Lompat ke isi

Demokritos

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Infobox orangDemokritos

Edit nilai pada Wikidata
Nama dalam bahasa asli(grc) Δημόκριτος Edit nilai pada Wikidata
Biografi
Kelahiran460 dekade SM Edit nilai pada Wikidata
Abdera (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
Kematian360 dekade SM Edit nilai pada Wikidata (90/109 tahun)
Yunani Edit nilai pada Wikidata
Data pribadi
AgamaAteisme Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
SpesialisasiFilsafat Edit nilai pada Wikidata
Pekerjaanfilsuf, matematikawan, sejarawan seni Edit nilai pada Wikidata
AliranAtomisme Edit nilai pada Wikidata
Murid dariLeukippos Edit nilai pada Wikidata
MuridHippokrates, Metrodorus of Chios (en) Terjemahkan, Nessas of Chios (en) Terjemahkan, Protagoras dan Anaxarchus (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
Dipengaruhi oleh
Karya kreatif
Karya terkenal
Murid doktoralBion of Abdera (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
Keluarga
SaudaraHerodotus (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata


Demokritos adalah seorang filsuf yang termasuk di dalam Mazhab Atomisme.[1] Ia adalah murid dari Leukippos, pendiri mazhab tersebut.[2][3] Demokritos mengembangkan pemikiran tentang atom sehingga justru pemikiran Demokritos yang lebih dikenal di dalam sejarah filsafat.[3]

Selain sebagai filsuf, Demokritos juga dikenal menguasai banyak keahlian.[3] Sayangnya, karya-karya Demokritos tidak ada yang tersimpan.[4] Demokritos menulis tentang ilmu alam, astronomi, matematika, sastra, epistemologi, dan etika.[3] Ada sekitar 300 kutipan tentang pemikiran Demokritos di dalam sumber-sumber kuno.[3][4] Sebagian besar kutipan-kutipan tersebut berisi tentang etika.[4]

Riwayat Hidup

[sunting | sunting sumber]

Demokritos lahir di kota Abdera, Yunani Utara.[3][5] Ia hidup sekitar tahun 460 SM hingga 370 SM.[2][3] Ia berasal dari keluarga kaya raya.[3] Pada waktu ia masih muda, ia menggunakan warisannya untuk pergi ke Mesir dan negeri-negeri Timur lainnya.[3] Selain menjadi murid Leukippos, Ia juga belajar kepada Anaxagoras dan Philolaos.[5] Hanya sedikit yang dapat diketahui dari riwayat hidup Demokritos.[4] Banyak data tentang kehidupannya telah tercampur dengan legenda-legenda yang kebenarannya sulit dipercaya.[3]

Meskipun ia hidup sezaman dengan Sokrates, bahkan usianya lebih muda, namun Demokritos tetap digolongkan sebagai filsuf pra-sokratik.[3] Hal ini dikarenakan ia melanjutkan dan mengembangkan ajaran Atomisme dari Leukippos yang merupakan filsuf pra-sokratik.[3][4] Ajaran Leukippos dan Demokritos bahkan hampir tidak dapat dipisahkan.[3] Selain itu, filsafat Demokritos tidak dikenal di Athena untuk waktu yang cukup lama.[3] Misalnya saja, Plato tidak mengetahui apa-apa tentang Atomisme.[3][5] Baru Aristoteles yang kemudian menaruh perhatian besar terhadap pandangan atomisme.[3][5]

Pemikiran

[sunting | sunting sumber]

Tentang Atom

[sunting | sunting sumber]

Demokritos dan gurunya, Leukippos, berpendapat bahwa atom adalah unsur-unsur yang membentuk realitas.[1][3] Di sini, mereka setuju dengan ajaran pluralisme Empedokles dan Anaxagoras bahwa realitas terdiri dari banyak unsur, bukan satu.[3] Akan tetapi, bertentangan dengan Empedokles dan Anaxagoras, Demokritos menganggap bahwa unsur-unsur tersebut tidak dapat dibagi-bagi lagi.[3] Karena itulah, unsur-unsur tersebut diberi nama atom (bahasa Yunani atomos: a berarti "tidak" dan tomos berarti "terbagi")[1][3]

