Lompat ke isi

Infiltrasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah itu sendiri.[1] Di dalam tanah, air mengalir ke arah pinggir, sebagai aliran perantara menuju mata air, danau, dan sungai atau secara vertikal yang dikenal dengan penyaringan menuju air tanah.[1] Laju infilltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu milimeter per jam (mm/jam).[2] Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai di sekitar.[2] Air hujan atau air irigasi dapat digunakan oleh tanaman setelah melalui proses infiltrasi ke dalam tanah menjadi kadar air.[2] Faktor yang berpengaruh terhadap infiltrasi adalah jenis tanah dan kadar lengas awal menentukan hisapan kapiter dan konduktivitas hidraulis tanah.[2]

Faktor-faktor yang memengaruhi infiltrasi

[sunting | sunting sumber]

Presipitasi

[sunting | sunting sumber]

Besar, tipe, dan durasi presipitasi dapat memengaruhi inflitrasi melalui berbagai cara. Hujan cenderung mempercepat laju infiltrasi, lebih cepat dari peristiwa presipitasi lainnya seperti salju atau campuran antara hujan dengannya. Semakin besar presipitasi yang terjadi, semakin besar pula infiltrasi yang terjadi hingga tanah mencapai kejenuhannya. Durasi turunnya hujan juga berdampak pada kapasitas inflitrasi. Ketika hujan pertama kali turun, inflitrasi terjadi secara cepat karena tanah masih belum jenuh. Namun seiring dengan berjalannya waktu, laju infiltrasi menurun karena tanah menjadi jenuh. Hubungan antara turunnya hujan dan kapasitas inflitrasi ini juga menentukan seberapa besar limpasan yang terjadi. Apabila laju turunnya hujan lebih cepat daripada kapasitas infiltrasi, limpasan akan terjadi.[3]

Karakteristik tanah

[sunting | sunting sumber]

Porositas tanah sangat penting dalam menentukan kapasitas infiltrasi. Tanah yang memiliki ukuran pori-pori kecil, seperti lempung, memiliki kapasitas infiltrasi yang lebih kecil daripada tanah yang memiliki ukuran pori besar, seperti pasir. Meskipun demikian, aturan ini memiliki pengecualian pada tanah lempung yang kering. Pada kondisi ini, tanah lempung kering membentuk banyak celah yang berakibat pada semakin besarnya kapasitas infiltrasi.[4]

Kompaksi tanah juga menurunkan kapasitas infiltrasi. Kompaksi tanah menyebabkan semakin kecilnya ukuran pori tanah yang berakibat pada menurunnya porositas tanah. Berkurangnya porositas tanah kemudian berakibat pada berkurangnya kapasitas inflitrasi.[5]

Tanah hidrofobik yang terbentuk akibat kebakaran hutan dapat memperlambat atau bahkan menghentikan infiltrasi untuk terjadi. Hal ini terjadi karena partikel tanah hidrofobik terlapisi oleh zat yang menahan air. Meskipun demikian, infiltrasi pada tanah hidrofobik dapat terjadi secara perlahan apabila kontak antara air dan tanah terjadi dalam waktu yang lama.[6]

Kelembaban tanah

[sunting | sunting sumber]

Tanah yang jenuh tidak lagi memiliki kemampuan untuk menampung air sehingga kapasitas infiltrasi telah tercapai dan laju infiltrasi tidak lagi dapat dipercepat. Kondisi ini berakibat pada semakin besarnya limpahan permukaan. Ketika tanah berada pada kondisi setengah jenuh, infiltrasi dapat terjadi dengan laju sedang. Sementara itu, kapasitas infiltrasi tertinggi dapat tercapai ketika tanah berada pada kondisi tidak jenuh.[7]

Material organik dalam tanah

[sunting | sunting sumber]

Keberadaan material organik dalam tanah (termasuk tumbuhan dan hewan) meningkatkan kapasitas infiltrasi. Tanaman memiliki akar yang memanjang ke dalam tanah sehingga menimbulkan celah dan retakan pada tanah. Hal ini meningkatkan kapasitas infiltrasi pada tanah tersebut. Tanaman juga dapat mengurangi kompaksi tanah yang juga berakibat pada meningkatnya infiltrasi. Apabila tidak ada tanaman pada suatu lokasi, laju inflitrasi kemungkinan akan sangat lambat sehingga dapat menyebakan limpahan berlebih dan meningkatnya laju erosi.[4]

