Dzawi al-Qurba

Prioritas: a, Kualitas: b
tanpa foto
tanpa infobox
Dari wikishia
Akidah Syiah
‌Ma'rifatullah
TauhidTauhid DzatiTauhid SifatTauhid Af'alTauhid Ibadah
FurukTawasulSyafa'atTabarruk
Keadilan Ilahi
Kebaikan dan keburukanBada'Amrun bainal Amrain
Kenabian
KeterjagaanPenutup KenabianNabi Muhammad SawIlmu GaibMukjizatTiada penyimpangan Alquran
Imamah
Keyakinan-keyakinanKemestian Pelantikan ImamIsmah Para ImamWilayah TakwiniIlmu Gaib Para ImamKegaiban Imam Zaman asGhaibah SughraGhaibah KubraPenantian Imam MahdiKemunculan Imam Mahdi asRaj'ah
Para Imam
  1. Imam Ali
  2. Imam Hasan
  3. Imam Husain
  4. Imam Sajjad
  5. Imam Baqir
  6. Imam al-Shadiq
  7. Imam al-Kazhim
  8. Imam al-Ridha
  9. Imam al-Jawad
  10. Imam al-Hadi
  11. Imam al-Askari
  12. Imam al-Mahdi
Ma'ad
Alam BarzahMa'ad JasmaniKebangkitanShirathTathayur al-KutubMizanAkhirat
Permasalahan Terkemuka
AhlulbaitEmpat Belas Manusia SuciTaqiyyahMarja' Taklid


Dzawi al-Qurba (bahasa Arab: ذوي القربى) bermakna keluarga dekat. Kata ini digunakan dalam 11 ayat dari Alquran, termasuk ayat Khumus dan ayat Mawaddah. Kecintaan kepada mereka disebut sebagai upah risalah dan misi Nabi saw. Meskipun bentuk nyata dari Dzawi al-Qurba terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama Syiah dan Sunni, namun berdasarkan hadis-hadis Syiah dan sebagian hadis Ahlusunnah rata-rata menegaskan bahwa Ali bin Abi Thalib as, Fatimah sa dan anak keturunan mereka dianggap sebagai bentuk nyata yang pasti dari ayat-ayat ini.

Arti Leksikal

Kata Qurb (dekat) merupakan bentuk masdar dan lawan dari kata Bu'd (jauh), dan bermakna dekat. Qarabah dan Qurba bermakna kedekatan dan keluarga senasab.[1] Zamakhsyari berkata: "Qurba adalah bentuk masdar seperti kata Zulfa dan Busyra, yang bermakna kerabat dan famili.[2] Buku-buku kamus secara umum mengartikan kata tersebut dengan keluarga dan kerabat senasab.[3]

Dzawi al-Qurba di Dalam Alquran

Kata al-Qurba dimuat dalam 11 ayat dari Alquran, dan diterapkan kepada sosok-sosok yang memiliki kedekatan dan memang memiliki hubungan kekeluargaan. Karena itu, terkadang kata dzi [catatan 1], dzawi [catatan 2] dan uli ditambahkan kepadanya[catatan 3]. Dan, kata ini hanya satu kali tidak ditambahkan kepada kata lain, yaitu: الا المودة في القربى. Dan oleh sebab ini, harus ada kata implisit (muqaddar) seperti ahl,[catatan 4] dzi, dzawi dll. di depannya. Secara sekilas tampak bahwa maksud dari Dzawi al-Qurba atau Ulu al-Qurba dalam kebanyakan ayat-ayat ini adalah keluarga dan famili setiap orang dari orang muslim. Namun demikian, dari buku-buku tafsir dan hadis-hadis Nabi saw dan Ahlulbait as dapat disebutkan empat ayat yang menegaskan bahwa maksud dari Dzawi al-Qurba adalah Ahlulbait (keluarga dekat) Nabi. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:

