). "Ancient Multiring Basins on the Moon Revealed by Clementine Laser Altimetry". Science. 266 (5192): 1848–1851. Bibcode:1994Sci...266.1848S. doi:10.1126/science.266.5192.1848. PMID 17737079. 
  47. ^ Pieters, C.M.; Tompkins, S.; Head, J.W.; Hess, P.C. (1997). "Mineralogy of the Mafic Anomaly in the South Pole‐Aitken Basin: Implications for excavation of the lunar mantle". Geophysical Research Letters. 24 (15): 1903–1906. Bibcode:1997GeoRL..24.1903P. doi:10.1029/97GL01718. 
  48. ^ Taylor, G.J. (17 July 1998). "The Biggest Hole in the Solar System". Planetary Science Research Discoveries, Hawai'i Institute of Geophysics and Planetology. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  49. ^ Schultz, P. H. (March 1997). "Forming the south-pole Aitken basin – The extreme games". Conference Paper, 28th Annual Lunar and Planetary Science Conference. 28: 1259. Bibcode:1997LPI....28.1259S. 
  50. ^ Wlasuk, Peter (2000). Observing the Moon. Springer. hlm. 19. ISBN 978-1-85233-193-1. 
  51. ^ Norman, M. (21 April 2004). "The Oldest Moon Rocks". Planetary Science Research Discoveries. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  52. ^ Varricchio, L. (2006). Inconstant Moon. Xlibris Books. ISBN 978-1-59926-393-9. 
  53. ^ Head, L.W.J.W. (2003). "Lunar Gruithuisen and Mairan domes: Rheology and mode of emplacement". Journal of Geophysical Research. 108 (E2): 5012. Bibcode:2003JGRE..108.5012W. doi:10.1029/2002JE001909. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-03-12. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  54. ^ a b c d e f g h Spudis, P.D. (2004). "Moon". World Book Online Reference Center, NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-04-17. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  55. ^ Gillis, J.J.; Spudis (1996). "The Composition and Geologic Setting of Lunar Far Side Maria". Lunar and Planetary Science. 27: 413–404. Bibcode:1996LPI....27..413G. 
  56. ^ Lawrence; D. J.; et al. (11 August 1998). "Global Elemental Maps of the Moon: The Lunar Prospector Gamma-Ray Spectrometer". Science. HighWire Press. 281 (5382): 1484–1489. Bibcode:1998Sci...281.1484L. doi:10.1126/science.281.5382.1484. ISSN 1095-9203. PMID 9727970. Diakses tanggal 29 August 2009. 
  57. ^ Taylor, G.J. (31 August 2000). "A New Moon for the Twenty-First Century". Planetary Science Research Discoveries, Hawai'i Institute of Geophysics and Planetology. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  58. ^ a b Papike, J. (1998). "Lunar Samples". Reviews in Mineralogy and Geochemistry. 36: 5.1–5.234. 
  59. ^ a b Hiesinger, H. (2003). "Ages and stratigraphy of mare basalts in Oceanus Procellarum, Mare Numbium, Mare Cognitum, and Mare Insularum". J. Geophys. Res. 108 (E7): 1029. Bibcode:2003JGRE..108.5065H. doi:10.1029/2002JE001985. 
  60. ^ Munsell, K. (4 December 2006). "Majestic Mountains". Solar System Exploration. NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-17. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  61. ^ Richard Lovett. "Early Earth may have had two moons : Nature News". Nature.com. Diakses tanggal 2012-11-01. 
  62. ^ "Was our two-faced moon in a small collision?". Theconversation.edu.au. Diakses tanggal 2012-11-01. 
  63. ^ Melosh, H. J. (1989). Impact cratering: A geologic process. Oxford Univ. Press. ISBN 978-0-19-504284-9. 
  64. ^ "Moon Facts". SMART-1. European Space Agency. 2010. Diakses tanggal 12 May 2010. 
  65. ^ "Gazetteer of Planetary Nomenclature: Categories for Naming Features on Planets and Satellites". U.S. Geological Survey. Diakses tanggal 8 April 2010. 
  66. ^ a b Wilhelms, Don (1987). "Geologic History of the Moon" (PDF). U.S. Geological Survey.  Parameter |chapter= akan diabaikan (bantuan)
  67. ^ Hartmann, William K.; Quantin, Cathy; Mangold, Nicolas (2007). "Possible long-term decline in impact rates: 2. Lunar impact-melt data regarding impact history". Icarus. 186 (1): 11–23. Bibcode:2007Icar..186...11H. doi:10.1016/j.icarus.2006.09.009. 
