Kebijakan pertanian
Kebijakan pertanian menjelaskan serangkaian hukum terkait pertanian domestik dan impor hasil pertanian. Pemerintah pada umumnya mengimplementasikan kebijakan pertanian dengan tujuan untuk mencapai tujuan tertentu di dalam pasar produk pertanian domestik. Tujuan tersebut bisa melibatkan jaminan tingkat suplai, kestabilan harga, kualitas produk, seleksi produk, penggunaan lahan, hingga tenaga kerja.
Kepentingan kebijakan pertanian
[sunting | sunting sumber]Contoh dari cakupan dan tipe kepentingan kebijakan pertanian misalnya:
- tantangan pemasaran dan selera konsumen
- lingkungan perdagangan internasional (pasar dunia, hambatan perdagangan, hambatan karantina dan teknis, menjaga tingkat persaingan global dan citra pasar, dan manajemen masalah keamanan hayati (biosecurity) yang mempengaruhi perdagangan internasional
- keamanan hayati (hama dan penyakit yang menular dari hasil tanaman dan peternakan, seperti busuk jeruk (citrus canker), jelaga tebu (sugarcane smut), flu burung, sapi gila, serta penyakit mulut dan kuku.
- infrastruktur seperti transportasi, pelabuhan, telekomunikasi, energi, dan fasilitas irigasi
- kemampuan manajemen dan suplai tenaga kerja
- koordinasi agenda strategis internasional (penelitian, metode pertanian terbaru, aktivitas agroindustri, dan sebagainya)
- air (hak akses, perdagangan air, penyediaan air untuk keberlangsungan lingkungan, perhitungan jumlah dan alokasi water)
- masalah akses sumber daya alam (manajemen vegetasi setempat, perlindungan keragaman hayati, keberlanjutan sumber daya alam pertanian produktif)
Pengurangan kemiskinan
[sunting | sunting sumber]Pertanian tetap menjadi kontributor tunggal terbesar dalam memberikan penghidupan bagi 75% masyarakat miskin dunia yang hidup di pedesaan. Stimulasi pertumbuhan pertanian menjadi aspek penting dalam kebijakan pertanian di negara berkembang. Sebuah paper yang diterbitkan Natural Resource Perspective oleh Overseas Development Institute menemukan bahwa infrastruktur, pendidikan, dan layanan informasi efektif yang baik di wilayah pedesaaan menjadi penting untuk meningkatkan kesempatan bekerja di bidang pertanian bagi warga miskin.[1]
Keamanan hayati
[sunting | sunting sumber]Keamanan hayati (biosecurity) dalam menghadapi pertanian industri yaitu mencegah transfer penyakit ke hewan ternak dan manusia, misal penyakit flu burung, sapi gila, dan penyakit lainnya yang tidak menular ke manusia namun berpotensi membahayakan sumber daya hayati setempat.
Ketahanan pangan
[sunting | sunting sumber]FAO mendefinisikan ketahanan pangan sebagai "ketika manusia, setiap saat memiliki akses fisik dan ekonomi ke bahan pangan yang mencukupi dan aman yang memenuhi kebutuhan diet dan selera untuk menjalankan kehidupan yang aktif dan sehat".[2] Empat syarat yang harus dipenuhi untuk menciptakan keamanan sistem pangan meliputi ketersediaan akses fisik dan ekonomi, pemanfaatan tepat guna, dan jaminan stabilitas ketiga elemen tersebut dalam jangka waktu yang lama.[2]
Terdapat 6.7 miliar manusia di bumi, sekitar 2 miliar mengalami kerawanan pangan.[3] Sistem pangan akan semakin tertekan dengan populasi global yang akan mencapai 9 miliar pada tahun 2050 dan perubahan pola diet yang akan membutuhkan lebih banyak bahan pangan.[4] Perubahan iklim juga menambah ancaman bagi ketahanan pangan, mempengaruhi hasil pertanian, persebaran hama dan penyakit, perubahan pola cuaca yang diikuti perubahan pola dan musim tanam.