  • Ayat Mawaddah: قُلْ لا أَسْئَلُکمْ عَلَیهِ أَجْراً إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِی الْقُرْبی وَ مَنْ یقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فیها حُسْناً إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَکورٌ ; "Katakanlah: Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kecintaan dalam kekeluargaan. Dan barangsiapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri."[4]
  • Ayat Khumus: اعْلَمُوا أَنَّما غَنِمْتُمْ مِنْ شَیءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَ لِلرَّسُولِ وَ لِذِی الْقُرْبی وَ الْیتامی وَ الْمَساکینِ وَ ابْنِ السَّبیلِ.;"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil."[5]
  • Ayat Fai': ما أَفاءَ اللَّهُ عَلی رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُری فَلِلَّهِ وَ لِلرَّسُولِ وَ لِذِی الْقُرْبی وَ الْیتامی وَ الْمَساکینِ وَ ابْنِ السَّبیلِ کی لا یکونَ دُولَةً بَینَ الْأَغْنِیاءِ مِنْکمْ وَ ما آتاکمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَ ما نَهاکمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا; "Apa saja harta fai' yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah."[6]
  • فآت ذَا القُربى حقَّه; "Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya."[7]

Bentuk nyata Dzawi al-Qurba

Terdapat beragam pandangan berkenaan dengan bentuk konkret Dzawi al-Qurba, terkhusus dalam ayat Mawaddah.

  1. Keluarga melalui sebab, yakni orang-orang musyrik Quraisy: Mayoritas mufasir Ahlusunnah setelah menukil hadis-hadis mengenai makna dan bentuk nyata dari Dzi al-Qurba menafsirkannya dengan orang-orang musyrik Quraisy yang merupakan famili senasab Nabi saw, dimana Allah meminta upah risalah kenabian dengan mencintai orang-orang musyrik Quraisy. Thabari, Ibnu Katsir dan Alusi lebih menekankan hal itu dan ke-makkian surah tersebut diyakini oleh mereka sebagai bukti penguatnya. Sementara hadis-hadis yang dinukil dari Nabi yang mempunyai makna-makna lain tidak mereka perhatikan atau sanad-sanadnya dipandang lemah.[8]
  2. Keluarga melalui sebab yang ada di Madinah (dan Anshar): Sebagian mufasir mengatakan, kaum Anshar membawa harta yang relatif banyak kepada Nabi saw, sebab Anshar dari pihak Salma binti Zaid al-Najjar (ibu dari Abdul Muththalib) dan Aminah binti Wahab memiliki ikatan famili dengan Nabi saw. Dalam menanggapi mereka turunlah ayat ini, hai Nabi katakanlah bahwa Aku tidak meminta sesuatu upahpun selain kecintaan kepada keluargamu.
  3. Silaturrahim: Sebagian mufasir lain berkata: maksud dari kecintaan kepada al-Qurba adalah kecintaan al-Qurba itu sendiri, dan ayat ditujukan kepada Quraisy atau manusia secara umum. Maknanya adalah: Katakanlah! Aku tidak meminta dari kalian kecuali kecintaan kepada kerabat kalian sendiri (silaturrahim).
  4. Kedekatan kepada Allah: Sebagian mufasir berkata: arti al-Qurba adalah kedekatkan diri kepada Allah. Dan, cinta kepada al-Qurba adalah cinta kepada Allah melalui kedekatan kepada-Nya dengan ketaatan. Atas dasar ini, ayat yang mulia bermakna bahwa Aku tidak menginginkan upah dari kalian kecuali cinta kepada Allah dengan bertaqarrub kepada-Nya.[9] Empat kemungkinan tersebut diatas telah dijawab oleh ulama Syiah, dan penafsiran semacam ini dari ayat mawaddah tertolak.
  5. Ahlulbait as bentuk nyata Dzi al-Qurba: Menurut pendapat masyhur yang mendekati ijma' di kalangan ulama Syiah, maksud dari dzi al-Qurba adalah imam maksum as.[10] dan menurut penegasan sebagian mereka mencakup Sayidah Fatimah sa juga.[11] Adapun dalam sumber-sumber referensi terkenal Ahlusunnah, meskipun sebagian ulama mereka berupaya menerapkan dzi al-Qurba kepada orang-orang musyrik Quraisy, namun banyak dari para ahli tafsir dan ahli hadis tersohor menerapkan dzi al-Qurba kepada Ahlulbait dan keluarga dekat nabi, khususnya Ali, Fatimah dan kedua putra mereka, dan mereka menukilkan hadis-hadis yang berkaitan dengannya. Di antara mereka adalah Ahmad bin Hanbal[12], Bukhari[13], Thabari[14]Hakim Naisyaburi[15], Zamakhsyari[16]Syafii[17], Ibnu Shabbagh Maliki[18] Hafidz Ganji[19], Ibnu Hajar al-Haitsami,[20], Syablanji,[21] Suyuthi, [22] Muhyiddin Arabi,[23] Ibnu Katsir, [24] dan Qurthubi.[25] Sebagai contoh, Alusi di bawah ayat: «وَ آتِ ذی القربی حقَه» dengan menukil perkataan Jibril kepada Nabi saw berkata: maksudnya adalah Fatimah.[26] Zamakhsyari di dalam al-Kasysyaf berkata: Tatkala ayat ini turun, sahabat bertanya kepada Nabi saw, siapa yang dimaksud dzawi al-Qurba (kelurga dekat) mu yang Allah wajibkan kecintaan mereka kepada kami? Beliau menjawab: "Ali dan Fatimah beserta kedua putra mereka."[27] Fakhru Razi meyakini keluarga Muhammad sebagai dzi al-Qurba, ia berkata: "Al Muhammad (keluarga Muhammad) adalah mereka yang perkara mereka kembali kepada Muhammad, dan juga setiap orang yang mempunyai ikatan lebih erat, lebih baik, lebih sempurna dan lebih kuat dengan Nabi saw, maka ia dihitung sebagai keluarganya, dan tanpa diragukan Fatimah, Ali, Hasan dan Husain memiliki ikatan paling kuat dengan Rasulullah saw. Dan, ini termasuk hal yang sudah diterima dan dikuatkan oleh hadis-hadis mutawatir.[28]