  68. ^ "The Smell of Moondust". NASA. 30 January 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-08. Diakses tanggal 15 March 2010. 
  69. ^ Heiken, G. (1991). Lunar Sourcebook, a user's guide to the Moon. New York: Cambridge University Press. hlm. 736. ISBN 978-0-521-33444-0. 
  70. ^ Rasmussen, K.L. (1985). "Megaregolith thickness, heat flow, and the bulk composition of the Moon". Nature. 313 (5998): 121–124. Bibcode:1985Natur.313..121R. doi:10.1038/313121a0. 
  71. ^ Margot, J. L.; Campbell, D. B.; Jurgens, R. F.; Slade, M. A. (4 June 1999). "Topography of the Lunar Poles from Radar Interferometry: A Survey of Cold Trap Locations". Science. 284 (5420): 1658–1660. Bibcode:1999Sci...284.1658M. doi:10.1126/science.284.5420.1658. PMID 10356393. 
  72. ^ Ward, William R. (1 August 1975). "Past Orientation of the Lunar Spin Axis". Science. 189 (4200): 377–379. Bibcode:1975Sci...189..377W. doi:10.1126/science.189.4200.377. PMID 17840827. 
  73. ^ a b Martel, L. M. V. (4 June 2003). "The Moon's Dark, Icy Poles". Planetary Science Research Discoveries, Hawai'i Institute of Geophysics and Planetology. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  74. ^ Seedhouse, Erik (2009). Lunar Outpost: The Challenges of Establishing a Human Settlement on the Moon. Springer-Praxis Books in Space Exploration. Germany: Springer Praxis. hlm. 136. ISBN 978-0-387-09746-6. 
  75. ^ Coulter, Dauna (18 March 2010). "The Multiplying Mystery of Moonwater". Science@NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-16. Diakses tanggal 28 March 2010. 
  76. ^ Spudis, P. (6 November 2006). "Ice on the Moon". The Space Review. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  77. ^ Feldman, W. C. (1998). "Fluxes of Fast and Epithermal Neutrons from Lunar Prospector: Evidence for Water Ice at the Lunar Poles". Science. 281 (5382): 1496–1500. Bibcode:1998Sci...281.1496F. doi:10.1126/science.281.5382.1496. PMID 9727973. 
  78. ^ Saal, Alberto E. (2008). "Volatile content of lunar volcanic glasses and the presence of water in the Moon's interior". Nature. 454 (7201): 192–195. Bibcode:2008Natur.454..192S. doi:10.1038/nature07047. PMID 18615079. 
  79. ^ Pieters, C. M. (2009). "Character and Spatial Distribution of OH/H2O on the Surface of the Moon Seen by M3 on Chandrayaan-1". Science. 326 (5952): 568–72. Bibcode:2009Sci...326..568P. doi:10.1126/science.1178658. PMID 19779151. 
  80. ^ Lakdawalla, Emily (13 November 2009). "LCROSS Lunar Impactor Mission: "Yes, We Found Water!"". The Planetary Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-22. Diakses tanggal 13 April 2010. 
  81. ^ "Water and More: An Overview of LCROSS Impact Results". 41st Lunar and Planetary Science Conference. 41 (1533): 2335. 1–5 March 2010. Bibcode:2010LPI....41.2335C. 
  82. ^ Colaprete, A.; Schultz, P.; Heldmann, J.; Wooden, D.; Shirley, M.; Ennico, K.; Hermalyn, B.; Marshall, W; Ricco, A.; Elphic, R. C.; Goldstein, D.; Summy, D.; Bart, G. D.; Asphaug, E.; Korycansky, D.; Landis, D.; Sollitt, L. (22 October 2010). "Detection of Water in the LCROSS Ejecta Plume". Science. 330 (6003): 463–468. Bibcode:2010Sci...330..463C. doi:10.1126/science.1186986. PMID 20966242. 
  83. ^ Hauri, Erik (26 May 2011). "High Pre-Eruptive Water Contents Preserved in Lunar Melt Inclusions". Science Express. 10 (1126): 213. Bibcode:2011Sci...333..213H. doi:10.1126/science.1204626. 
