Lompat ke isi

Torii Mototada

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Torii Mototada (鳥居 元忠, 1539 – 8 September 1600) adalah seorang samurai Jepang pada Zaman Sengoku sampai akhir Zaman Azuchi–Momoyama., Ia mengabdi pada Tokugawa Ieyasu. Torii meniggal pada Pengepungan Fushimi di mana garnisun pasukannya kalah jumlah dan kemudian dihancurkan pasukan Ishida Mitsunari. Penolakan Torii untuk menyerah memiliki dampak yang hebat dalam sejarah Jepang; jatuhnya Fushimi memberikan waktu bagi Ieyasu untuk menyusun kembali kekuatan dan akhirnya memenangi Pertempuran Sekigahara.

Torii Mototada

Masa muda

[sunting | sunting sumber]

Torii dilahirkan di Okazaki, sebagai anak Torii Tadayoshi. Pada masa kanak-kanaknya, ia dikirim sebagai sandera kepada klan Imagawa, bersama dengan Tokugawa Ieyasu kecil. Mototada kecil melayani Matsudaira Takechiyo (yang kemudian akan menjadi Tokugawa Ieyasu) sebagai pesuruh. Setelah Ieyasu kembali dari klan Imagawa, dan berhasil mengunifikasi Provinsi Mikawa, Mototada mengabdi sebagai salah satu kepala jenderalnya.

Pada tahun 1572, Mototada menjadi kepala keluarga Torii, setelah kematian ayahnya.

Ia bertempur pada pertempuran Pertempuran Mikata-ga-hara[1] dan Pertempuran Puri Suwahara pada tahun berikutnya dan kemudian terluka pada kakinya, sehingga menyebabkan ia kesulitan berjalan kaki sejak saat itu.

Pengabdian pada Ieyasu

[sunting | sunting sumber]

Mototada ikut serta dalam seluruh kampanye besar Ieyasu. Dengan hanya 2.000 orang, ia menjaga barisan belakang melawan pasukan klan Hōjō yang berkekuatan lebih dari 10.000 orang, dan mengalahkan lawannya. Segera setelah kemenangan tersebut, Ieyasu memberinya Puri Tanimura di Provinsi Kai. Lalu, pada tahun 1585, ia bergabung bersama Ōkubo Tadayo dan Hiraiwa Chikayoshi melakukan pengepungan terhadap Puri Ueda milik klan Sanada.

Setelah Ieyasu berpindah ke Wilayah Kantō, Torii diberikan tanah perdikan sebesar 40,000 koku di Yasaku, Provinsi Shimōsa, sehingga ia menjadi seorang daimyō.

Pertempuran terakhir dan kematian

[sunting | sunting sumber]

Pada bulan Agustus 1600, Torii diperingatkan oleh mata-matanya bahwa sebuah pasukan berkekuatan 40,000 orang yang berpengalaman dalam pertempuran dari pasukan Toyotomi Hideyori sedang menghancurkan semua yang mereka temui dalam perjalan ke Puri Fushimi. Garnisun penjaga Puri Fushimi berkekuatan 2.000 orang kalah jumlah sangat jauh, tetapi melarikan diri adalah masih mungkin bagi orang-orang tersebut. Untuk menunjukkan kesetiannya pada tuannya, Tokugawa Ieyasu, Torii memilih untuk tetap bertahan, bersumpah bahwa ia dan bentengnya akan berperang sampai titik darah penghabiasn.[2]

Dalam pernyataan terakhirnya,[3] yang ditujukan pada anaknya, Tadamasa, Torii menggambarkan bagaimana keluarganya telah mengabdi pada keluarga Tokugawa selama beberapa generasi dan bahkan saudara kandungnya sendiri sudah terbunuh dalam peperangan. Dalam surat tersebut, Torii mengatakan bahwa ia menganggap mati terdahulu adalah suatu kehormatan, sehingga ia bisa memberikan semangat pada para prajurit Tokugawa yang tersisa. Ia meminta anaknya untuk membesarkan saudara-saudaranya agar bisa turut mengabdi pada klan Tokugawa "Baik saat naik maupun saat turun" dan terus rendah hati tanpa mengharapkan imbalan gelar atau uang. Lalu kedua sahabat sejak kecil itu, Torii Mototada dan Tokugawa Ieyasu berpisah dengan berat hati karena mengetahui mereka tidak akan dapat melihat satu sama lain lagi:

"Tidaklah sesuai dengan Jalan Prajurit untuk menerima malu dan menghindari kematian, bahkan dalam keadaan yang tidak terlalu penting ... Bagi saya, saya telah membulatkan hati untuk bertahan dalam benteng ini dan mati dengan cepat. Walaupun sebetulnya, tidak terlalu sukar untuk menembus beberapa lapis pasukan mereka lalu melarikan diri, tidak peduli berapa puluh ribu penunggang kuda mendekat untuk menyerang atau seberapa tebal pasukan mereka mengepung kami. Akan tetapi melarikan diri bukanlah makna sejati menjadi seorang prajurit, selain itu melarikan diri sukar dianggap sebagai suatu bentuk kesertiaan. Maka, saya akan menahan pasukan satu negara di sini, dan ... mati dengan indah."

Pada akhirnya, dengan bentengnya terbakar di sekelilingnya, Torii memerintahkan pasukannya untuk menyerbu langsung ke pertempuran hingga mereka tersisa hanya sepuluh orang. Para penjaga puri bertempur dengan heroik sampai orang terakhir. Sesuai tradisi, Torii memilih membunuh dirinya sendiri daripada ditangkap hidup-hidup.

Pengepungan Puri Fushimi menunda kemajuan pasukan sebesar 40.000 orang tersebut selama sepuluh hari, memberi waktu bagi Tokugawa untuk melarikan diri.[butuh rujukan]

Tindakan Torii Mototada meninggalkan dampak yang besar dalam perjalanan sejarah Jepang. Tokugawa Ieyasu kemudian menggalang pasukan sebesar 90.000 orang dan menghadapi pasukan Ishida Mitsunari di Sekigahara dalam pertempuran yang paling berdarah di Zaman Sengoku. Empat puluh ribu kepala telah diambil pada beberapa jam pertama pertempuran tersebut, lalu 70.000 orang turut gugur di dua hari selanjutnya ketika sisa-sia pasukan Mitsunari yang kalah diburu dan kemudian dieksekusi. Pertempuran Sekigahara adalah pertempuran penentuan, hasilnya adalah unifikasi Jepang. Keluarga Tokugawa kemudian akan memerintah seluruh Jepang selama 268 tahun.

Bunuh diri Mototada di saat kejatuhan benteng Fushimi adalah salah satu seppuku yang paling dikenang di sejarah Jepang.

  1. ^ Turnbull, Stephen (1987). Battle of the Samurai. London: Arms and Armour Press. hlm. 77. ISBN 0853688265. 
  2. ^ A History of the Japanese People from the Earliest Times to the End of the Meiji Era By Frank Brinkley, Dairoku Kikuchi Harvard University, 1915 pp.559-560
  3. ^ "Archived copy" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-07-20. Diakses tanggal 2011-03-30. 

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Didahului oleh
tidak ada
Tuan Wilayah Yasaku Pertama

(Torii)


1590–1600
Dilanjutkan oleh

Torii Tadamasa