Sayid Syihabuddin Mar'asyi Najafi dalam buku Syarhu Ihqaq al-Haq menyebutkan hampir 50 nama ulama besar Ahlusunnah yang menukil hadis-hadis yang berkenaan dengan ayat mawaddah dengan sanad yang banyak di dalam buku-buku mereka.[29] Sayid Hasyim Bahrani dalam kitab Ghayat al-Maram wa Hujjat al-Khisham, menukil 17 hadis dari Ahlusunnah dan 22 hadis dari Syiah berkenaan dengan ayat ini.[30]

Kajian Terkait

Ayat Mawaddah

Catatan Kaki

  1. Ibnu manzhur, Lisan al-Arab, di bawah kata Qurb; Raghib, al-Mufradat fi Gharib al-Quran, 1412 H, hlm. 663
  2. Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, 1407 H, jld. 4, hlm. 221, 220
  3. Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah, 1404 H, jld. 5, hlm. 80
  4. Q.S. Asy-Syura: 23
  5. Q.S. Al-Anfal: 41
  6. Q.S. Al-Hasyr: 7
  7. Q.S. Ar-Rum: 38
  8. Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Azhim, 1419 H, jld. 4, hlm. 56; al-Suyuthi, al-Dur al-Mantsur, di bawah ayat Mawaddah; Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, 1407 H, jld. 3, hlm. 468; al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Quran, jld. 8, hlm. 12
  9. Al-Alusi, Ruh al-Ma'ani, 1405 H, jld. 25, hlm. 30-32
  10. Qummi, Jami' al-Khilaf wa al-Wafaq, 1379 HS, hlm. 234; Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 HS, jld. 16, hlm. 86-87
  11. Khui, Mustanad al-Urwah, 1364 HS, jld. 3, hlm. 307-308
  12. Ahmad bin Hanbal, Fadhail al-Shahabah, 1430 H, jld. 2, hlm. 833
  13. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, 1422 H, jld. 6, hlm. 129
  14. Al-Thabari, Tafsir al-Thabari, jld. 25, hlm. 14-15
  15. Hakim, al-Mustadrak ala al-Shahihain, jld. 3, hlm. 172
  16. Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, jld. 3, hlm. 402
  17. Syafii, Mathalib al-Saul, hlm. 40
  18. Ibnu Shabbagh Maliki, al-Fushul al-Muhimmah, hlm. 11-12
  19. Ganji, Kifayah al-Thalib, 1404 H, hlm. 313
  20. Ibnu Hajar al-Haitsami, al-Shawaiq al-Muhriqah, hlm. 200-201
  21. Syablanji, Nur al-Abshar, hlm. 227
  22. Al-Suyuthi, al-Dur al-Mantsur, jld. 6, hlm. 7
  23. Ibnu Arabi, Tafsir Ibnu Arabi, jld. 2, hlm. 241
  24. Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Azhim, jld. 4, hlm. 101-102
  25. Al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Quran, jld. 16, hlm. 22
  26. Al-Alusi, Ruh al-Ma'ani, jld. 13, hlm. 31
  27. Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, jld. 3, hlm. 468
  28. Fakhru Razi, al-Tafsir al-Kabir, jld. 27, hlm. 595
  29. Syusytari, Ihqaq al-Haq, jld. 2, hlm. 2-18
  30. Bahrani, Ghayat al-Maram, jld. 3, hlm. 23-244