  84. ^ Muller, P. (1968). "Mascons: lunar mass concentrations". Science. 161 (3842): 680–684. Bibcode:1968Sci...161..680M. doi:10.1126/science.161.3842.680. PMID 17801458. 
  85. ^ Richard A. Kerr (12 April 2013). "The Mystery of Our Moon's Gravitational Bumps Solved?". Science. 340: 128. 
  86. ^ Konopliv, A. (2001). "Recent gravity models as a result of the Lunar Prospector mission". Icarus. 50 (1): 1–18. Bibcode:2001Icar..150....1K. doi:10.1006/icar.2000.6573. 
  87. ^ Garrick-Bethell, Ian; Weiss, iBenjamin P.; Shuster, David L.; Buz, Jennifer (2009). "Early Lunar Magnetism". Science. 323 (5912): 356–359. Bibcode:2009Sci...323..356G. doi:10.1126/science.1166804. PMID 19150839. 
  88. ^ "Magnetometer / Electron Reflectometer Results". Lunar Prospector (NASA). 2001. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-05-27. Diakses tanggal 17 March 2010. 
  89. ^ Hood, L.L. (1991). "Formation of magnetic anomalies antipodal to lunar impact basins: Two-dimensional model calculations". J. Geophys. Res. 96 (B6): 9837–9846. Bibcode:1991JGR....96.9837H. doi:10.1029/91JB00308. 
  90. ^ "Moon Storms". Science.nasa.gov. 2013-09-27. Diakses tanggal 2013-10-03. 
  91. ^ Globus, Ruth (1977). "Chapter 5, Appendix J: Impact Upon Lunar Atmosphere". Dalam Richard D. Johnson & Charles Holbrow. Space Settlements: A Design Study. NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-05-31. Diakses tanggal 17 March 2010. 
  92. ^ Crotts, Arlin P.S. (2008). "Lunar Outgassing, Transient Phenomena and The Return to The Moon, I: Existing Data" (PDF). The Astrophysical Journal. Department of Astronomy, Columbia University. 687: 692. arXiv:0706.3949 . Bibcode:2008ApJ...687..692C. doi:10.1086/591634. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-02-20. Diakses tanggal 29 September 2009. 
  93. ^ a b c Stern, S.A. (1999). "The Lunar atmosphere: History, status, current problems, and context". Rev. Geophys. 37 (4): 453–491. Bibcode:1999RvGeo..37..453S. doi:10.1029/1999RG900005. 
  94. ^ Lawson, S. (2005). "Recent outgassing from the lunar surface: the Lunar Prospector alpha particle spectrometer". J. Geophys. Res. 110 (E9): 1029. Bibcode:2005JGRE..11009009L. doi:10.1029/2005JE002433. 
  95. ^ Sridharan, R. (2010). "'Direct' evidence for water (H2O) in the sunlit lunar ambience from CHACE on MIP of Chandrayaan I". Planetary and Space Science. 58 (6): 947. Bibcode:2010P&SS...58..947S. doi:10.1016/j.pss.2010.02.013. 
  96. ^ Hamilton, Calvin J.; Hamilton, Rosanna L., The Moon, Views of the Solar System, 1995–2011
  97. ^ a b Amos, Jonathan (16 December 2009). "'Coldest place' found on the Moon". BBC News. Diakses tanggal 20 March 2010. 
  98. ^ "Diviner News". UCLA. 17 September 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-07. Diakses tanggal 17 March 2010. 
  99. ^ V V Belet︠s︡kiĭ (2001). Essays on the Motion of Celestial Bodies. Birkhäuser. hlm. 183. ISBN 978-3-7643-5866-2. 
  100. ^ "Space Topics: Pluto and Charon". The Planetary Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-19. Diakses tanggal 6 April 2010. 
  101. ^ "Planet Definition Questions & Answers Sheet". International Astronomical Union. 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-15. Diakses tanggal 24 March 2010. 
  102. ^ Alexander, M. E. (1973). "The Weak Friction Approximation and Tidal Evolution in Close Binary Systems". Astrophysics and Space Science. 23 (2): 459–508. Bibcode:1973Ap&SS..23..459A. doi:10.1007/BF00645172. 
  103. ^ Phil Plait. "Dark Side of the Moon". Bad Astronomy:Misconceptions. Diakses tanggal 15 February 2010. 
