Caesar (gelar)
Artikel ini adalah bagian dari seri Politik dan Ketatanegaraan Romawi Kuno |
Zaman |
|
Konstitusi Romawi |
Preseden dan Hukum |
|
Sidang-Sidang Rakyat |
Magistratus |
Magistratus Luar Biasa |
Gelar dan Pangkat |
Caesar (dalam bahasa Latin: Caesar) adalah gelar kehormatan yang pertama kali digunakan oleh para kaisar Romawi dan menjadi salah satu gelar yang paling terkenal dalam sejarah dunia. Awalnya, "Caesar" merupakan nama keluarga dari Gaius Julius Caesar, seorang jenderal, politikus, dan diktator Romawi terkenal, tetapi kemudian gelar ini berkembang menjadi simbol kekuasaan di Kekaisaran Romawi dan diteruskan oleh para penguasa setelahnya.
Sejarah Penggunaan
[sunting | sunting sumber]Penggunaan gelar Caesar dimulai dari Gaius Julius Caesar (100 SM – 44 SM), seorang tokoh penting dalam transisi dari Republik Romawi ke Kekaisaran Romawi. Setelah kematiannya, penerusnya, Octavianus, yang kemudian dikenal sebagai Augustus, mengadopsi nama "Caesar" sebagai bagian dari gelar kekaisarannya, yang memberikan warisan dinasti kepada nama tersebut.
Para penerus Augustus, seperti Tiberius Caesar Augustus dan Nero Caesar Augustus, melanjutkan tradisi penggunaan nama "Caesar" sebagai gelar yang menunjukkan kekuasaan mereka. Pada periode ini, "Caesar" mulai dianggap sebagai bagian dari gelar resmi bagi para kaisar, meskipun mereka tidak memiliki hubungan langsung dengan keluarga Julius Caesar.
Perkembangan dalam Kekaisaran Romawi
[sunting | sunting sumber]Selama Kekaisaran Romawi, gelar "Caesar" berevolusi. Awalnya, gelar ini digunakan oleh kaisar utama, tetapi kemudian menjadi gelar yang diberikan kepada anggota keluarga kekaisaran yang dianggap sebagai calon penerus atau kaisar junior. Gelar yang lebih tinggi adalah Augustus, yang digunakan oleh kaisar yang memerintah, sementara "Caesar" menjadi gelar resmi bagi para penerus yang ditunjuk.
Salah satu contoh terkenal adalah ketika Diokletianus membagi Kekaisaran Romawi menjadi dua bagian, Timur dan Barat, di bawah sistem yang disebut Tetrarki pada akhir abad ke-3 Masehi. Dalam sistem ini, dua kaisar senior dengan gelar Augustus memerintah, sementara dua Caesar memerintah di bawah mereka dan dianggap sebagai penerus resmi.
Penggunaan di Kekaisaran Bizantium
[sunting | sunting sumber]Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476 Masehi, Kekaisaran Romawi Timur, yang kemudian dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium, tetap melanjutkan penggunaan gelar Caesar. Namun, di Bizantium, gelar ini sering kali diberikan kepada anggota keluarga kaisar atau kepada jenderal yang sangat dihormati.
Pada masa Kekaisaran Bizantium, gelar "Caesar" mulai kehilangan kekuasaannya yang semula, dan menjadi semacam gelar kehormatan bagi mereka yang berhubungan dengan keluarga kaisar, seperti saudara laki-laki atau menantu kaisar. Meskipun demikian, tetap ada beberapa individu yang diberi gelar "Caesar" sebagai tanda status tinggi dan kedekatan dengan tahta kekaisaran.