Daftar Pustaka

  • Ahmad bin Hanbal. Fadhail al-Shahabah. Kairo: Dar Ibn al-Jauzi, 1430 H.
  • Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari. Peneliti: Muhammad Zuhair bin Nashir al-Nashir. Beirut: Dar Thauq al-Najat, 1422 H.
  • Ali Akbar Husaini. Tarikh Tahlili va Siyasi Islam. Teheran: Cetakan penerbit Farhang-e Eslami, , 1373 HS.
  • Al-Alusi, Mahmud bin Abdullah. Ruh al-Ma'ani fi Tafsir al-Quran al-Azhim wa al-Sab'u al-Matsani. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1415 H.
  • Bahrani, Sayid Hasyim. Ghayat al-Maram. Beirut: Muassasah Tarikh al-Arabi, 1422 H.
  • Fakhru Razi, Muhammad bin Umar. Al-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Ghaib). Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, cet. II, 1420 H.
  • Ganji Syafii, Muhammad bin Yusuf. Kifayat al-Thalib. Teheran: Dar Ihya Turats Ahlilbait, 1404 H.
  • Al-Hakim al-Naisyaburi. Al-Mustadrak ala al-Shahihain. Kairo: Dar al-Haramian li al-Nasyr wa al-Thba'ah, 1417 H.
  • Ibnu Arabi, Muhammad bin Ali. Tafsir Ibn Arabi. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1422 H.
  • Ibnu Faris. Maqayis al-Lughah. Qom: Maktabah al-I'lam al-Islami, 1404 H.
  • Ibnu Hajar al-Haitsami. Al-Shawa'iq al-Muhriqah. Teheran: tanpa nama, tanpa tahun.
  • Ibnu Katsir. Tafsir al-Quran al-Azhim. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1419 H.
  • Ibnu Manzhur Mishri. Lisan al-Arab. Beirut: Dar al-Thaba'ah, 1414 H.
  • Ibnu Shabbagh al-Maliki. Al-Fushul al-Muhimmah fi Ma'rifat al-Aimmah. Qom: muassasah ilmi farhanggi dar al-Hadits, 1422 H.
  • Khui, Abu al-Qasim. Mustanad al-Urwah. Qom: Luthfi, 1366 HS.
  • Najafi, Muhammad Hasan. Jawahir al-Kalam. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1362 H.
  • Qummi, Ali bin Muhammad. Jami' al-Khilaf wa al-Wafaq. Qom: Zaminehsazan Zhuhure Imame Zaman, 1379 HS.
  • Al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad. Al-Jami' li Ahkam al-Quran. Teheran: Nashir Khasru, 1346 HS.
  • Raghib Isfahani. Al-Mufradat fi Gharib al-Quran. Beirut: Dar al-Syamiyah, 1412 H.
  • Al-Suyuthi, Jalaluddin. Al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma'tsur. Qom: perpustakaan Ayatullah Marasyi Najafi, 1404 H.
  • Al-Syablanji, Mukmin. Nur al-Abshar fi Manaqib Al Baiti al-Nabi al-Mukhtar. Qom: al-Syarif Radhi, tanpa tahun.
  • Syafii, Muhammad bin Thalhah. Mathalib al-Saul fi Manaqib Al al-Rasul. Beirut: Mussasah al-Balagh, tanpa tahun.
  • Syusytari, Qadhi Nurullah. Ihqaq al-Haq wa Izhaq al-Bathil. Qom: perpustakaan Ayatullah Marasyi Najafi, 1409 H.
  • Al-Thabari, Muhammad bin Jarir. Tafsir al-Thabari. Beirut: Dar al-Ma'rifat, tanpa tahun.
  • Zamakhsyari. Tafsir al-Kasysyaf. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1407 H.


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "catatan", tapi tidak ditemukan tag <references group="catatan"/> yang berkaitan