  104. ^ Luciuk, Mike. "How Bright is the Moon?". Amateur Astronomers, Inc. Diakses tanggal 16 March 2010. 
  105. ^ Hershenson, Maurice (1989). The Moon illusion. Routledge. hlm. 5. ISBN 978-0-8058-0121-7. 
  106. ^ Spekkens, K. (18 October 2002). "Is the Moon seen as a crescent (and not a "boat") all over the world?". Curious About Astronomy. Diakses tanggal 16 March 2010. 
  107. ^ "Full moon tonight is as close as it gets". The Press Enterprise. 18 March 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-03-22. Diakses tanggal 19 March 2011. 
  108. ^ Dr. Tony Phillips (16 March 2011). "Super Full Moon". NASA. Diakses tanggal 19 March 2011. 
  109. ^ Richard K. De Atley (18 March 2011). "Full moon tonight is as close as it gets". The Press-Enterprise. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-03-22. Diakses tanggal 19 March 2011. 
  110. ^ "'Super moon' to reach closest point for almost 20 years". The Guardian. 19 March 2011. Diakses tanggal 19 March 2011. 
  111. ^ Georgia State University, Dept. of Physics (Astronomy). "Perceived Brightness". Brightnes and Night/Day Sensitivity. Georgia State University, GA, USA. Diakses tanggal 25 January 2014. 
  112. ^ Lutron. "Measured light vs. perceived light" (PDF). From IES Lighting Handbook 2000, 27-4. Lutron.com. Diakses tanggal 25 January 2014. 
  113. ^ Walker, John (May 1997). "Inconstant Moon". Earth and Moon Viewer. Fourth paragraph of "How Bright the Moonlight": Fourmilab, Switzerland. Diakses tanggal 23 January 2014. 14% [...] karena respons logaritma mata manusia. 
  114. ^ Taylor, G.J. (8 November 2006). "Recent Gas Escape from the Moon". Planetary Science Research Discoveries, Hawai'i Institute of Geophysics and Planetology. Diakses tanggal 4 April 2007. 
  115. ^ Schultz, P.H. (2006). "Lunar activity from recent gas release". Nature. 444 (7116): 184–186. Bibcode:2006Natur.444..184S. doi:10.1038/nature05303. PMID 17093445. 
  116. ^ "22 Degree Halo: a ring of light 22 degrees from the sun or moon". Department of Atmospheric Sciences at the University of Illinois at Urbana-Champaign. Diakses tanggal 13 April 2010. 
  117. ^ a b c d e Lambeck, K. (1977). "Tidal Dissipation in the Oceans: Astronomical, Geophysical and Oceanographic Consequences". Philosophical Transactions of the Royal Society A. 287 (1347): 545–594. Bibcode:1977RSPTA.287..545L. doi:10.1098/rsta.1977.0159. 
  118. ^ Le Provost, C. (1995). "Ocean Tides for and from TOPEX/POSEIDON". Science. 267 (5198): 639–42. Bibcode:1995Sci...267..639L. doi:10.1126/science.267.5198.639. PMID 17745840. 
  119. ^ a b c d Touma, Jihad (1994). "Evolution of the Earth-Moon system". The Astronomical Journal. 108 (5): 1943–1961. Bibcode:1994AJ....108.1943T. doi:10.1086/117209. 
  120. ^ Chapront, J. (2002). "A new determination of lunar orbital parameters, precession constant and tidal acceleration from LLR measurements". Astronomy and Astrophysics. 387 (2): 700–709. Bibcode:2002A&A...387..700C. doi:10.1051/0004-6361:20020420. 
  121. ^ Ray, R. (15 May 2001). "Ocean Tides and the Earth's Rotation". IERS Special Bureau for Tides. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-27. Diakses tanggal 17 March 2010. 
  122. ^ Murray, C.D. and Dermott, S.F. (1999). Solar System Dynamics. Cambridge University Press. hlm. 184. ISBN 978-0-521-57295-8. 
  123. ^ Dickinson, Terence (1993). From the Big Bang to Planet X. Camden East, Ontario: Camden House. hlm. 79–81. ISBN 978-0-921820-71-0. 
  124. ^ Latham, Gary; Ewing, Maurice; Dorman, James; Lammlein, David; Press, Frank; Toksőz, Naft; Sutton, George; Duennebier, Fred; Nakamura, Yosio (1972). "Moonquakes and lunar tectonism". Earth, Moon, and Planets. 4 (3–4): 373–382. Bibcode:1972Moon....4..373L. doi:10.1007/BF00562004. 