Atom-atom tersebut merupakan unsur-unsur terkecil yang membentuk realitas.[1] Ukurannya begitu kecil sehingga mata manusia tidak dapat melihatnya.[1][2][3] Selain itu, atom juga tidak memiliki kualitas, seperti panas atau manis.[1][3] Hal itu pula yang membedakan dengan konsep zat-zat Empedokles dan benih-benih dari Anaxagoras.[1][3] Atom-atom tersebut berbeda satu dengan yang lainnya melalui tiga hal: bentuknya(seperti huruf A berbeda dengan huruf N), urutannya (seperti AN berbeda dengan NA), dan posisinya (huruf A berbeda dengan Z dalam urutan abjad).[3] Dengan demikian, atom memiliki kuantitas belaka, termasuk juga massa.[1] Jumlah atom yang membentuk realitas ini tidak berhingga.[3]

Selain itu, atom juga dipandang sebagai tidak dijadikan, tidak dapat dimusnahkan, dan tidak berubah.[3] Yang terjadi pada atom adalah gerak.[1][3] Karena itu, Demokritus menyatakan bahwa "prinsip dasar alam semesta adalah atom-atom dan kekosongan".[1] Jika ada ruang kosong, maka atom-atom itu dapat bergerak.[1] Demokritus membandingkan gerak atom dengan situasi ketika sinar matahari memasuki kamar yang gelap gulita melalui retak-retak jendela.[3] Di situ akan terlihat bagaimana debu bergerak ke semua jurusan, walaupun tidak ada angin yang menyebabkannya bergerak.[3] Dengan demikian, tidak diperlukan prinsip lain untuk membuat atom-atom itu bergerak, seperti prinsip "cinta" dan "benci" menurut Empedokles.[3] Adanya ruang kosong sudah cukup membuat atom-atom itu bergerak.[3]

Tentang Dunia

[sunting | sunting sumber]

Dunia dan seluruh realitas tercipta karena atom-atom yang berbeda bentuk saling mengait satu sama lain.[3] Atom-atom yang berkaitan itu kemudian mulai bergerak berputar, dan makin lama makin banyak atom yang ikut ambil bagian dari gerak tersebut.[3] Kumpulan atom yang lebih besar tinggal di pusat gerak tersebut sedangkan kumpulan atom yang lebih halus dilontarkan ke ujungnya.[3] Demikianlah dunia terbentuk.[3]

Tentang Manusia

[sunting | sunting sumber]

Demokritos berpandangan bahwa manusia juga terdiri dari atom-atom.[1] Jiwa manusia digambarkan sebagai atom-atom halus.[1] Atom-atom ini digerakkan oleh gambaran-gambaran kecil atas suatu benda yang disebut eidola.[1] Dengan demikian muncul kesan-kesan indrawi atas benda-benda tersebut.[1]

Tentang Pengenalan

[sunting | sunting sumber]

Sebelumnya telah dikatakan bahwa setiap benda, yang tersusun atas atom-atom, mengeluarkan gambaran-gambaran kecil yang disebut eidola.[1][3] Gambaran-gambaran inilah yang masuk ke pancaindra manusia dan disalurkan ke jiwa.[1][3] Manusia dapat melihat karena gambaran-gambaran kecil tersebut bersentuhan dengan atom-atom jiwa.[1][3] Proses semacam ini berlaku bagi semua jenis pengenalan indrawi lainnya.[1][3]

Lalu bagaimana dengan kualitas yang diterima oleh indra manusia, seperti pahit, manis, warna, dan sebagainya?.[3] Menurut Demokritos atom-atom tersebut tidak memiliki kualitas, jadi darimana kualitas-kualitas seperti itu dirasakan oleh manusia?.[3] Menurut Demokritos, kualitas-kualitas seperti itu dihasilkan adanya kontak antara atom-atom tertentu dengan yang lain.[3] Misalnya saja, manusia merasakan manis karena atom jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang licin.[3] Kemudian manusia merasakan pahit bila jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang kasar.[3] Rasa panas didapatkan karena jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang bergerak dengan kecepatan tinggi.[3]

