Meterai sakramental
Beberapa denominasi Kristen percaya bahwa meterai sakramental, yang merupakan tanda spiritual yang tak terhapuskan, "dimeteraikan" melalui salah satu dari tiga sakramen, yaitu baptis, penguatan, dan tahbisan imamat.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Doktrin tersebut dijelaskan oleh Agustinus dari Hippo dalam pengajarannya yang menimbulkan perdebatan. Doktrin meterai sakramental didefinisikan sebagai dogma melalui Konsili Trento pada abad ke-16.[1]
Pengajaran oleh denominasi Kristen
[sunting | sunting sumber]Gereja Katolik
[sunting | sunting sumber]Pengajaran mengenai dogma ini disebutkan dalam Katekismus Gereja Katolik (1992), §1121, sebagai berikut:—
Tiga Sakramen,—Pembaptisan, Penguatan dan Tahbisan—sebagai tambahan pada rahmat memberi satu meterai sakramental, satu "meterai" yang olehnya warga Kristen mengambil bagian dalam imamat Kristus dan terhitung dalam golongan dan fungsi Gereja yang berbeda-beda. Keserupaan dengan Kristus dan Gereja, yang dihasilkan oleh Roh itu tidak terhapus (bdk. Konsili Trente: DS 1609); ia tinggal di dalam warga Kristen untuk selama-lamanya sebagai kepekaan untuk rahmat, sebagai janji dan jaminan perlindungan ilahi dan sebagai panggilan kepada ibadat dan pelayanan Gereja. Sebagai akibatnya, Sakramen-sakramen ini tidak boleh diulangi.
Bagi seseorang yang diragukan telah menerima sakramen secara sah atau belum, sakramen bersyarat dapat diberikan (yakni menggunakan kata-kata seperti untuk baptis bersyarat: "Jika engkau belum dibaptis, aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus"). Namun, pemberian sakramen semacam itu hanya sah dan efektif sejauh belum ada pemberian yang sah dari sakramen yang sama, karena pemberian tersebut tidak dimaksudkan sebagai pengulangan dari pemberian sebelumnya yang sah atas sakramen tersebut.
Katekismus Gereja Katolik §698, yang menjelaskan hubungan antara gambaran "meterai" dengan gambaran "karakter", sebagai berikut:
Meterai adalah sebuah lambang, yang erat berkaitan dengan pengurapan. Kristus telah disahkan oleh "Bapa dengan meterai-Nya" (Yoh 6:27) dan di dalam Dia, Bapa juga memeteraikan tanda milik-Nya atas kita (bdk. 2 Kor 1:22; Ef 1:13; 4:30). Karena gambaran meterai [bahasa Yunani "sphragis"] menandaskan akibat pengurapan Roh Kudus yang tidak terhapuskan dalam penerimaan Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Tahbisan, maka ia dipakai dalam beberapa tradisi teologis untuk mengungkapkan "karakter", yang tidak terhapuskan, tanda yang ditanamkan oleh ketiga Sakramen yang tidak dapat diulangi itu.
Gereja Lutheran
[sunting | sunting sumber]Teolog Lutheran Wolfhart Pannenberg menyatakan bahwa "dalam hal pemikiran tentang janji dan pengutusan yang terus-menerus mengatur yang tertahbiskan dan memanggil mereka dalam pelayanan Kristus, kita tidak perlu lagi menentang [meterai yang tak terhapuskan] di pihak Lutheran, karena sudut pandang tersebut telah diketahui pula dalam gereja-gereja Lutheran. Di sini tidak ada pengulangan penahbisan.”[2]
Persekutuan Anglikan
[sunting | sunting sumber]Buku Doa Umum Gereja Episkopal di Amerika Serikat mengajarkan bahwa "Ikatan yang dibangun Allah dalam pembaptisan tidak dapat dihapuskan".[3]
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]- Sakramen (Katolik)
- Sakramen Lutheran
- Sakramen Anglikan
- Sakramen bersyarat
- Materi dan bentuk sakramental
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Session VII, can. ix, and Session XXIII, cap. iv and can. iv: see Ryan, M. J. (1908), Catholic Encyclopedia, s.v. Character (in Catholic Theology), accessed 23 June 2018
- ^ Eckardt Jr., Burnell F. (19 November 2009). "Indelible Character?" (dalam bahasa English). Gottesdienst. Diakses tanggal 22 May 2022.
- ^ "Character (Sacramental)". Protestant Episcopal Church in the United States of America. Diakses tanggal 22 May 2022.