  125. ^ Phillips, Tony (12 March 2007). "Stereo Eclipse". Science@NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-06-10. Diakses tanggal 17 March 2010. 
  126. ^ Espenak, F. (2000). "Solar Eclipses for Beginners". MrEclipse. Diakses tanggal 17 March 2010. 
  127. ^ Walker, John (July 10, 2004). "Moon near Perigee, Earth near Aphelion". Fourmilab. Diakses tanggal December 25, 2013. 
  128. ^ Thieman, J. (2 May 2006). "Eclipse 99, Frequently Asked Questions". NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-02-11. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  129. ^ Espenak, F. "Saros Cycle". NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-24. Diakses tanggal 17 March 2010. 
  130. ^ Guthrie, D.V. (1947). "The Square Degree as a Unit of Celestial Area". Popular Astronomy. 55: 200–203. Bibcode:1947PA.....55..200G. 
  131. ^ "Total Lunar Occultations". Royal Astronomical Society of New Zealand. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-02-05. Diakses tanggal 17 March 2010. 
  132. ^ Aaboe, A.; Britton, J. P.; Henderson,, J. A.; Neugebauer, Otto; Sachs, A. J. (1991). "Saros Cycle Dates and Related Babylonian Astronomical Texts". Transactions of the American Philosophical Society. American Philosophical Society. 81 (6): 1–75. doi:10.2307/1006543. JSTOR 1006543. One comprises what we have called "Saros Cycle Texts", which give the months of eclipse possibilities arranged in consistent cycles of 223 months (or 18 years). 
  133. ^ Sarma, K. V. (2008). "Astronomy in India". Dalam Helaine Selin. Encyclopaedia of the History of Science, Technology, and Medicine in Non-Western Cultures (edisi ke-2). Springer. hlm. 317–321. ISBN 978-1-4020-4559-2. 
  134. ^ Needham 1986, hlm. 411.
  135. ^ O'Connor, J.J. (February 1999). "Anaxagoras of Clazomenae". University of St Andrews. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  136. ^ Needham 1986, hlm. 227.
  137. ^ Needham 1986, hlm. 413–414.
  138. ^ Robertson, E. F. (November 2000). "Aryabhata the Elder". Scotland: School of Mathematics and Statistics, University of St Andrews. Diakses tanggal 15 April 2010. 
  139. ^ A. I. Sabra (2008). "Ibn Al-Haytham, Abū ʿAlī Al-Ḥasan Ibn Al-Ḥasan". Dictionary of Scientific Biography. Detroit: Charles Scribner's Sons. hlm. 189–210, at 195. 
  140. ^ Needham 1986, hlm. 415–416.
  141. ^ Lewis, C. S. (1964). The Discarded Image. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 108. ISBN 978-0-521-47735-2. 
  142. ^ van der Waerden, Bartel Leendert (1987). "The Heliocentric System in Greek, Persian and Hindu Astronomy". Annals of the New York Academy of Sciences. 500: 1–569. Bibcode:1987NYASA.500....1A. doi:10.1111/j.1749-6632.1987.tb37193.x. PMID 3296915. 
  143. ^ Evans, James (1998). The History and Practice of Ancient Astronomy. Oxford & New York: Oxford University Press. hlm. 71, 386. ISBN 978-0-19-509539-5. 
  144. ^ "Discovering How Greeks Computed in 100 B.C." The New York Times. 31 July 2008. Diakses tanggal 27 March 2010. 
  145. ^ Van Helden, A. (1995). "The Moon". Galileo Project. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  146. ^ Consolmagno, Guy J. (1996). "Astronomy, Science Fiction and Popular Culture: 1277 to 2001 (And beyond)". Leonardo. The MIT Press. 29 (2): 128. doi:10.2307/1576348. JSTOR 1576348. 
  147. ^ Hall, R. Cargill (1977). "Appendix A: LUNAR THEORY BEFORE 1964". NASA History Series. LUNAR IMPACT: A History of Project Ranger. Washington, D.C.: Scientific and Technical Information Office, NATIONAL AERONAUTICS AND SPACE ADMINISTRATION. Diakses tanggal 13 April 2010. 
