Pertempuran Hengyang
Pertempuran Hengyang | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Tiongkok-Jepang Kedua dalam Perang Dunia II | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Angkatan Darat Tiongkok | Angkatan Darat Kekaisaran Jepang | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Fang Xianjue | Isamu Yokoyama | ||||||
Kekuatan | |||||||
Korps ke-10, 17.000 prajurit[1] | Pasukan ke-11, 110.000+ prajurit[1] | ||||||
Korban | |||||||
4.700 gugur[1] 2.900 mati oleh sebab lain[2] 9.400 tertangkap (termasuk 8.000 terluka)[2] 3.100 warga sipil tewas[2] |
Klaim Jepang: 19.000 mati dan hilang[1] Estimasi Tiongkok: 48.000 tewas dan terluka[2] |
Pertempuran Hengyang adalah pertempuran pertahanan terlama di satu kota dari keseluruhan Perang Tiongkok-Jepang Kedua. Ketika Changsha jatuh ke tangan Tentara Kekaisaran Jepang pada tanggal 19 Juni 1944, Hengyang menjadi target selanjutnya. Perombakan Pasukan Kesebelas, yang terdiri dari 10 divisi, 4 brigade, dan lebih dari 100.000 prajurit, diasumsikan untuk menyerang Hengyang.
Kota ini merupakan persimpangan jalur kereta api penting dan Bandara Hengyang digunakan oleh Harimau Terbang dari Letnan Jenderal Claire Lee Chennault, Korps Udara Tentara Amerika Serikat yang terlibat dalam operasi pengeboman Jepang. Oleh karena itu, Panglima Tertinggi Hajime Sugiyama (杉山 元), kepala staf kekaisaran dan menteri perang, memerintahkan untuk merebut kota tersebut dengan segala upaya.
Pada tanggal 22 Juni, divisi tentara Jepang ke-68 dan ke-116 menerima perintah untuk menyerang kota, dan memulai pengepungan dan pertahanan selama 48 hari.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Setelah Changsha jatuh pada tanggal 18 Juni 1944, Pasukan ke-11 Jepang dari Jenderal Isamu Yokoyama, melanjutkan pergerakannya ke arah selatan. Rencana Yokoyama adalah merebut Hengyang dan Guilin untuk melancarkan serangan ke Liuzhou, sehingga menyelesaikan Operasi Ichi-Go. Namun, dia tidak menyangka pendekatannya terhadap Hengyang berubah menjadi penghinaan bagi kekaisaran Jepang. Serangan terhadap Hengyang menjadi pertempuran termahal bagi tentara Jepang di seluruh perjalanan Operasi Ichi-go.[3]
Ketika perhatian tertuju ke Eropa pada tahun 1944 dan kemenangan telah diantisipasi, sebuah pertempuran besar dan berdarah pecah di Hunan. Namun, untuk rakyat Tiongkok, ini merupakan pertempuran yang sangat penting karena sejak Changsha jatuh, Hengyang harus dipertahankan dengan segala cara. Alasannya karena jika Hengyang jatuh, maka tentara Jepang bisa menyeberang ke Guilin, bergerak ke barat menuju Guizhou, dan dari sana langsung menyerang Chongqing, sehingga mengancam ibu kota Tiongkok masa perang dan markas besar militer.
Pada tanggal 15 Juni, panglima tertinggi Tiongkok Chiang Kai-shek merelokasi 15 divisi elit untuk membantu pasukan Jenderal Stilwell di Burma.[4] Akibatnya, pasukan di Hunan dan Guangxi menjadi sangat lemah. Di pihak lain, operasi Jepang ini melibatkan lebih banyak pasukan dibandingkan pertempuran lain yang pernah ada sejak perang dimulai. Jenderal Yokoyama mengerahkan 400.000 parjurit dalam 150 unit untuk serangan ini, sehingga jelas dia ingin lebih dari sekadar Changsha.
Pada pertengahan tahun 1944, Perang Perlawanan terhadap agresi Jepang mendekati tahun ke-8. Meskipun tentara Tiongkok memiliki akses ke persenjataan pinjam-sewa Amerika, tetapi hal ini sangat dibatasi. Sebagian besar peralatan masih di India, ditahan oleh Jenderal Stilwell untuk pasukannya di Burma. Selama pengepungan Hengyang, satu-satunya tindakan yang Stilwell lakukan di Tiongkok adalah penghancuran lapangan udara Guilin dan pemusnahan jembatan bagian luarnya pada tanggal 21 Juni, mengabaikan semangat dan moral rakyat Tiongkok dan menyerahkan Guilin lebih awal. Namun, pada saat yang sama, tentara Tiongkok melancarkan perlawanan gigih terhadap tentara Jepang yang menyerang. Sama sekali kalah jumlah dan persenjataan dan dengan persediaan hampir habis, prajurit Tiongkok berada di ambang bencana besar. Namun, meskipun dalam kondisi luar biasa suram ini, mereka terus melanjutkan perjuangan. Inilah yang disebut Pertempuran Hengyang.