Dengan demikian, Demokritos menyimpulkan bahwa kualitas-kualitas itu hanya dirasakan oleh subyek dan bukan keadaan benda yang sebenarnya.[1] Karena itulah, Demokritos menyatakan bahwa manusia tidak dapat mengenali hakikat sejati suatu benda.[1] Yang dapat diamati hanyalah gejala atau penampakan benda tersebut.[1] Demokritos mengatakan:

"Tentunya akan menjadi jelas, ada satu masalah yang tidak dapat dipecahkan, yakni bagaimana keadaan setiap benda dalam kenyataan yang sesungguhnya...Sesungguhnya, kita sama sekali tidak tahu sebab kebenaran terletak di dasar jurang yang dalam."[1]

Menurut Demokritos, nilai tertinggi di dalam hidup manusia adalah keadaan batin yang sempurna (euthymia).[1][3] Hal itu dapat dicapai bila manusia menyeimbangkan semua faktor di dalam kehidupan: kesenangan dan kesusahan, kenikmatan dan pantangan.[1][3] Yang bertugas mengusahakan keseimbangan ini adalah rasio.[1]

Karya-karya

[sunting | sunting sumber]

Berikut adalah daftar karya-karya Demokritos menurut kesaksian Diogenes Laertius:[5]

Etika
  • Pythagoras
  • On the Disposition of the Wise Man
  • On the Things in Hades
  • Tritogenia
  • On Manliness or On Virtue
  • The Horn of Amaltheia
  • On Contentment
  • Ethical Commentaries
Ilmu Alam
  • The Great World-ordering (kemungkinan ditulis oleh Leukippos)
  • Cosmography
  • On the Planets
  • On Nature
  • On the Nature of Man or On Flesh (two books)
  • On the Mind
  • On the Senses
  • On Flavours
  • On Colours
  • On Different Shapes
  • On Changing Shape
  • Buttresses
  • On Images
  • On Logic (three books)
Alam Semesta
  • Heavenly Causes
  • Atmospheric Causes
  • Terrestrial Causes
  • Causes Concerned with Fire and Things in Fire
  • Causes Concerned with Sounds
  • Caused Concerned with Seeds and Plants and Fruits
  • Causes Concerned with Animals (three books)
  • Miscellaneous Causes
  • On Magnets
Matematika
  • On Different Angles or O contact of Circles and Spheres
  • On Geometry
  • Geometry
  • Numbers
  • On Irrational Lines and Solids (two books)
  • Planispheres
  • On the Great Year or Astronomy (a calendar)
  • Contest of the Waterclock
  • Description of the Heavens
  • Geography
  • Description of the Poles
  • Description of Rays of Light
Sastra
  • On the Rhythms and Harmony
  • On Poetry
  • On the Beauty of Verses
  • On Euphonious and Harsh-sounding Letters
  • On Homer
  • On Song
  • On Verbs
  • Names
Teknik
  • Prognosis
  • On Diet
  • Medical Judgment
  • Causes Concerning Appropriate and Inappropriate Occasions
  • On Farming
  • On Painting
  • Tactics
  • Fighting in Armor
Komentar-Komentar
  • On the Sacred Writings of Babylon
  • On Those in Meroe
  • Circumnavigation of the Ocean
  • On History
  • Chaldaean Account
  • Phrygian Account
  • On Fever and Coughing Sicknesses
  • Legal Causes
  • Problems

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 29-31.
  2. ^ a b c (Inggris) Albert A. Avey. 1954. Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble. P. 22.
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 61-66.
  4. ^ a b c d e (Inggris) Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 185.
  5. ^ a b c d e (Inggris) Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin. P. 203-253.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]