  148. ^ a b Zak, Anatoly (2009). "Russia's unmanned missions toward the Moon". Diakses tanggal 20 April 2010. 
  149. ^ "Rocks and Soils from the Moon". NASA. Diakses tanggal 6 April 2010. 
  150. ^ Coren, M. (26 July 2004). "'Giant leap' opens world of possibility". CNN. Diakses tanggal 16 March 2010. 
  151. ^ "Record of Lunar Events, 24 July 1969". Apollo 11 30th anniversary. NASA. Diakses tanggal 13 April 2010. 
  152. ^ Martel, Linda M. V. (21 December 2009). "Celebrated Moon Rocks --- Overview and status of the Apollo lunar collection: A unique, but limited, resource of extraterrestrial material" (PDF). Planetary Science and Research Discoveries. Diakses tanggal 6 April 2010. 
  153. ^ Launius, Roger D. (July 1999). "The Legacy of Project Apollo". NASA History Office. Diakses tanggal 13 April 2010. 
  154. ^ SP-287 What Made Apollo a Success? A series of eight articles reprinted by permission from the March 1970 issue of Astronautics & Aeronautics, a publication of the American Institute of Aeronautics and Astronautics. Washington, D.C.: Scientific and Technical Information Office, National Aeronautics and Space Administration. 1971. 
  155. ^ "NASA news release 77-47 page 242" (PDF) (Siaran pers). 1 September 1977. Diakses tanggal 16 March 2010. 
  156. ^ Appleton, James (1977). "OASI Newsletters Archive". NASA Turns A Deaf Ear To The Moon. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-12-10. Diakses tanggal 29 August 2007. 
  157. ^ Dickey, J.; et al. (1994). "Lunar laser ranging: a continuing legacy of the Apollo program". Science. 265 (5171): 482–490. Bibcode:1994Sci...265..482D. doi:10.1126/science.265.5171.482. PMID 17781305. 
  158. ^ "Hiten-Hagomoro". NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-14. Diakses tanggal 29 March 2010. 
  159. ^ "Clementine information". NASA. 1994. Diakses tanggal 29 March 2010. 
  160. ^ "Lunar Prospector: Neutron Spectrometer". NASA. 2001. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-05-27. Diakses tanggal 29 March 2010. 
  161. ^ "SMART-1 factsheet". European Space Agency. 26 February 2007. Diakses tanggal 29 March 2010. 
  162. ^ "China's first lunar probe ends mission". Xinhua. 1 March 2009. Diakses tanggal 29 March 2010. 
  163. ^ "KAGUYA Mission Profile". JAXA. Diakses tanggal 13 April 2010. 
  164. ^ "KAGUYA (SELENE) World's First Image Taking of the Moon by HDTV". Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) and NHK (Japan Broadcasting Corporation). 7 November 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-16. Diakses tanggal 13 April 2010. 
  165. ^ "Mission Sequence". Indian Space Research Organisation. 17 November 2008. Diakses tanggal 13 April 2010. 
  166. ^ "Indian Space Research Organisation: Future Program". Indian Space Research Organisation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-25. Diakses tanggal 13 April 2010. 
  167. ^ "India and Russia Sign an Agreement on Chandrayaan-2". Indian Space Research Organisation. 14 November 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-12-17. Diakses tanggal 13 April 2010. 
  168. ^ Covault, C. (4 June 2006). "Russia Plans Ambitious Robotic Lunar Mission". Aviation Week. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-10-24. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  169. ^ "Russia to send mission to Mars this year, Moon in three years". "TV-Novosti". 25 February 2009. Diakses tanggal 13 April 2010. 
  170. ^ "About the Google Lunar X Prize". X-Prize Foundation. 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-02-28. Diakses tanggal 24 March 2010. 
  171. ^ Wall, Mike (14 January 2011). "Mining the Moon's Water: Q&A with Shackleton Energy's Bill Stone". Space News. [pranala nonaktif permanen]
  172. ^ "President Bush Offers New Vision For NASA" (Siaran pers). NASA. 14 December 2004. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  173. ^ "NASA Unveils Global Exploration Strategy and Lunar Architecture" (Siaran pers). NASA. 4 December 2006. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  174. ^ NASAtelevision (15 April 2010). "President Obama Pledges Total Commitment to NASA". YouTube. Diakses tanggal 7 May 2012. 