Pengaruh di Luar Romawi
[sunting | sunting sumber]Dunia Slavik
[sunting | sunting sumber]Pengaruh gelar Caesar meluas jauh di luar Kekaisaran Romawi. Dalam bahasa Slavia, kata "Caesar" diadaptasi menjadi "Tsar" (atau "Czar" dalam bahasa Rusia), yang digunakan oleh para penguasa Rusia, Bulgaria, dan Serbia sebagai gelar kaisar. Penggunaan "Tsar" di Rusia, khususnya, dimulai pada abad ke-16 oleh Ivan IV (Ivan yang Mengerikan) yang mendeklarasikan dirinya sebagai Tsar Rusia, dan gelar ini terus digunakan hingga Revolusi Rusia pada tahun 1917.
Kekaisaran Jerman
[sunting | sunting sumber]Di dunia Barat, gelar Caesar diadaptasi menjadi Kaiser dalam bahasa Jerman, yang digunakan oleh para kaisar Kekaisaran Romawi Suci dan kemudian Kekaisaran Jerman hingga berakhirnya Perang Dunia I pada tahun 1918. Istilah ini mencerminkan upaya penguasa Jerman untuk mengklaim legitimasi kekaisaran dengan meniru tradisi Romawi.
Simbolisme dalam Kekuasaan
[sunting | sunting sumber]Selama berabad-abad, gelar Caesar telah menjadi simbol kekuasaan mutlak, sering kali dikaitkan dengan sosok yang berpengaruh, tegas, dan memiliki kendali penuh atas wilayah atau negara yang diperintah. Kaisar Romawi, dengan gelar Caesar, sering kali dianggap sebagai pemimpin yang dipilih oleh para dewa atau ditakdirkan untuk memimpin.
Banyak penguasa di seluruh dunia menggunakan atau memodifikasi gelar ini untuk mengklaim warisan politik dan kekaisaran yang kuat. Dalam konteks modern, istilah "Caesar" juga digunakan dalam pengertian simbolis untuk menggambarkan pemimpin yang berkuasa absolut atau otoriter.
Penggunaan istilah "Caesar" sebagai gelar kekaisaran telah memengaruhi gelar kerajaan di berbagai bahasa:
- Denmark: Kejser & Kejserinde;
- Belanda: Keizer & Keizerin;
- Jerman: Kaiser & Kaiserin;
- Islandia: Keisari & Keisaraynja;
- Faroe: Keisari & Keisarinna;
- Norwegia: Keiser & Keiserinne;
- Swedia: Kejsare & Kejsarinna
- Inggris Kuno: cāsere
Bahasa Slavia dan Baltik:
- Belarusia: Цар & Царыца (Tsar & Tsarytsa)
- Bulgaria: Цар & Царица (Tsar & Tsaritsa);
- Kroasia: Car & Carica (c dibaca ts);
- Ceko: Císař & Císařovna;
- Latvia: Ķeizars & Ķeizariene;
- Makedonia: Кајсар & Кајсарица (Kajsar & Kajsarica c dibaca ts)
- Polandia: Cesarz & Cesarzowa;
- Rusia: Царь & Царица, Czar & Czaritsa (transliterasi kuno), Tsar & Tsaritsa (transliterasi modern)
- Serbia: Цар & Царица / Car & Carica (dilafalkan Tsar & Tsaritsa)
- Slowak: Cisár & Cisárovná;
- Slovenia: Cesar & Cesarica;
- Turki: Kayser (dulu), Sezar (modern).
- Estonia: Keiser & Keisrinna;
- Finlandia: Keisari & Keisarinna or Keisaritar;
- Hungaria: Császár & Császárnő;
- Indonesia: Kaisar;
- Albania: Çezar & Qesarinë;
- Armenia: կայսր Kaysr, dan կայսրություն Kaysrutiun berarti kekaisaran;
Lihat Juga
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- Southern, Pat (2001). The Roman Empire from Severus to Constantine. Routledge.
- Scarre, Chris (1995). Chronicle of the Roman Emperors: The Reign-by-Reign Record of the Rulers of Imperial Rome. Thames & Hudson.
- Jones, A.H.M. (1964). The Later Roman Empire 284–602. Blackwell Publishers.
Bibliografi
[sunting | sunting sumber]- Pauly-Wissowa – Realencyclopädie der Classischen Altertumswissenschaft