Kedaulatan pangan
[sunting | sunting sumber]Kedaulatan pangan (food sovereignty), adalah istilah yang dibuat oleh anggota Via Campesina pada tahun 1996,[5] mengenai hak manusia untuk mendefinisikan sistem pangan mereka. Advokat ketahanan pangan meletakkan manusia yang memproduksi, mendistribusi, dan mengkonsumsi bahan pangan pada pusat pembuat kebijakan di sistem pangan, dibandingkan korporasi dan pelaku pasar yang diyakini dapat mendominasi sistem pangan global. Gerakan ini diadvokasi oleh berbagai petani, warga desa, pemuka agama, nelayan tradisional, masyarakat pribumi, perempuan, pemuda pedesaan, dan organisasi lingkungan.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]- Ekonomi pertanian
- Kebijakan Pertanian Umum (Common Agricultural Policy)
- Hukum Jagung (Corn Laws)
- Krisis harga pangan
- Reformasi lahan
- Ekonomi campuran
- Perdagangan dan pembangunan
- Hambatan perdagangan
- Subsidi pertanian
- Pembangunan pertanian
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Making agriculture work for the poor" (PDF). Overseas Development Institute. 2007. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-12-02. Diakses tanggal 2007.
- ^ a b FAO (2008) An introduction to the basic concepts of food security. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, Italy.
- ^ von Braun J (2009) Threats to security related to food, agriculture, and natural resources - What to do? International Food Policy Research Institute (IFPRI). Paper presented at 'strategic discussion circle' EADS, Berlin, Germany.
- ^ Beddington J, Asaduzzaman M, Fernandez A, Clark M, Guillou M, Jahn M, Erda L, Mamo T, Van Bo N, Nobre CA, Scholes R, Sharma R, Wakhungu J (2011) Achieving food security in the face of climate change: Summary for policy makers from the Commission on Sustainable Agriculture and Climate Change. Diarsipkan 2012-10-04 di Wayback Machine. CGIAR Research Program on Climate Change, Agriculture and Food Security (CCAFS), Copenhage, Denmark.
- ^ "Global Small-Scale Farmers' Movement Developing New Trade Regimes", Food First News & Views, Volume 28, Number 97 Spring/Summer 2005, p.2.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- www.reformthecap.eu: assessment of agricultural policies and summaries of relevant studies
- IFAP: International Federation of Agricultural Producers
- OECD: Food, Agriculture and Fisheries (OECD Department of Trade and Agriculture)
- OECD Statistics Portal Diarsipkan 2015-12-30 di Wayback Machine.
- FAO: Monitoring African Food and Agricultural Policies
- kickAAS (Kick all agricultural subsidies)
- The Globalist | Global Agriculture -- Getting Tough on ... - November 12, 2003 Diarsipkan 2004-12-14 di Wayback Machine.
- Ag Observatory Diarsipkan 2001-11-28 di Wayback Machine. from the Institute for Agriculture and Trade Policy
- Ashish's Niti (Developing countries should take advantage of agricultural subsidies)
- India together[pranala nonaktif permanen]
- Larry Elliott, The Guardian, June 15, 2005, "West accused of concealing farm subsidies: Oxfam says EU and US are exploiting loopholes and using creative accounting to avoid real trade concessions to developing countries"
- Institute for Agriculture and Trade Policy
- Sophia Murphy, Ben Lilliston and Mary Beth Lake, February 2005, "WTO Agreement on Agriculture: A Decade of Dumping" Diarsipkan 2007-09-27 di Wayback Machine., Institute for Agriculture and Trade Policy
- Kym Anderson and Will Martin (2005), "Agriculture Market Access: The Key to Doha Success", World Bank, June 2005 - over half the gains to developing countries from global agricultural reforms would come from liberalization by developing countries themselves.
- Food Security and Ag-Biotech News Diarsipkan 2006-06-15 di Wayback Machine. — provides balanced global news on policies related to genetically modified (GM) crops
- David Bullock Lecture: Comparing Agricultural Policy in the EU and US - European Union Center at the University of Illinois, Urbana-Champaign.