  175. ^ "India's Space Agency Proposes Manned Spaceflight Program". SPACE.com. 10 November 2006. Diakses tanggal 23 October 2008. 
  176. ^ Takahashi, Yuki (September 1999). "Mission Design for Setting up an Optical Telescope on the Moon". California Institute of Technology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-06. Diakses tanggal 27 March 2011. 
  177. ^ Chandler, David (15 February 2008). "MIT to lead development of new telescopes on moon". MIT News. Diakses tanggal 27 March 2011. 
  178. ^ Naeye, Robert (6 April 2008). "NASA Scientists Pioneer Method for Making Giant Lunar Telescopes". Goddard Space Flight Center. Diakses tanggal 27 March 2011. 
  179. ^ Bell, Trudy (9 October 2008). "Liquid Mirror Telescopes on the Moon". Science News. NASA. Diakses tanggal 27 March 2011. 
  180. ^ "Far Ultraviolet Camera/Spectrograph". Lpi.usra.edu. Diakses tanggal 2013-10-03. 
  181. ^ a b "Can any State claim a part of outer space as its own?". United Nations Office for Outer Space Affairs. Diakses tanggal 28 March 2010. 
  182. ^ "How many States have signed and ratified the five international treaties governing outer space?". United Nations Office for Outer Space Affairs. 1 January 2006. Diakses tanggal 28 March 2010. 
  183. ^ "Do the five international treaties regulate military activities in outer space?". United Nations Office for Outer Space Affairs. Diakses tanggal 28 March 2010. 
  184. ^ "Agreement Governing the Activities of States on the Moon and Other Celestial Bodies". United Nations Office for Outer Space Affairs. Diakses tanggal 28 March 2010. 
  185. ^ "The treaties control space-related activities of States. What about non-governmental entities active in outer space, like companies and even individuals?". United Nations Office for Outer Space Affairs. Diakses tanggal 28 March 2010. 
  186. ^ "Statement by the Board of Directors of the IISL On Claims to Property Rights Regarding The Moon and Other Celestial Bodies (2004)" (PDF). International Institute of Space Law. 2004. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-12-22. Diakses tanggal 28 March 2010. 
  187. ^ "Further Statement by the Board of Directors of the IISL On Claims to Lunar Property Rights (2009)" (PDF). International Institute of Space Law. 22 March 2009. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-12-22. Diakses tanggal 28 March 2010. 
  188. ^ Marshack, Alexander (1991): The Roots of Civilization, Colonial Hill, Mount Kisco, NY.
  189. ^ Brooks, A. S. and Smith, C. C. (1987): "Ishango revisited: new age determinations and cultural interpretations", The African Archaeological Review, 5 : 65–78.
  190. ^ Duncan, David Ewing (1998). The Calendar. Fourth Estate Ltd. hlm. 10–11. ISBN 978-1-85702-721-1. 
  191. ^ For etymology, see Barnhart, Robert K. (1995). The Barnhart Concise Dictionary of Etymology. Harper Collins. hlm. 487. ISBN 978-0-06-270084-1.  For the lunar calendar of the Germanic peoples, see Birley, A. R. (Trans.) (1999). Agricola and Germany. Oxford World's Classics. USA: Oxford. hlm. 108. ISBN 978-0-19-283300-6. 
  192. ^ Smith, William George (1849). Dictionary of Greek and Roman Biography and Mythology: Oarses-Zygia. 3. J. Walton. hlm. 768. Diakses tanggal 29 March 2010. 
  193. ^ Estienne, Henri (1846). Thesaurus graecae linguae. 5. Didot. hlm. 1001. Diakses tanggal 29 March 2010. 
  194. ^ "Carved and Drawn Prehistoric Maps of the Cosmos". Space Today Online. 2006. Diakses tanggal 12 April 2007. 
  195. ^ "Islamic Calendars based on the Calculated First Visibility of the Lunar Crescent". University of Utrecht. Diakses tanggal 2014-01-11. 
  196. ^ "Muhammad." Encyclopædia Britannica. 2007. Encyclopædia Britannica Online, p.13
  197. ^ a b Lilienfeld, Scott O.; Arkowitz, Hal (2009). "Lunacy and the Full Moon". Scientific American. Diakses tanggal 13 April 2010. 

Bibliografi

Bacaan lanjutan

Pranala luar

Sumber kartografi

Perangkat observasi