Penutupan lahan

[sunting | sunting sumber]

Apabila suatu lahan diberi permukaan impermeabel seperti trotoar di atasnya, infiltrasi tidak dapat terjadi karena air tidak dapat menembus permukaan impermeabel tersebut. Hubungan ini juga menyebabkan terjadinya peningkatan limpahan permukaan. Area dengan permukaan impermeabel seperti ini biasanya mengalirkan air hujan langsung ke perairan, tanpa terjadinya infiltrasi.[8]

Pada daerah savana dan padang rumput, laju infiltrasi tanah bergantung pada persentase tanah yang tertutup. Pada tanah lempung berpasir, laju infiltrasi pada tanah yang memiliki tutupan kecil dapat sembilan kali lebih besar daripada tanah yang tidak tertutup. Laju lambat pada daerah tanpa tutupan tanah sebagian besar disebabkan oleh keberadaan kerak tanah. Infiltrasi di bawah helai rumput terjadi cukup cepat karena helai rumput mengalirkan air menuju akar mereka.[9]

Kemiringan

[sunting | sunting sumber]

Semakin besar kemiringan suatu lahan, maka limpahan yang juga terjadi juga semakin besar dan menyebabkan laju infiltrasi semakin kecil.[10]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b (Indonesia)"Infiltrasi". 
  2. ^ a b c d (Indonesia)"Infiltrasi". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-06-06. Diakses tanggal 2014-06-03. 
  3. ^ Zhang, Gui-rong; Qian, Ya-jun; Wang, Zhang-chun; Zhao, Bo (2014-01-30). "Analysis of Rainfall Infiltration Law in Unsaturated Soil Slope". The Scientific World Journal (dalam bahasa Inggris). doi:10.1155/2014/567250. PMC 3929515alt=Dapat diakses gratis. PMID 24672332. Diakses tanggal 2020-12-20. 
  4. ^ a b "Soil Infiltration" (PDF). United States Department of Agriculture. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-02-08. Diakses tanggal 2019-03-20. 
  5. ^ Dadkhah, Manouchehr; Gifford, Gerald F. (1980). "Influence of Vegetation, Rock Cover, and Trampling on Infiltration Rates and Sediment Production1". JAWRA Journal of the American Water Resources Association (dalam bahasa Inggris). 16 (6): 979–986. Bibcode:1980JAWRA..16..979D. doi:10.1111/j.1752-1688.1980.tb02537.x. ISSN 1752-1688. 
  6. ^ DeBano, Leonard F. (1981). Water Repellent Soils: A State-of-the-art (dalam bahasa Inggris). U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Pacific Southwest Forest and Range Experiment Station. hlm. 2. 
  7. ^ Liu, Yu; Cui, Zeng; Huang, Ze; López-Vicente, Manuel; Wu, Gao-Lin (2019-11-01). "Influence of soil moisture and plant roots on the soil infiltration capacity at different stages in arid grasslands of China". CATENA (dalam bahasa Inggris). 182: 104147. doi:10.1016/j.catena.2019.104147. ISSN 0341-8162.  "The smaller the initial water content, the lower the soil water potential, the greater suction to the water molecules, and the faster infiltration of soil moisture."
  8. ^ "Infiltration - The Water Cycle, from USGS Water-Science School". water.usgs.gov. Diakses tanggal 2019-04-02. 
  9. ^ Walker, B. H. (1974). "Ecological considerations in the management of semi-arid ecosystems in south-central Africa". Proceedings of the First International Congress of Ecology. Wageningen. hlm. 124–129. ISBN 90-220-0525-9. Diakses tanggal 2 August 2020. 
  10. ^ Lei, Wenkai; Dong, Hongyuan; Chen, Pan; Lv, Haibo; Fan, Liyun; Mei, Guoxiong (2020/1). "Study on Runoff and Infiltration for Expansive Soil Slopes in Simulated Rainfall". Water (dalam bahasa Inggris). 12 (1): 222. doi:10.3390/w12010222.